Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengatakan anak hasil dari perkawinan campuran atau beda negara yang berdomisili di Indonesia berpotensi menjadi warga negara asing.
"Banyak yang telat memilih kewarganegaraan dan tidak mendaftarkan kepada Menteri Hukum dan HAM dalam rentang waktu yang sudah ditentukan undang-undang. Akibatnya, anak hasil perkawinan campuran terancam menjadi warga negara asing," kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham RI Cahyo R Muzhar pada diskusi "Rekonstruksi Politik Hukum Kewarganegaraan Indonesia untuk Menjamin Perlindungan dan Kepastian Hukum Warga Negara", di Jakarta, Senin.
Cahyo menjelaskan dalam Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan, hanya mengenal atau mengakui prinsip kewarganegaraan tunggal dan dwi kewarganegaraan terbatas atau ganda terbatas.
Artinya, seorang anak dapat memiliki kewarganegaraan ganda hingga umur 18 tahun dan setelah itu paling lambat umur 21 tahun, anak tersebut harus menentukan sendiri menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan dalam rentang usia yang ditentukan dalam undang-undang.
Di sisi lain, bagi anak-anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum berlakunya UU Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 harus didaftarkan kepada Menteri Hukum dan HAM paling lambat empat tahun setelah UU Kewarganegaraan diundangkan.
Tujuannya, kata dia, untuk memperoleh surat keputusan anak berkewarganegaraan ganda sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006.
Cahyo R Muzhar mengakui implementasi UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam pelaksanaannya sampai saat ini terdapat beberapa permasalahan kewarganegaraan yang dihadapi, mengingat dinamika futuristik kewarganegaraan yang begitu cepat.
Seiring berjalannya waktu dan timbulnya kebutuhan, ujar dia, terdapat hal yang menjadi permasalahan pelaksanaan UU Kewarganegaraan. Salah satunya tentang anak hasil perkawinan campuran yang biasa disebut anak berkewarganegaraan ganda, kata Cahyo.
Kemenkumham sedang melakukan upaya penyelesaian terhadap permasalahan kewarganegaraan tersebut melalui proses perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Indonesia yang merupakan turunan dari UU Kewarganegaraan.
Salah satu materi perubahannya adalah mengenai tata cara pewarganegaraan bagi anak-anak yang tidak mendaftar sesuai ketentuan Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006, dan anak yang telah mendaftar sesuai ketentuan Pasal 41 namun tidak memilih kewarganegaraan Republik Indonesia sampai batas waktu yang ditentukan berakhir.
"Banyak yang telat memilih kewarganegaraan dan tidak mendaftarkan kepada Menteri Hukum dan HAM dalam rentang waktu yang sudah ditentukan undang-undang. Akibatnya, anak hasil perkawinan campuran terancam menjadi warga negara asing," kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham RI Cahyo R Muzhar pada diskusi "Rekonstruksi Politik Hukum Kewarganegaraan Indonesia untuk Menjamin Perlindungan dan Kepastian Hukum Warga Negara", di Jakarta, Senin.
Cahyo menjelaskan dalam Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan, hanya mengenal atau mengakui prinsip kewarganegaraan tunggal dan dwi kewarganegaraan terbatas atau ganda terbatas.
Artinya, seorang anak dapat memiliki kewarganegaraan ganda hingga umur 18 tahun dan setelah itu paling lambat umur 21 tahun, anak tersebut harus menentukan sendiri menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan dalam rentang usia yang ditentukan dalam undang-undang.
Di sisi lain, bagi anak-anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum berlakunya UU Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 harus didaftarkan kepada Menteri Hukum dan HAM paling lambat empat tahun setelah UU Kewarganegaraan diundangkan.
Tujuannya, kata dia, untuk memperoleh surat keputusan anak berkewarganegaraan ganda sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006.
Cahyo R Muzhar mengakui implementasi UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam pelaksanaannya sampai saat ini terdapat beberapa permasalahan kewarganegaraan yang dihadapi, mengingat dinamika futuristik kewarganegaraan yang begitu cepat.
Seiring berjalannya waktu dan timbulnya kebutuhan, ujar dia, terdapat hal yang menjadi permasalahan pelaksanaan UU Kewarganegaraan. Salah satunya tentang anak hasil perkawinan campuran yang biasa disebut anak berkewarganegaraan ganda, kata Cahyo.
Kemenkumham sedang melakukan upaya penyelesaian terhadap permasalahan kewarganegaraan tersebut melalui proses perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Indonesia yang merupakan turunan dari UU Kewarganegaraan.
Salah satu materi perubahannya adalah mengenai tata cara pewarganegaraan bagi anak-anak yang tidak mendaftar sesuai ketentuan Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006, dan anak yang telah mendaftar sesuai ketentuan Pasal 41 namun tidak memilih kewarganegaraan Republik Indonesia sampai batas waktu yang ditentukan berakhir.