Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Urologi Widi Atmiko mengajak masyarakat untuk memenuhi asupan cairan tubuh salah satunya dengan meminum air putih untuk menghindari adanya kristalisasi mineral di urine yang menyebabkan batu ginjal.
“Batu timbul karena adanya ketidakseimbangan komposisi urine. Misalnya ada kalsium, asam urat dan bermacam-lah, pada umumnya terjadi pada asupan cairan yang kurang sehingga terjadi kristalisasi berbagai mineral,” kata Widi Atmiko dalam Webinar HUT Ke-103 RSCM yang ditayangkan melalui YouTube RSCM diikuti di Jakarta, Kamis.
Widi menyampaikan bahwa Indonesia termasuk negara stone belt yang berarti negara yang populasinya banyak menderita batu karena berada di iklim tropis yang mengakibatkan kurangnya cairan atau dehidrasi tubuh.
Faktor eksternal lain selain kurangnya asupan minum, pola makan yang tinggi garap atau gaya hidup yang sedenter atau hanya duduk atau tiduran sepanjang hari, serta penggunaan obat-obat tertentu dapat meningkatkan potensi terkena batu ginjal.
“Kemudian ada faktor-faktor internal, misalnya kelainan ginjal bawaan dari lahir atau saluran penyempitan yang cukup signifikan. Itu bisa mempengaruhi terjadinya batu atau ada kelainan metabolik bawaan, pada anak-anak itu ada urine yang cenderung menghasilkan ion-ion sistem yang bisa berisiko terjadinya batu,” ucapnya.
Selain itu gangguan hormon paratiroid yang menyebabkan metabolisme kalsium yang tidak normal serta sindrom metabolik seperti diabetes melitus dan darah tinggi juga bisa menyebabkan timbulnya batu. Lebih lanjut Widi menyampaikan pengangkatan batu ginjal bisa dilakukan melalui terapi non-invasif minimal dan invasif minimal.
Terapi non-invasif minimal dapat dilakukan dengan terapi extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) yaitu prosedur mengobati batu ginjal tanpa prosedur beda maupun teleskop dan hanya menggunakan gelombang kejut yang bertujuan untuk memecah batu menjadi fragmen-fragmen berukuran kecil sehingga bisa keluar dari tubuh secara alami.
“ESWL membutuhkan beberapa sesi untuk batu ukuran besar dan dipasang selang double J untuk ukuran yang lebih dari 2 cm untuk mencegah batu yang dipecah itu menyumbat ureter,” jelasnya.
Sedangkan kekurangannya, ESWL tidak dapat dilakukan pada ibu hamil, infeksi gagal ginjal akut, mempunyai risiko pendarahan. Serta tingkat keberhasilan yang kurang dari 85 persen untuk batu yang ukurannya kurang dari 2 cm.
Baca juga: Susu tak bisa digantikan dengan air tajin
Baca juga: Menparekraf berpesan wisata tiga Gili jangan gaduh
Kemudian pengangkatan batu dengan terapi invasif melalui ureteroskopi (URS dengan memasukkan teropong ke dalam ureter dan ginjal untuk menghancurkan batu. Tindakan tersebut termasuk minimal invasif karena tidak ada sayatan dan jahitan.
Selain juga bisa dilakukan melalui percutaneous nephrolithotomy (PCNL) dengan memasukkan teropong dengan membuat sayatan 1,5-2 cm pada pinggang untuk menghancurkan dan mengeluarkan batu.