Mataram (ANTARA) - Penyidik Siber Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menyerahkan kasus yang menetapkan Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTB Ida Made Santi Adnya sebagai tersangka penyebar berita bohong ke penuntut umum.

Kepala Bagian Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Ditreskrimsus Polda NTB Ajun Komisaris Besar Polisi Darsono Setyo Adjie dalam konferensi pers di Mataram, Rabu, mengatakan penyerahan tersebut merupakan tindak lanjut berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa peneliti.

"Jadi hari ini, kami menindaklanjuti P-21 dengan melaksanakan tahap dua, pelimpahan tersangka, dan barang bukti ke penuntut umum," kata Darsono.

Dalam perkara ini, Made Santi menjadi tersangka karena diduga menyebarkan berita bohong melalui unggahan media sosial pribadi. Unggahan pada 20 Februari 2021 tersebut berkaitan dengan promosi penjualan Hotel Bidari di Kota Mataram.

"Melalui akun Facebook miliknya, tersangka membuat unggahan seolah-olah hotel itu baru dilelang pada tahun 2021," ujarnya.

Namun dari hasil penyidikan terungkap bahwa proses pelelangan hotel tersebut berlangsung pada tahun 2020. Hal itu diperkuat dengan adanya bukti dokumen penilaian aset yang berlangsung pada tahun 2020.

"Jadi unggahan tersangka ini tidak sesuai dengan fakta sehingga masuk dalam penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik," ucap Darsono yang juga menjabat sebagai Pelaksana Harian (Plh) Kepala Subbidang Siber Ditreskrimsus Polda NTB tersebut.

Indikasi pidana itu sesuai dengan sangkaan pasal dalam penetapan Made Santi sebagai tersangka, yakni Pasal 28 ayat 1 Juncto Pasal 45A ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024