Mataram (ANTARA) - Aparat kepolisian di wilayah Nusa Tenggara Barat mendampingi dinas kesehatan dalam mengawasi peredaran obat-obatan jenis sirop atau cair yang diduga menjadi penyebab Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak.
"Sejauh ini pengawasan yang kami lakukan yakni dengan memberikan pendampingan kepada dinas kesehatan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota," kata Kepala Bidang Humas Polda NTB Komisaris Besar Polisi Artanto di Mataram, Selasa.
Dalam proses pendampingan pengawasan tersebut, pihaknya bersama dinas kesehatan memberikan edukasi, khusus kepada setiap apotek maupun pedagang obat.
"Jadi, pendampingan pengawasan lebih ke apotek dan pedagang obat. karena untuk faskes (fasilitas kesehatan) seperti puskesmas, itu 'kan sudah berada di bawah pantauan dinas," ujarnya.
Apabila ada ditemukan produk obat sirop atau cair yang diduga menjadi penyebab GGAPA pada anak, maka pihaknya bersama dinas kesehatan meminta kepada pihak apotek dan pedagang obat untuk tidak menjual kepada konsumen.
"Kami bersama dinas meminta produk-produk itu untuk disimpan. Jangan menjual dahulu sebelum ada hasil penelitian dari pusat yang menyatakan produk itu aman untuk dijual kembali," ucap dia.
Kementerian Kesehatan RI melalui surat Nomor: HK.02.02/III/3515/2022, tanggal 24 Oktober 2022, mengeluarkan petunjuk penggunaan obat sirop maupun cair pada anak dalam rangka pencegahan peningkatan kasus GGAPA atau "Atypical Progressive Acute Kidney Injury".
Dalam surat yang ditandatangani Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan drg. Murti Utami, menyampaikan penjelasan dari BPOM RI tentang daftar obat sirop yang tidak mengandung zat kimia yang diduga menjadi penyebab kasus GGAPA pada anak, yakni Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan atau Gliserin/Gliserol, serta yang aman digunakan sesuai aturan pakai.
Kemenkes RI melalui surat tersebut juga menyampaikan perihal jumlah kasus GGAPA pada anak per tanggal 23 Oktober 2022.
Tercatat ada sebanyak 245 kasus pada anak dengan persentase pasien sembuh 16 persen, dalam perawatan 27 persen, dan meninggal dunia 57 persen.
"Sejauh ini pengawasan yang kami lakukan yakni dengan memberikan pendampingan kepada dinas kesehatan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota," kata Kepala Bidang Humas Polda NTB Komisaris Besar Polisi Artanto di Mataram, Selasa.
Dalam proses pendampingan pengawasan tersebut, pihaknya bersama dinas kesehatan memberikan edukasi, khusus kepada setiap apotek maupun pedagang obat.
"Jadi, pendampingan pengawasan lebih ke apotek dan pedagang obat. karena untuk faskes (fasilitas kesehatan) seperti puskesmas, itu 'kan sudah berada di bawah pantauan dinas," ujarnya.
Apabila ada ditemukan produk obat sirop atau cair yang diduga menjadi penyebab GGAPA pada anak, maka pihaknya bersama dinas kesehatan meminta kepada pihak apotek dan pedagang obat untuk tidak menjual kepada konsumen.
"Kami bersama dinas meminta produk-produk itu untuk disimpan. Jangan menjual dahulu sebelum ada hasil penelitian dari pusat yang menyatakan produk itu aman untuk dijual kembali," ucap dia.
Kementerian Kesehatan RI melalui surat Nomor: HK.02.02/III/3515/2022, tanggal 24 Oktober 2022, mengeluarkan petunjuk penggunaan obat sirop maupun cair pada anak dalam rangka pencegahan peningkatan kasus GGAPA atau "Atypical Progressive Acute Kidney Injury".
Dalam surat yang ditandatangani Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan drg. Murti Utami, menyampaikan penjelasan dari BPOM RI tentang daftar obat sirop yang tidak mengandung zat kimia yang diduga menjadi penyebab kasus GGAPA pada anak, yakni Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan atau Gliserin/Gliserol, serta yang aman digunakan sesuai aturan pakai.
Kemenkes RI melalui surat tersebut juga menyampaikan perihal jumlah kasus GGAPA pada anak per tanggal 23 Oktober 2022.
Tercatat ada sebanyak 245 kasus pada anak dengan persentase pasien sembuh 16 persen, dalam perawatan 27 persen, dan meninggal dunia 57 persen.