Mataram (ANTARA) - Ketua Dewan Pengawas Majelis Budhayana Indonesia Nusa Tenggara Barat Sudirsah Sudjanto menyesalkan mutasi enam pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Agama.

"Kebijakan Menteri Agama yang memutasi enam pejabat itu adalah kebijakan ngawur dan tidak beralasan," kata dia di Mataram, Rabu.

Ia menilai, keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas memberhentikan empat Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Masyarakat (Bimas) di Kementerian Agama, yakni Dirjen Bimas Hindu Tri Handoko Seto, Dirjen Bimas Buddha Caliadi, Dirjen Bimas Katolik Yohanes Bayu Samodro, dan Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury telah mencederai umat Buddha sehingga dirinya meminta kepada Presiden Joko Widodo, mencopot Menag dan sekretarisnya.

Menurut Sudirsah, jika pencopotan empat dirjen itu ada kaitan persoalan hukum, misalnya narkoba, perbuatan asusila, dan lainnya maka sangat dipahami.

Anggota DPRD NTB ini melihat kinerja Caliadi yang merupakan putra Kabupaten Lombok Utara, NTB itu tidak diragukan saat menjabat Pembimas Buddha di Kanwil Kemenag NTB, mampu mendekatkan umat.

Oleh karena itu, ia akan meminta Komisi VIII DPR RI memanggil Menag RI, mempertanyakan alasan pencopotan empat dirjen dan dua irjen.

Bahkan, Sudirsah sudah meminta kepada semua lembaga dan organisasi Buddha di NTB untuk melakukan upaya dan bersurat ke Presiden agar mengevaluasi Menag.

Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas melakukan mutasi terhadap enam pejabat eselon I yakni Inspektur Jenderal, Kepala Balitbang-Diklat, Direktur Jenderal Bimas Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, sebagai upaya penyegaran organisasi.

"Mutasi adalah hal yang biasa untuk penyegaran organisasi," ujar Sekretaris Jenderal Kemenag Nizar Ali di Jakarta, Selasa (21/12).

Nizar mengatakan Menag selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) memiliki kewenangan untuk memutasi personel organisasinya dengan beragam pertimbangan, salah satunya penyegaran.

Di samping itu, Menag juga memiliki kewenangan untuk tidak menyampaikan alasan mutasi ke yang bersangkutan.

"Alasan atau pertimbangan melakukan mutasi itu menjadi hak PPK dan bukan untuk konsumsi publik. Yang pasti, mutasi yang saat ini diambil itu bukan hukuman, tapi upaya penyegaran organisasi. Ini hal biasa. Setiap ASN harus siap ditempatkan dan dipindahkan," ujarnya.

Mutasi juga, kata dia, dalam rangka pemantapan dan peningkatan kapasitas kelembagaan, sekaligus menjadi bagian dari pola dari pembinaan karier pegawai.

Sebagai bagian dari upaya penyegaran dan peningkatan kinerja, mutasi harus dimaknai dari sudut pandang kepentingan kementerian, bukan kepentingan orang per orang atau kelompok," kata dia.

Menanggapi rencana sejumlah dirjen yang akan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena menilai proses mutasi tidak transparan, Nizar mempersilakannya karena telah diatur dalam undang-undang.

"Gugatan ke PTUN merupakan hak yang bersangkutan dan memang diatur dalam undang-undang. Jadi silakan saja," kata dia.

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024