Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai digitalisasi adalah salah satu cara tercepat untuk meningkatkan inklusi ekonomi dan keuangan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan perempuan, pemuda, serta UMKM.
"Ini terjadi di Indonesia. Inklusi keuangan dan inklusi ekonomi kita saat ini menuju digitalisasi, termasuk digitalisasi sistem pembayaran kita," ujar Perry dalam G20 GPFI High Level Symposium yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan survei nasional pada 2021, tingkat inklusi keuangan di Indonesia terus meningkat menuju target 90 persen pada 2024, salah satunya terlihat dari sebanyak 65,5 persen penduduk dewasa pada 2021 yang tercatat memiliki rekening di lembaga keuangan formal atau meningkat dari 61,7 persen pada 2020.
Ia mengungkapkan sebanyak 83,6 persen dari populasi orang dewasa memiliki produk dan layanan keuangan formal di tahun lalu, termasuk melalui rekening bank serta berbagai macam sistem pembayaran digital. Kondisi tersebut adalah peningkatan yang sangat cepat dari sekitar 81,4 persen pada tahun sebelumnya.
Kendati demikian, masih banyak hal yang harus dilakukan Indonesia dalam meningkatkan inklusi keuangan digital, antara lain dengan memperluas penyediaan infrastruktur pembayaran untuk semua segmen masyarakat, termasuk wanita, pemuda, dan UMKM, dengan biaya yang sangat rendah.
Baca juga: Bank Indonesia Bantu Ponpes Darul Yatama Wal Masakin Jerowaru Lotim
Baca juga: BSI tempuh jalan berliku kembangkan bank syariah di Indonesia
"Mereka juga perlu pemberdayaan untuk menggunakan sejumlah instrumen digital ini. Kita juga perlu meningkatkan kapasitas literasi keuangan mereka dan memberikan perlindungan pelanggan bagi segmen masyarakat tersebut," katanya.
Berkaca dengan kondisi yang ada, kata Perry, Presidensi G20 Indonesia bersama Kemitraan Global untuk Keuangan Inklusif bertujuan untuk merumuskan kerangka inklusi keuangan dan memanfaatkan digitalisasi guna meningkatkan produktivitas serta ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif dengan fokus pada perempuan, pemuda, dan UMKM.
Kerangka tersebut dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi regulator dalam upaya memaksimalkan manfaat digitalisasi untuk mempromosikan potensi ekonomi kelompok yang paling tidak terlayani dan demi akses ekonomi yang lebih produktif.
"Ini terjadi di Indonesia. Inklusi keuangan dan inklusi ekonomi kita saat ini menuju digitalisasi, termasuk digitalisasi sistem pembayaran kita," ujar Perry dalam G20 GPFI High Level Symposium yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan survei nasional pada 2021, tingkat inklusi keuangan di Indonesia terus meningkat menuju target 90 persen pada 2024, salah satunya terlihat dari sebanyak 65,5 persen penduduk dewasa pada 2021 yang tercatat memiliki rekening di lembaga keuangan formal atau meningkat dari 61,7 persen pada 2020.
Ia mengungkapkan sebanyak 83,6 persen dari populasi orang dewasa memiliki produk dan layanan keuangan formal di tahun lalu, termasuk melalui rekening bank serta berbagai macam sistem pembayaran digital. Kondisi tersebut adalah peningkatan yang sangat cepat dari sekitar 81,4 persen pada tahun sebelumnya.
Kendati demikian, masih banyak hal yang harus dilakukan Indonesia dalam meningkatkan inklusi keuangan digital, antara lain dengan memperluas penyediaan infrastruktur pembayaran untuk semua segmen masyarakat, termasuk wanita, pemuda, dan UMKM, dengan biaya yang sangat rendah.
Baca juga: Bank Indonesia Bantu Ponpes Darul Yatama Wal Masakin Jerowaru Lotim
Baca juga: BSI tempuh jalan berliku kembangkan bank syariah di Indonesia
"Mereka juga perlu pemberdayaan untuk menggunakan sejumlah instrumen digital ini. Kita juga perlu meningkatkan kapasitas literasi keuangan mereka dan memberikan perlindungan pelanggan bagi segmen masyarakat tersebut," katanya.
Berkaca dengan kondisi yang ada, kata Perry, Presidensi G20 Indonesia bersama Kemitraan Global untuk Keuangan Inklusif bertujuan untuk merumuskan kerangka inklusi keuangan dan memanfaatkan digitalisasi guna meningkatkan produktivitas serta ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif dengan fokus pada perempuan, pemuda, dan UMKM.
Kerangka tersebut dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi regulator dalam upaya memaksimalkan manfaat digitalisasi untuk mempromosikan potensi ekonomi kelompok yang paling tidak terlayani dan demi akses ekonomi yang lebih produktif.