Mataram (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Zainuddin Abdul Madjid (Stamet ZAM) menggelar Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) yang diikuti 100 orang nelayan di Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Kepala BMKG Stamet ZAM, Cucu Kusmayancu mengatakan dipilihnya Labuhan Lombok sebagai lokasi kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) ini karena wilayah itu merupakan sentra terbesar tangkap ikan di NTB.
"SLCN ini merupakan langkah nyata BMKG dalam mendukung program Ketahanan Pangan Nasional melalui pendekatan adaptasi resiko iklim, terutama di sektor kelautan dan perikanan," ujarnya dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Senin.
Ia mengatakan kondisi cuaca dan iklim yang sangat beragam merupakan tantangan utama dalam pengelolaan di berbagai sektor khususnya perikanan. Atas dasar itu nelayan didorong melalui SLCN untuk mendapatkan informasi cuaca, prakiraan musim, cuaca ekstrem, prakiraan gelombang dan kecepatan angin.
Diharapkan para nelayan dan pemangku kepentingan dapat memahami informasi cuaca yang dibutuhkan untuk menunjang keselamatan berlayar, sehingga harapannya dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan.
"Dari 100 orang nelayan yang mengikuti kegiatan ini, 75 orang di antaranya berasal dari nelayan Labuhan Lombok. Dan sisanya sekitar 25 orang berasal dari nelayan di sekitar seperti Labuhan Haji dan Keruak," katanya.
Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo mengatakan sejak 2016, BMKG telah berupaya dekat dengan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman kepada para nelayan dan penyuluh perikanan terkait informasi cuaca atau iklim dan pemanfaatan-nya melalui kegiatan SLCN.
"Tahun ini kami laksanakan di 38 lokasi di seluruh Indonesia, salah satunya NTB," ujarnya.
Ia menyampaikan total sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2016 sampai dengan 2022 telah diselenggarakan 128 lokasi SLCN di seluruh Indonesia.
"Upaya tersebut sebagai bagian untuk mendukung kegiatan pemerintah dalam ketahanan pangan serta nawacita pembangunan di bidang maritim atau kelautan," kata Eko Prasetyo.
Menurutnya, NTB merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang berlimpah akan sumberdaya perikanan dan kelautan-nya. Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan ini banyak dimanfaatkan baik untuk perikanan tangkap, perikanan budi daya, tambak garam, konservasi maupun wisata bahari.
Pemanfaatan sumber daya perikanan laut di NTB telah dimanfaatkan oleh nelayan lokal dan diperdagangkan untuk sumber pendapatan ekonomi masyarakat dan penerimaan daerah. Hal ini tentunya memicu intensitas pemanfaatan sumber daya perikanan yang semakin meningkat.
Sementara itu Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama (SJP) mengatakan beberapa banyak nelayan tradisional di NTB pandai membaca cuaca dengan melihat bulan dan merasakan suhu. Namun dengan itu dirasa tidak cukup karena perubahan cuaca yang saat ini terjadi tidak bisa diprediksi secara begitu saja.
"Dulu cuaca itu disiplin, sekarang ini tidak. oleh karena itu nelayan harus pandai agar bisa eksis dan sukses. Perubahan iklim secara global dan lokal bisa dipelajari melalui SLCN. Bekal ilmu teori, keilmuan dan pengalaman nelayan akan jadi modal dalam menangkap ikan," katanya.
SLCN digelar selama satu hari bertempat di Balai Pelabuhan Perikanan Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini juga diikuti Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: 100 nelayan di NTB ikuti sekolah lapang cuaca
Kepala BMKG Stamet ZAM, Cucu Kusmayancu mengatakan dipilihnya Labuhan Lombok sebagai lokasi kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) ini karena wilayah itu merupakan sentra terbesar tangkap ikan di NTB.
"SLCN ini merupakan langkah nyata BMKG dalam mendukung program Ketahanan Pangan Nasional melalui pendekatan adaptasi resiko iklim, terutama di sektor kelautan dan perikanan," ujarnya dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Senin.
Ia mengatakan kondisi cuaca dan iklim yang sangat beragam merupakan tantangan utama dalam pengelolaan di berbagai sektor khususnya perikanan. Atas dasar itu nelayan didorong melalui SLCN untuk mendapatkan informasi cuaca, prakiraan musim, cuaca ekstrem, prakiraan gelombang dan kecepatan angin.
Diharapkan para nelayan dan pemangku kepentingan dapat memahami informasi cuaca yang dibutuhkan untuk menunjang keselamatan berlayar, sehingga harapannya dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan.
"Dari 100 orang nelayan yang mengikuti kegiatan ini, 75 orang di antaranya berasal dari nelayan Labuhan Lombok. Dan sisanya sekitar 25 orang berasal dari nelayan di sekitar seperti Labuhan Haji dan Keruak," katanya.
Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo mengatakan sejak 2016, BMKG telah berupaya dekat dengan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman kepada para nelayan dan penyuluh perikanan terkait informasi cuaca atau iklim dan pemanfaatan-nya melalui kegiatan SLCN.
"Tahun ini kami laksanakan di 38 lokasi di seluruh Indonesia, salah satunya NTB," ujarnya.
Ia menyampaikan total sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2016 sampai dengan 2022 telah diselenggarakan 128 lokasi SLCN di seluruh Indonesia.
"Upaya tersebut sebagai bagian untuk mendukung kegiatan pemerintah dalam ketahanan pangan serta nawacita pembangunan di bidang maritim atau kelautan," kata Eko Prasetyo.
Menurutnya, NTB merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang berlimpah akan sumberdaya perikanan dan kelautan-nya. Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan ini banyak dimanfaatkan baik untuk perikanan tangkap, perikanan budi daya, tambak garam, konservasi maupun wisata bahari.
Pemanfaatan sumber daya perikanan laut di NTB telah dimanfaatkan oleh nelayan lokal dan diperdagangkan untuk sumber pendapatan ekonomi masyarakat dan penerimaan daerah. Hal ini tentunya memicu intensitas pemanfaatan sumber daya perikanan yang semakin meningkat.
Sementara itu Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama (SJP) mengatakan beberapa banyak nelayan tradisional di NTB pandai membaca cuaca dengan melihat bulan dan merasakan suhu. Namun dengan itu dirasa tidak cukup karena perubahan cuaca yang saat ini terjadi tidak bisa diprediksi secara begitu saja.
"Dulu cuaca itu disiplin, sekarang ini tidak. oleh karena itu nelayan harus pandai agar bisa eksis dan sukses. Perubahan iklim secara global dan lokal bisa dipelajari melalui SLCN. Bekal ilmu teori, keilmuan dan pengalaman nelayan akan jadi modal dalam menangkap ikan," katanya.
SLCN digelar selama satu hari bertempat di Balai Pelabuhan Perikanan Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini juga diikuti Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: 100 nelayan di NTB ikuti sekolah lapang cuaca