Washington DC, AS (ANTARA) - Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan perlambatan ekonomi global terus terjadi hingga 2023 seiring dengan belum membaiknya kondisi geopolitik maupun tingginya tekanan inflasi dunia.
"Terdapat tiga tantangan yang mempengaruhi perlambatan, konflik di Ukraina, tekanan inflasi dan pelemahan ekonomi di China," kata Economic Counsellor IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam jumpa pers World Economic Outlook (WEO) di Washington DC, Selasa pagi waktu setempat.
Dalam laporan WEO terbaru, IMF memperkirakan perekonomian global berada pada kisaran 3,2 persen pada 2022, dan melambat hingga 2,7 persen di 2023, atau menurun 0,2 persen dibandingkan outlook pada Juli 2022.
Gourinchas menjelaskan sebagian besar negara mengalami kontraksi hingga tahun depan dengan perekonomian terbesar seperti AS, Uni Eropa dan China akan melanjutkan tren perlambatan. "Singkatnya, kemungkinan terburuk masih akan datang dan bagi sebagian besar orang, 2023 akan terasa seperti resesi," katanya.
Ia mengatakan terdapat sejumlah upaya sebagai mitigasi untuk menghadapi ketidakpastian global kedepannya, seperti memperkuat bantalan fiskal yang sudah terbukti bermanfaat selama krisis di masa pandemi.
Selanjutnya, menurut dia, kebijakan fiskal harus bersinergi dengan kebijakan moneter, terutama dalam mengatasi potensi tingginya inflasi global yang diperkirakan meningkat hingga akhir 2022. "Bertindak sebaliknya akan menghambat upaya pengendalian inflasi, memberikan risiko lebih lanjut, meningkatkan biaya dan mengganggu stabilitas sistem finansial," katanya.
Kemudian, upaya untuk mengatasi kenaikan harga energi harus dilakukan melalui koordinasi, agar pasokan dan permintaan tidak terganggu, termasuk menyediakan insentif bagi masyarakat yang terdampak harga energi.
Baca juga: Dolar AS menguat tipis, tunggu laporan inflasi utama
Baca juga: Petinggi IMF terpukau perubahan Jakarta
Terakhir, mendorong upaya penguatan sumber daya manusia, digitalisasi, energi hijau, diversifikasi rantai pasokan sangat penting untuk membuat perekonomian lebih berdaya tahan ketika krisis sewaktu-waktu hadir kembali.
"Terdapat tiga tantangan yang mempengaruhi perlambatan, konflik di Ukraina, tekanan inflasi dan pelemahan ekonomi di China," kata Economic Counsellor IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam jumpa pers World Economic Outlook (WEO) di Washington DC, Selasa pagi waktu setempat.
Dalam laporan WEO terbaru, IMF memperkirakan perekonomian global berada pada kisaran 3,2 persen pada 2022, dan melambat hingga 2,7 persen di 2023, atau menurun 0,2 persen dibandingkan outlook pada Juli 2022.
Gourinchas menjelaskan sebagian besar negara mengalami kontraksi hingga tahun depan dengan perekonomian terbesar seperti AS, Uni Eropa dan China akan melanjutkan tren perlambatan. "Singkatnya, kemungkinan terburuk masih akan datang dan bagi sebagian besar orang, 2023 akan terasa seperti resesi," katanya.
Ia mengatakan terdapat sejumlah upaya sebagai mitigasi untuk menghadapi ketidakpastian global kedepannya, seperti memperkuat bantalan fiskal yang sudah terbukti bermanfaat selama krisis di masa pandemi.
Selanjutnya, menurut dia, kebijakan fiskal harus bersinergi dengan kebijakan moneter, terutama dalam mengatasi potensi tingginya inflasi global yang diperkirakan meningkat hingga akhir 2022. "Bertindak sebaliknya akan menghambat upaya pengendalian inflasi, memberikan risiko lebih lanjut, meningkatkan biaya dan mengganggu stabilitas sistem finansial," katanya.
Kemudian, upaya untuk mengatasi kenaikan harga energi harus dilakukan melalui koordinasi, agar pasokan dan permintaan tidak terganggu, termasuk menyediakan insentif bagi masyarakat yang terdampak harga energi.
Baca juga: Dolar AS menguat tipis, tunggu laporan inflasi utama
Baca juga: Petinggi IMF terpukau perubahan Jakarta
Terakhir, mendorong upaya penguatan sumber daya manusia, digitalisasi, energi hijau, diversifikasi rantai pasokan sangat penting untuk membuat perekonomian lebih berdaya tahan ketika krisis sewaktu-waktu hadir kembali.