Mataram (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan supervisi penanganan kasus korupsi Proyek pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM) Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Mataram, Nusa Tenggara Barat, Tahun Anggaran 2016.

"Supervisi ini bertujuan bagaimana upaya kami mengawal perkara yang ditangani Polda NTB agar berjalan lancar, efektif, dan efisien sehingga bisa mempercepat mengungkap kepastian hukum," kata Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Budi Waluya di Mataram, Jumat.

Dia mengatakan KPK memulai supervisi penanganan kasus Poltekkes Mataram ini pada awal tahun 2022.

"Jadi, memang pertemuan kami dengan Polda NTB Rabu (31/8) kemarin itu baru pertama kali gelar perkara. Intinya kami lebih meminta penjelasan lagi atas perkara, sampai mana dan hambatan apa sekaligus mencari jalan keluar seperti apa," ujarnya.

Dari gelar perkara bersama penyidik kepolisian di Polda NTB, jelas dia, KPK melihat masih ada serangkaian upaya yang harus dilakukan. Hal itu berkaitan dengan penguatan alat bukti.

"Memang masih ada yang harus dilakukan penyidik untuk mempertajam kasus dan KPK siap untuk memfasilitasi apabila ada hambatan dalam penanganan perkara, termasuk mendorong proses audit yang kini sedang dilaksanakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB," katanya.

Ia mengatakan BPKP kemarin hadir, tetapi mereka belum mengeluarkan secara resmi hasil PKN (penghitungan kerugian negara).

Namun dari pertemuan terpadu tersebut, Budi meyakinkan bahwa BPKP dalam waktu dekat akan merilis PKN dan menyerahkan ke penyidik.

"Kalau sudah terbit (PKN), mudah-mudahan unsur (pidana) lain bisa segera terpenuhi agar penanganan perkara berjalan lancar," ujar dia.

Seperti diketahui pengadaan ABBM bersumber dari APBN Tahun 2017. Pengadaan barang tersebut disalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp27 miliar yang kembali direvisi menjadi Rp19 miliar.

Pembelian barang ABBM dilakukan melalui E-Katalog. Namun ada yang secara langsung melalui sistem tender dan dimenangkan tujuh penyedia jenis alat dan 11 distributor.

Salah satu item yang dibeli adalah boneka manekin. Alat tersebut digunakan untuk menunjang praktik di jurusan perawat, bidan, gizi, dan analis kesehatan.

Dari kasus ini sebelumnya muncul temuan dari Inspektorat Jenderal Kemenkes RI senilai Rp4 miliar. Angka tersebut masih bersifat umum karena tidak hanya muncul dari Poltekkes Mataram saja, melainkan ada dari Poltekkes Banda Aceh dan Tasikmalaya, Jawa Barat.

Penyidik pernah meminta salinan dari temuan Itjen Kemenkes RI untuk kebutuhan audit kerugian negara. Namun, permintaan ditolak sehingga untuk menelusuri kerugian, penyidik menggandeng BPKP.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024