Mataram (ANTARA) - Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Komisaris Besar Polisi I Gusti Putu Gede Ekawana mengatakan, aktivitas usaha penjualan minyak goreng curah dengan mencantumkan label kemasan bisa dipidana.
"Kalau bahasanya 'repacking' (pengemasan ulang), dari curah dikemas dibuatkan label kemasan, itu ranah-nya sudah masuk ke penanganan indagsi," kata Ekawana di Mataram, Rabu.
Indagsi merupakan salah satu bidang di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB yang menangani pelanggaran pidana industri, perdagangan, dan investasi.
Dari aturan khususnya, persoalan tersebut ada diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 18/2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Karena sudah disubsidi pemerintah, jadi minyak goreng curah itu hanya untuk kalangan menengah ke bawah, kalangan ibu rumah tangga, dan UMKM. Restoran, hotel, itu tidak boleh pakai curah," ujarnya.
Selain itu, pengusaha minyak goreng juga harus mengantongi izin edar dan usaha industri. Pihak perusahaan juga wajib mengajukan label Standar Nasional Indonesia (SNI) dan sertifikasi halal. Tentunya hal itu harus melalui kajian dan uji klinis, baik dalam hal pengemasan maupun pemasaran.
Dengan menyampaikan pemaparan demikian, Ekawana berharap masyarakat bisa mempelajari dan memahami lebih lanjut perihal aturan tersebut.
Apabila ada menemukan aktivitas penjualan minyak goreng curah yang dirubah ke dalam kemasan berlabel, dia minta untuk segera laporkan ke pihak kepolisian.
Ekawana pun meyakinkan bahwa Polda NTB akan tetap mengawasi aktivitas jual beli minyak goreng di tengah masyarakat, mulai dari produsen hingga peredaran di tingkat konsumen.
Hal itu pun dipastikannya sesuai dengan instruksi Kapolri untuk memantau dan mengawasi peredaran minyak goreng curah yang kini disubsidi pemerintah menjadi satu harga sesuai dengan aturan terbaru harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter atau 15.500 per kilogram.
"Kalau bahasanya 'repacking' (pengemasan ulang), dari curah dikemas dibuatkan label kemasan, itu ranah-nya sudah masuk ke penanganan indagsi," kata Ekawana di Mataram, Rabu.
Indagsi merupakan salah satu bidang di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB yang menangani pelanggaran pidana industri, perdagangan, dan investasi.
Dari aturan khususnya, persoalan tersebut ada diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 18/2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Karena sudah disubsidi pemerintah, jadi minyak goreng curah itu hanya untuk kalangan menengah ke bawah, kalangan ibu rumah tangga, dan UMKM. Restoran, hotel, itu tidak boleh pakai curah," ujarnya.
Selain itu, pengusaha minyak goreng juga harus mengantongi izin edar dan usaha industri. Pihak perusahaan juga wajib mengajukan label Standar Nasional Indonesia (SNI) dan sertifikasi halal. Tentunya hal itu harus melalui kajian dan uji klinis, baik dalam hal pengemasan maupun pemasaran.
Dengan menyampaikan pemaparan demikian, Ekawana berharap masyarakat bisa mempelajari dan memahami lebih lanjut perihal aturan tersebut.
Apabila ada menemukan aktivitas penjualan minyak goreng curah yang dirubah ke dalam kemasan berlabel, dia minta untuk segera laporkan ke pihak kepolisian.
Ekawana pun meyakinkan bahwa Polda NTB akan tetap mengawasi aktivitas jual beli minyak goreng di tengah masyarakat, mulai dari produsen hingga peredaran di tingkat konsumen.
Hal itu pun dipastikannya sesuai dengan instruksi Kapolri untuk memantau dan mengawasi peredaran minyak goreng curah yang kini disubsidi pemerintah menjadi satu harga sesuai dengan aturan terbaru harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter atau 15.500 per kilogram.