Mataram (ANTARA) - Menyebut nama Tuan Guru Kyai Haji (TGKH) Muhammad Zainuddin Abdul Madjid atau lebih dikenal dengan sebutan Maulana Syekh bagi warga, khususnya Lombok Timur atau Nusa Tenggara Barat, sudah tidak asing lagi. Ulama besar ini adalah seorang Pahlawan Nasional yang namanya sampai sekarang masih dikenang.

Dia juga merupakan seorang ulama yang berasal dari Lombok Timur. Ia juga merupakan pendiri Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI), Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) dan Nahdlatul Wathan (NW), yang merupakan organisasi Islam terbesar di Provinsi NTB.

Karena itu, menarik untuk menyelami sosok dari Maulana Syekh tersebut untuk mengetahui betapa besar jasanya saat masih hidup bagi bangsa dan negara.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid lahir di Kampung Bermi, Pancor, Selong, Lombok Timur, pada 20 April 1908. Ia lahir di tengah mulai menancapnya kolonialis Belanda di Pulau Lombok.

Dia merupakan putra keenam dari Abdul Madjid dan Halimah Al-Sadiyyah. Nama kecilnya yaitu Muhammad Saggaf, namun seusai menunaikan ibadah haji, namanya diganti menjadi Haji Muhammad Zainuddin.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mengawali pendidikan melalui pendidikan dalam keluarga. Ia diajari cara mengaji dan berbagai ilmu agama Islam lainnya yang dididik langsung oleh sang ayah, dimulai sejak Abdul Madjid berusia lima tahun.

Setelah berusia sembilan tahun, ia menjalani pendidikan formalnya di sekolah rakyat (SR) negara sampai tahun 1919. Setelah lulus SR, ayahnya mengirimnya untuk menuntut ilmu agama yang lebih luas lagi.

Kemudian Untuk lebih memperdalam lagi ilmu agamanya, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pun berangkat ke Makkah dan bermukim di Makkah sejak 1923 untuk belajar di Madrasah Al-Shaulatiyah.

Predikat Mumtaz/Summa Cumlaude (sempurna) disandang saat menyelesaikan studi di Madrasah As-Shaulatiyah Makkah, pada 1932. Hampir dua tahun kemudian mengabdi sebagai asisten guru di Mekkah, sembari menunggu adiknya TGH Muhammad Faishal dan TGH Ahmad Rifai yang juga menempuh studi di Makkah.

Tahun 1934, Zainuddin muda kembali ke Lombok. Tanpa kenal lelah atau beristirahat, di tahun yang sama langsung memulai perjuangannya dengan mendirikan Pesantren Al-Mujahidin, sebagai bentuk aksi nyata menyikapi kondisi bangsanya yang terjajah dan terbelakang.

Pesantren yang dinamakan Al-Mujahidin yang berarti “para pejuang” sebagai fondasi dan sikap awal TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menentang penjajahan dan keterbelakangan.


Riwayat perjuangan

Sekembalinya dari Makkah pada 1934, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah pada 22 Agustus 1937. Madrasah ini didirikan khusus untuk mendidik kaum pria.

Pemerintah kolonial melakukan pengawasan yang ketat terhadap madrasah ini, meskipun sudah diizinkan beroperasi. Bahkan, karena dianggap membahayakan, pemerintah kolonial sempat ingin menutup madrasah tersebut.

Upaya yang dilakukan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid membuahkan hasil, sehingga madrasah ini tetap beroperasi. Satu tahun setelah kedatangan Jepang, ia juga memulai pendidikan bagi kaum perempuan, sebagai penyempurnaan dan pengembangan visi dalam aspek keadilan bagi setiap orang. Upaya itu diwujudkan dengan mendirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI), satu tahun setelah kedatangan Jepang.

Kedua madrasah ini menjadi madrasah pertama di Pulau Lombok yang terus berkembang. Pada zaman penjajahan, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan kedua madrasah tersebut sebagai pusat pergerakan kemerdekaan. Keduanya juga dijadikan tempat untuk menggembleng para patriot bangsa yang siap melawan dan mengusir para penjajah.

Bahkan, secara khusus, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid membentuk Gerakan Laskar Al-Mujahidin. Gerakan tersebut bergabung dengan gerakan-gerakan rakyat lainnya di Pulau Lombok untuk bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Sebagai seorang ulama, Maulana Syekh selalu berupaya melakukan inovasi dalam gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan umatnya.

Inovasi yang ia lakukan adalah menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran agama Islam di NTB, dengan sistem madrasi (sekolah). Ia juga membuka lembaga pendidikan khusus untuk wanita, mengadakan ziarah umum Idul Fitri dan Idul Adha.

Maulana Syekh sangat berjasa dalam mengubah masyarakat NTB dari keyakinan yang mulanya animisme dan dinamisme menjadi masyarakat yang Islami. Salah satu yang menonjol yang dilakukan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sejak memulai aktivitas madrasah NWDI adalah bagaimana memperkenalkan bahasa Indonesia dan semangat kebangsaan melalui lagu-lagu perjuangan yang diciptakan, sehingga menjadi media baru dalam pengenalan bahasa dan semangat kebangsaan di tengah masyarakat.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan (NW) pada tahun 1953, yang menjadi organisasi terbesar di Lombok Nusa Tenggara Barat saat ini.

Melalui Nahdlatul Wathan, dengan jaringan pondok pesantren dan madrasah yang didirikan, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tetap memberikan peran bermakna dalam perjuangan dan pembangunan.

Melalui organisasi Nahdlatul Wathan yang menaungi puluhan madrasah, ia juga berperan aktif dalam pergolakan kebangsaan melawan paham komunisme yang terus berkembang pada masa 1960-an, yang kemudian mendirikan Ikatan Pelajar Nahdlatul Wathan (IPNW) dan Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan (HIMMAH NW), sebagai bentuk jawaban atas situasi negara yang kian memanas.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku ulama pewaris para Nabi, di samping menyampaikan dakwah bil hal wabil lisan (perbuatan dan perkataan), juga tergolong penulis dan pengarang yang produktif.

Bakat dan kemampuannya sebagai pengarang ini tumbuh dan berkembang sejak dia masih belajar di Madrasah Shaulatiyah Makkah.

Namun karena banyak dan padatnya kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan yang harus diisi, maka peluang dan kesempatan untuk memperbanyak tulisan tampaknya sangat terbatas.

Kendati demikian, di tengah-tengah keterbatasan waktu itu, Maulana Syekh sempat mengarang beberapa kitab, kumpulan doa, dan lagu-lagu perjuangan dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid konsisten hingga akhir hayat, dengan capaian luar biasa. Karya-karya tulis TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga tidak kalah banyak, mulai dari kitab fiqih, keilmuan, hingga syair dan lagu yang berisi ajaran agama, moralitas, semangat kebangsaan, sejarah dan bagaimana membangun organisasi modern.

Dalam dunia tulis menulis, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dikenal dengan nama Hamzanwadi, singkatan dari nama Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah.

Perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan sumbangan luar biasa, dimulai dari Pesantren Al-Mujahidin, di sebuah musala yang akhirnya menjadi cikal bakal ribuan madrasah hingga pelosok Nusantara, organisasi massa Islam skala nasional, hingga perjuangan politik kebangsaan skala nasional, yang secara akumulatif memberikan kontribusi besar bagi kemajuan negara dan bangsa.

Buah perjuangan yang ia dapatkan juga adalah Pulau Lombok disebut sebagai Pulau Seribu Masjid.

Gelar Pahlawan

Pada 21 Oktober 1997, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mengembuskan nafas terakhirnya. Ia dimakamkan di kompleks Mushala al-Abror, kompleks Pondok Pesantren Darunnahdlatain, Pancor, Lombok Timur. Untuk mengenang dan menghargai jasanya, pada 9 November 2017, berdasarkan Keputusan Presiden No. 115/TK/Tahun 2017, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Gelar itu dianugerahkan dalam sebuah acara di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis, 9 November 2017. 

Gelar pahlawan dianugrahkan kepada TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid karena dedikasi dan jasanya yang besar untuk bangsa ini, termasuk pernah memimpin dan berjuang dengan mengangkat senjata, atau perjuangan politik untuk merebut, mempertahankan, mengisi kemerdekaan dan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Ia dinilai tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan, mengabdi dan berjuang sepanjang hidupnya, bahkan melebihi tugas yang diembannya.

Selain itu juga TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara, hingga pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas.

Presiden RI menyerahkan gelar pahlawan kepada ahli waris TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid yakni, Ummuna Hajjah Siti Raihanun Zainuddin Abdul Majid, yang merupakan putri Maulana Syekh.

 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengenal Maulana Syekh, sang pencerah dari Lombok Timur

Pewarta : Magang IAIH NW Lotim
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024