New York (ANTARA) - Harga minyak sedikit beragam pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena pasar menilai risiko dari sisi penawaran dan permintaan, menyeimbangkan penurunan permintaan yang diperkirakan karena pengujian massal untuk COVID-19 di China terhadap kekhawatiran yang sedang berlangsung atas ketatnya pasokan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September naik tipis 8 sen atau 0,1 persen, menjadi menetap di 07,10 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah berjaka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 70 sen atau 0,7 persen, menjadi ditutup di 104,09 dolar AS per barel.

Dengan Federal Reserve AS diperkirakan akan terus menaikkan suku bunga, open interest di bursa berjangka New York Mercantile Exchange (NYMEX) turun pada 7 Juli ke level terendah sejak Oktober 2015 karena investor mengurangi aset-aset berisiko.

Pekan lalu, spekulan minyak memangkas posisi net long futures dan opsi mereka di NYMEX dan Intercontinental Exchanges ke level terendah sejak April 2020. "Pasar minyak ditarik ke dua arah dengan fundamental fisik yang sangat ketat terhadap kekhawatiran permintaan yang berwawasan ke depan dan tanda-tanda kehancuran permintaan yang disebabkan oleh harga," kata analis di EBW Analytics dalam sebuah catatan.

Baca juga: Pertamina kembali naikkan harga BBM nonsubsidi

Pasar diguncang di awal sesi oleh berita bahwa China telah menemukan kasus pertama dari subvarian Omicron yang sangat menular di Shanghai yang dapat mengarah pada putaran pengujian massal lainnya, yang akan mengurangi permintaan bahan bakar.

"Dampak gabungan dari kekhawatiran perlambatan ekonomi global dan wabah COVID baru hampir tidak dapat datang pada waktu yang lebih buruk untuk pasar minyak," kata Investec Risk Solutions dalam sebuah catatan.

Juga memberi tekanan pada minyak adalah kenaikan dolar AS terhadap sekeranjang mata uang lainnya ke level tertinggi sejak Oktober 2002. Dolar yang lebih kuat mengurangi permintaan minyak karena membuat bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.

Para menteri keuangan zona euro mengatakan perang melawan inflasi adalah prioritas saat ini meskipun pertumbuhan di blok itu berkurang, karena mereka diberitahu tentang prospek ekonomi yang memburuk oleh Komisi Eropa.

Pasar tetap gelisah tentang rencana negara-negara Barat untuk membatasi harga minyak Rusia, dengan Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa sanksi lebih lanjut dapat menyebabkan konsekuensi "bencana" di pasar energi global. JP Morgan mengatakan pasar terjebak antara kekhawatiran atas potensi penghentian pasokan Rusia dan kemungkinan resesi.

Baca juga: Harga minyak dunia menguat melebihi dari satu persen karena risiko Iran

"Risiko makro menjadi lebih berpihak. Pengurangan balasan sebesar 3 juta barel (bbl) per hari dalam ekspor minyak Rusia merupakan ancaman yang kredibel dan jika direalisasikan akan mendorong harga minyak mentah Brent menjadi sekitar 190 dolar AS per barel," kata bank tersebut dalam sebuah catatan.

"Di sisi lain, dampak dari pertumbuhan permintaan yang jauh lebih rendah di bawah skenario resesi akan membuat harga minyak mentah Brent rata-rata sekitar 90 dolar AS per barel di bawah resesi ringan dan78 dolar AS barel per hari di bawah skenario penurunan yang lebih parah."

Masih ada pertanyaan tentang berapa lama lebih banyak minyak mentah akan mengalir dari Kazakhstan melalui Konsorsium Pipa Kaspia (Caspian Pipeline Consortium-CPC). Pasokan terus berlanjut sejauh ini di jalur pipa itu, yang membawa sekitar 1,0 persen minyak global, dengan pengadilan Rusia membatalkan keputusan sebelumnya yang menangguhkan operasi di sana. Sementara itu, Presiden Brazil Jair Bolsonaro mengatakan bahwa kesepakatan sudah dekat dengan Moskow untuk membeli minyak diesel yang jauh lebih murah dari Rusia.


 

Pewarta : Apep Suhendar
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024