Mataram (ANTARA) - Dinas Pendidikan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menerapkan kebijakan penggunaan pakaian adat Suku Sasak setiap hari Sabtu, pada minggu ke tiga setiap bulannya sebagai salah satu upaya pelestarian budaya lokal Suku Sasak.
"Selain itu, penggunaan pakaian khas sasak ini masuk ke dalam materi pelajaran muatan lokal yaitu mengembangan kebudayaan daerah, sekaligus bertujuan untuk mengembalikan suasan sekolah seperti sebelum pandemi," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram H Lalu Fatwir Uzali, Rabu.
Untuk melaksanakan hal itu, pihaknya telah mengirim surat edaran kepada semua sekolah tingkat SD dan SMP se-Kota Mataram, terkait penggunaan pakaian daerah di lingkungan sekolah pada minggu ketiga setiap bulan. Baik untuk guru maupun pelajar.
Pakaian yang dianjurkan untuk digunakan yaitu pakaian sasak keseharian, bukan pakaian sasak nyongkolan. Untuk guru atau siswa perempuan bisa memakai lambung atau kebaya.
"Tapi, pakaian yang paling nyaman untuk beraktifitas di sekolah, ya lambung. Sedangkan untuk yang muslim bisa dilengkapi dengan menggunakan hijab dan manset. Perlu diingat, guru dan siswa tidak harus berias apalagi masuk salon," katanya.
Sedangkan untuk laki-laki, lanjutnya, hanya disarankan untuk mengunakan sapuq (ikat kepala khas Suku Sasak) dan sarung untuk bagian bawahnya. Tapi untuk atasan bisa bebas tidak harus pakai "pengon" (Baju khas Suku Sasak).
"Untuk atasannya, bisa pakai baju sekolah bisa, baju kaos bisa atau lainnya, tapi yang jelas bawahnya pakai kain. Kainnya pun, bisa sarung atau lainnya. Intinya, kita tidak ingin memberatkan siswa dan orangtua," katanya.
Lebih jauh Fatwir mengatakan, kebijakan itu diterapkan untuk menggali kembali potensi budaya lokal. Hal ini juga sudah dilakukan dua tahun yang lalu sebelum pandemi COVID-19 yang disebut dengan "Sabtu Budaya".
"Jadi sekarang kita hidupkan lagi. Bahkan pada hari penggunakan pakai adat, kita juga meminta anak-anak dan guru menggunakan bahasa Sasak," katanya menambahkan.
"Selain itu, penggunaan pakaian khas sasak ini masuk ke dalam materi pelajaran muatan lokal yaitu mengembangan kebudayaan daerah, sekaligus bertujuan untuk mengembalikan suasan sekolah seperti sebelum pandemi," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram H Lalu Fatwir Uzali, Rabu.
Untuk melaksanakan hal itu, pihaknya telah mengirim surat edaran kepada semua sekolah tingkat SD dan SMP se-Kota Mataram, terkait penggunaan pakaian daerah di lingkungan sekolah pada minggu ketiga setiap bulan. Baik untuk guru maupun pelajar.
Pakaian yang dianjurkan untuk digunakan yaitu pakaian sasak keseharian, bukan pakaian sasak nyongkolan. Untuk guru atau siswa perempuan bisa memakai lambung atau kebaya.
"Tapi, pakaian yang paling nyaman untuk beraktifitas di sekolah, ya lambung. Sedangkan untuk yang muslim bisa dilengkapi dengan menggunakan hijab dan manset. Perlu diingat, guru dan siswa tidak harus berias apalagi masuk salon," katanya.
Sedangkan untuk laki-laki, lanjutnya, hanya disarankan untuk mengunakan sapuq (ikat kepala khas Suku Sasak) dan sarung untuk bagian bawahnya. Tapi untuk atasan bisa bebas tidak harus pakai "pengon" (Baju khas Suku Sasak).
"Untuk atasannya, bisa pakai baju sekolah bisa, baju kaos bisa atau lainnya, tapi yang jelas bawahnya pakai kain. Kainnya pun, bisa sarung atau lainnya. Intinya, kita tidak ingin memberatkan siswa dan orangtua," katanya.
Lebih jauh Fatwir mengatakan, kebijakan itu diterapkan untuk menggali kembali potensi budaya lokal. Hal ini juga sudah dilakukan dua tahun yang lalu sebelum pandemi COVID-19 yang disebut dengan "Sabtu Budaya".
"Jadi sekarang kita hidupkan lagi. Bahkan pada hari penggunakan pakai adat, kita juga meminta anak-anak dan guru menggunakan bahasa Sasak," katanya menambahkan.