Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menetapkan jaksa gadungan yang mencatut jabatan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram berinisial AN sebagai tersangka kasus penipuan dan penggelapan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Mataram Komisaris Polisi Kadek Adi Budi Astawa di Mataram, Kamis, mengatakan bahwa pihaknya menetapkan AN sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara penyelidikan.
"Sekarang kasusnya sudah naik penyidikan dan menetapkan AN sebagai tersangka," kata Kadek Adi.
Dalam penetapan, penyidik kepolisian turut menahan tersangka AN di Ruang Tahanan Polresta Mataram. Sebagai tersangka, AN disangkakan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
"Jadi menurut hasil gelar perkara, unsur pidana sudah memenuhi syarat AN sebagai tersangka," ucap dia.
Lebih lanjut, Kadek Adi mengatakan bahwa pada tahap penyidikan ini masih ada tahap pendalaman alat bukti. Penyidik mengupayakan hal tersebut dengan mengagendakan serangkaian pemeriksaan saksi.
"Karena ada alat bukti yang perlu dikuatkan lagi perihal sangkaan pidana-nya, jadi masih akan ada rangkaian pemeriksaan saksi yang kami agendakan sebelum nantinya dilimpahkan ke jaksa," ujarnya.
Dalam kasus ini AN ditangkap ketika sedang berada di ruangan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lombok Utara. Penangkapan Kamis (27/1) tersebut terlaksana berkat informasi yang datang dari Direktur RSUD Lombok Utara.
Dalam laporannya, AN menghadap Direktur RSUD Lombok Utara dengan mengaku sebagai Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram.
AN saat itu menjanjikan akan menghentikan kasus RSUD Lombok Utara yang kini sedang berjalan di tahap penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Janji tersebut diberikannya dengan syarat penyerahan uang.
Modus demikian juga sebelumnya telah dijalankan. Tersangka AN berhasil melancarkannya pada Maret 2021 kepada korban berinisial KSM.
Saat itu, AN yang juga mengaku sebagai Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram itu menjanjikan proyek penimbunan di kawasan Asrama Haji Embarkasi Lombok.
Dengan modus catut jabatan tersebut, AN meminta uang mahar proyek senilai Rp25 juta. Korban yang terseret dalam modus AN, kemudian menyerahkan uang tanda jadi melalui pengiriman antar rekening perbankan senilai Rp10 juta.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Mataram Komisaris Polisi Kadek Adi Budi Astawa di Mataram, Kamis, mengatakan bahwa pihaknya menetapkan AN sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara penyelidikan.
"Sekarang kasusnya sudah naik penyidikan dan menetapkan AN sebagai tersangka," kata Kadek Adi.
Dalam penetapan, penyidik kepolisian turut menahan tersangka AN di Ruang Tahanan Polresta Mataram. Sebagai tersangka, AN disangkakan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
"Jadi menurut hasil gelar perkara, unsur pidana sudah memenuhi syarat AN sebagai tersangka," ucap dia.
Lebih lanjut, Kadek Adi mengatakan bahwa pada tahap penyidikan ini masih ada tahap pendalaman alat bukti. Penyidik mengupayakan hal tersebut dengan mengagendakan serangkaian pemeriksaan saksi.
"Karena ada alat bukti yang perlu dikuatkan lagi perihal sangkaan pidana-nya, jadi masih akan ada rangkaian pemeriksaan saksi yang kami agendakan sebelum nantinya dilimpahkan ke jaksa," ujarnya.
Dalam kasus ini AN ditangkap ketika sedang berada di ruangan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lombok Utara. Penangkapan Kamis (27/1) tersebut terlaksana berkat informasi yang datang dari Direktur RSUD Lombok Utara.
Dalam laporannya, AN menghadap Direktur RSUD Lombok Utara dengan mengaku sebagai Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram.
AN saat itu menjanjikan akan menghentikan kasus RSUD Lombok Utara yang kini sedang berjalan di tahap penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Janji tersebut diberikannya dengan syarat penyerahan uang.
Modus demikian juga sebelumnya telah dijalankan. Tersangka AN berhasil melancarkannya pada Maret 2021 kepada korban berinisial KSM.
Saat itu, AN yang juga mengaku sebagai Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram itu menjanjikan proyek penimbunan di kawasan Asrama Haji Embarkasi Lombok.
Dengan modus catut jabatan tersebut, AN meminta uang mahar proyek senilai Rp25 juta. Korban yang terseret dalam modus AN, kemudian menyerahkan uang tanda jadi melalui pengiriman antar rekening perbankan senilai Rp10 juta.