Jakarta (ANTARA) - Duta Besar RI untuk Bangladesh Heru Hartanto Subolo mengatakan siap mengemban tugas sebagai dubes dan meningkatkan kerja sama bilateral ekonomi antara Indonesia dan Bangladesh.
Pernyataan tersebut disampaikan Heru saat menyerahkan surat kepercayaan kepada Presiden Bangladesh Abdul Hamid, menurut keterangan tertulis KBRI Dhaka yang diterima di Jakarta, Senin.
Dia mengaku sangat antusias untuk menjalankan visi dan misi yang diemban selama bertugas di Bangladesh dan Nepal, yakni memperkuat diplomasi ekonomi guna mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Dia menyebutkan beberapa upaya diplomasi ekonomi yang sedang dilakukan, antara lain penyelesaian perjanjian dagang istimewa (Preferential Trade Agreement/PTA) Indonesia-Bangladesh, mendorong realisasi kesepakatan bisnis BUMN Indonesia di sektor energi Bangladesh melalui realisasi proyek PT Pertamina Power Indonesia (PPI) dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), serta meningkatkan akses pasar bagi produk strategis dan komoditi unggulan Indonesia.
Bangladesh merupakan mitra dagang Indonesia ke-3 terbesar di kawasan Asia Selatan dan Indonesia menikmati surplus yang cukup signifikan. Bangladesh adalah pasar bagi industri strategis dan ekspor produk unggulan Indonesia, antara lain gerbong kereta buatan PT INKA, bus dan kelapa sawit.
Negara itu merupakan salah satu pasar non-tradisional potensial untuk peningkatan ekspor Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan peningkatan volume perdagangan bilateral kedua negara yang melonjak dari 1,76 miliar dolar AS pada 2020 menjadi 3,03 miliar dolar AS (Rp44,16 triliun) pada 2021, menurut keterangan KBRI Dhaka.
Bangladesh juga merupakan negara dengan jumlah penduduk sekitar 162 juta, 7 persen di antaranya kelas menengah ke atas.
Kalangan menengah ke atas di Bangladesh pada 2025 diprediksi mencapai 20 persen dari total penduduknya atau sekitar 40 juta jiwa. Negara itu ditargetkan menjadi negara berkembang pada 2026.
Pertumbuhan ekonomi Bangladesh cukup tinggi dan stabil. Sejak 2011, pertumbuhan ekonominya rata-rata di atas 6,8 persen. Bahkan sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi Bangladesh mencapai 8,2 persen pada 2019. Pada 2020 pertumbuhan ekonominya mencapai 8 persen.
Mempertimbangkan fakta-fakta tersebut, menurut KBRI Dhaka, Indonesia perlu menjadi mitra utama Bangladesh dan memanfaatkan momentum pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang sedang berlangsung di negara itu.
Baca juga: Dubes RI untuk Swiss: Tak ada batas waktu pencarian putra Ridwan Kamil
Baca juga: Perhiasan karya anak Indonesia asal NTB gebrak pasar Singapura
Pandemi COVID-19 telah memengaruhi pertumbuhan ekonomi Bangladesh. Hampir 62 persen warga Bangladesh kehilangan pekerjaan. Pemerintah negara itu juga membatalkan 10 proyek pembangkit listrik tenaga batubara.
Namun, cadangan devisa Bangladesh hingga Juni 2021 mencapai 46 miliar dolar AS (Rp670,42 triliun) yang diperoleh dari pekerja migran di luar negeri.
Sebagian besar ekonomi Bangladesh disumbang oleh industri tekstil yang mencakup pakaian jadi (RMG) dan pakaian rajut, serta pengiriman uang (remmitance) dari tenaga kerja Bangladesh di luar negeri.
Sektor RMG menyumbang 76 persen dari total ekspor Bangladesh dan menyerap 42 juta tenaga kerja. Namun, lebih dari 90 persen barang konsumsi dan kebutuhan penunjang hidup lainnya di negara itu adalah produk impor.
Selain mendorong investasi BUMN Indonesia di sektor energi dan infrastruktur Bangladesh, Heru juga tengah mengupayakan kerja sama bidang kesehatan, termasuk kerja sama dalam bidang obat-obatan dan vaksin guna menghadapi potensi pandemi mendatang.
Selama pandemi COVID-19, Bangladesh telah memberikan dukungan dalam bentuk obat-obatan kepada Indonesia. Kerja sama di bidang pertahanan juga tengah dilakukan demi mendorong penjualan produk pertahanan buatan Indonesia. Selain itu, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan Bangladesh ke Indonesia, Heru juga akan mendorong realisasi penerbangan langsung Bangladesh-Indonesia dengan maskapai Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Heru saat menyerahkan surat kepercayaan kepada Presiden Bangladesh Abdul Hamid, menurut keterangan tertulis KBRI Dhaka yang diterima di Jakarta, Senin.
Dia mengaku sangat antusias untuk menjalankan visi dan misi yang diemban selama bertugas di Bangladesh dan Nepal, yakni memperkuat diplomasi ekonomi guna mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Dia menyebutkan beberapa upaya diplomasi ekonomi yang sedang dilakukan, antara lain penyelesaian perjanjian dagang istimewa (Preferential Trade Agreement/PTA) Indonesia-Bangladesh, mendorong realisasi kesepakatan bisnis BUMN Indonesia di sektor energi Bangladesh melalui realisasi proyek PT Pertamina Power Indonesia (PPI) dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), serta meningkatkan akses pasar bagi produk strategis dan komoditi unggulan Indonesia.
Bangladesh merupakan mitra dagang Indonesia ke-3 terbesar di kawasan Asia Selatan dan Indonesia menikmati surplus yang cukup signifikan. Bangladesh adalah pasar bagi industri strategis dan ekspor produk unggulan Indonesia, antara lain gerbong kereta buatan PT INKA, bus dan kelapa sawit.
Negara itu merupakan salah satu pasar non-tradisional potensial untuk peningkatan ekspor Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan peningkatan volume perdagangan bilateral kedua negara yang melonjak dari 1,76 miliar dolar AS pada 2020 menjadi 3,03 miliar dolar AS (Rp44,16 triliun) pada 2021, menurut keterangan KBRI Dhaka.
Bangladesh juga merupakan negara dengan jumlah penduduk sekitar 162 juta, 7 persen di antaranya kelas menengah ke atas.
Kalangan menengah ke atas di Bangladesh pada 2025 diprediksi mencapai 20 persen dari total penduduknya atau sekitar 40 juta jiwa. Negara itu ditargetkan menjadi negara berkembang pada 2026.
Pertumbuhan ekonomi Bangladesh cukup tinggi dan stabil. Sejak 2011, pertumbuhan ekonominya rata-rata di atas 6,8 persen. Bahkan sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi Bangladesh mencapai 8,2 persen pada 2019. Pada 2020 pertumbuhan ekonominya mencapai 8 persen.
Mempertimbangkan fakta-fakta tersebut, menurut KBRI Dhaka, Indonesia perlu menjadi mitra utama Bangladesh dan memanfaatkan momentum pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang sedang berlangsung di negara itu.
Baca juga: Dubes RI untuk Swiss: Tak ada batas waktu pencarian putra Ridwan Kamil
Baca juga: Perhiasan karya anak Indonesia asal NTB gebrak pasar Singapura
Pandemi COVID-19 telah memengaruhi pertumbuhan ekonomi Bangladesh. Hampir 62 persen warga Bangladesh kehilangan pekerjaan. Pemerintah negara itu juga membatalkan 10 proyek pembangkit listrik tenaga batubara.
Namun, cadangan devisa Bangladesh hingga Juni 2021 mencapai 46 miliar dolar AS (Rp670,42 triliun) yang diperoleh dari pekerja migran di luar negeri.
Sebagian besar ekonomi Bangladesh disumbang oleh industri tekstil yang mencakup pakaian jadi (RMG) dan pakaian rajut, serta pengiriman uang (remmitance) dari tenaga kerja Bangladesh di luar negeri.
Sektor RMG menyumbang 76 persen dari total ekspor Bangladesh dan menyerap 42 juta tenaga kerja. Namun, lebih dari 90 persen barang konsumsi dan kebutuhan penunjang hidup lainnya di negara itu adalah produk impor.
Selain mendorong investasi BUMN Indonesia di sektor energi dan infrastruktur Bangladesh, Heru juga tengah mengupayakan kerja sama bidang kesehatan, termasuk kerja sama dalam bidang obat-obatan dan vaksin guna menghadapi potensi pandemi mendatang.
Selama pandemi COVID-19, Bangladesh telah memberikan dukungan dalam bentuk obat-obatan kepada Indonesia. Kerja sama di bidang pertahanan juga tengah dilakukan demi mendorong penjualan produk pertahanan buatan Indonesia. Selain itu, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan Bangladesh ke Indonesia, Heru juga akan mendorong realisasi penerbangan langsung Bangladesh-Indonesia dengan maskapai Indonesia.