Hanoi, Vietnam (ANTARA) - Vietnam, negara paling utara di kawasan Asia Tenggara ini memiliki jumlah penduduk sekitar 96 juta jiwa, yang komposisi antara warga perempuan dan laki-laki relatif seimbang.
Walau 50,2 persen dari total penduduknya adalah perempuan, namun sangat jarang dijumpai dari mereka yang mengendarai kendaraan roda empat. Ini berbeda dengan di Indonesia, terutama di kota-kota besarnya.
ANTARA yang berkunjung ke Hanoi, ibu kota Vietnam untuk keperluan peliputan SEA Games 2021 sejak 11 Mei 2022 melihat para perempuan justru lebih menyukai kendaraan roda dua.
Salah seorang warga Hanoi, Hoai, yang dijumpai ANTARA di kawasan pasar tradisional Lao Cai langsung tertawa ketika ditanya hal tersebut.
“Mereka (perempuan) takut menyetir mobil, di sini jalanan ramai. Perempuan suka tidak sabar, dan jika mereka menyetir akan sangat membahayakan orang lain,” kata Hoai.
Oleh karena itu perempuan di Hanoi lebih banyak mengendarai roda dua, mulai dari jenis matic, 2-tak hingga listrik.
Tapi, hendaklah jangan disamakan dengan di Indonesia yang kerap mendapati ‘emak-emak’ berkendara seenaknya, melaju di ruas tengah dan dalam tempo lambat.
Di sini, perempuannya bisa dikatakan lihai dalam menggeber kendaraan roda duanya, mereka bisa ngebut hingga menyalip.
Akan tetapi cara berkendara seperti ini juga yang kerap membuat ‘jantungan’ saat melihatnya.
Lalu lintas Hanoi bisa dikatakan semerawut. Bagi yang pertama kali mendatangi kota ini tentunya akan terasa sekali perbedaannya dengan Jakarta, ibu kota Indonesia.
Di perempatan jalan yang padat, bisa dikatakan lampu merah tak jadi acuan.
ANTARA bahkan ragu, apakah aturan lampu merah yang mengharuskan kendaraan berhenti dan lampu hijau yang memperbolehkan kendaraan untuk berjalan itu sama seperti aturan yang berlaku di Indonesia.
Supir kendaraan roda empat maupun roda dua hanya celinguk kanan-kiri untuk melintasi perempatan berlampu merah itu.
Andalan mereka hanya membunyikan klakson agar saling waspada karena berani menerobos lampu merah walau bersilang-silangan arah.
Tak hanya aturan di lampu merah, fasilitas lainnya seperti zebra cross juga sepertinya tak terlalu digunakan sesuai fungsinya.
Pada beberapa kesempatan, ANTARA mendapati kendaraan roda dua nyaris bertabrakan, bahkan ada juga yang mengalami kecelakaan. Tak jarang mereka beradu sumpah serapah, hingga saling menunjuk muka saat kendaraan sama-sama melaju.
Lebih mengherankan lagi, di saat lalu lintas padat terutama di sore hari sekitar pukul lima hingga pukul enam sore sama sekali tak terlihat polisi mengatur lalu lintas.
Walau 50,2 persen dari total penduduknya adalah perempuan, namun sangat jarang dijumpai dari mereka yang mengendarai kendaraan roda empat. Ini berbeda dengan di Indonesia, terutama di kota-kota besarnya.
ANTARA yang berkunjung ke Hanoi, ibu kota Vietnam untuk keperluan peliputan SEA Games 2021 sejak 11 Mei 2022 melihat para perempuan justru lebih menyukai kendaraan roda dua.
Salah seorang warga Hanoi, Hoai, yang dijumpai ANTARA di kawasan pasar tradisional Lao Cai langsung tertawa ketika ditanya hal tersebut.
“Mereka (perempuan) takut menyetir mobil, di sini jalanan ramai. Perempuan suka tidak sabar, dan jika mereka menyetir akan sangat membahayakan orang lain,” kata Hoai.
Oleh karena itu perempuan di Hanoi lebih banyak mengendarai roda dua, mulai dari jenis matic, 2-tak hingga listrik.
Tapi, hendaklah jangan disamakan dengan di Indonesia yang kerap mendapati ‘emak-emak’ berkendara seenaknya, melaju di ruas tengah dan dalam tempo lambat.
Di sini, perempuannya bisa dikatakan lihai dalam menggeber kendaraan roda duanya, mereka bisa ngebut hingga menyalip.
Akan tetapi cara berkendara seperti ini juga yang kerap membuat ‘jantungan’ saat melihatnya.
Lalu lintas Hanoi bisa dikatakan semerawut. Bagi yang pertama kali mendatangi kota ini tentunya akan terasa sekali perbedaannya dengan Jakarta, ibu kota Indonesia.
Di perempatan jalan yang padat, bisa dikatakan lampu merah tak jadi acuan.
ANTARA bahkan ragu, apakah aturan lampu merah yang mengharuskan kendaraan berhenti dan lampu hijau yang memperbolehkan kendaraan untuk berjalan itu sama seperti aturan yang berlaku di Indonesia.
Supir kendaraan roda empat maupun roda dua hanya celinguk kanan-kiri untuk melintasi perempatan berlampu merah itu.
Andalan mereka hanya membunyikan klakson agar saling waspada karena berani menerobos lampu merah walau bersilang-silangan arah.
Tak hanya aturan di lampu merah, fasilitas lainnya seperti zebra cross juga sepertinya tak terlalu digunakan sesuai fungsinya.
Pada beberapa kesempatan, ANTARA mendapati kendaraan roda dua nyaris bertabrakan, bahkan ada juga yang mengalami kecelakaan. Tak jarang mereka beradu sumpah serapah, hingga saling menunjuk muka saat kendaraan sama-sama melaju.
Lebih mengherankan lagi, di saat lalu lintas padat terutama di sore hari sekitar pukul lima hingga pukul enam sore sama sekali tak terlihat polisi mengatur lalu lintas.