Mataram (ANTARA) - Aparat Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat berhasil membongkar sindikat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan tujuan pemberangkatan ke Turki.

Kepala Polda (Kapolda) NTB Inspektur Jenderal Polisi Djoko Poerwanto dalam konferensi pers di Mataram, Kamis, mengatakan bahwa sindikat yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime) ini berhasil terungkap berkat dukungan Kementerian Luar Negeri dan kerja keras tim perlindungan perempuan dan anak (PPA) di lapangan.

"Alhamdulillah, berkat dukungan dan kerja keras ini, tim kami dari unit PPA yang berada di bawah Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB berhasil mengungkap sindikat perdagangan orang ini dalam waktu sepekan terhitung sejak kami menerima laporan," tutur Djoko.

Dalam pengungkapan kasus ini pun, jelas dia, ada tujuh korban yang dipisahkan dalam dua penanganan laporan kepolisian. Laporan pertama dengan nomor: LP/B/21/II/2023/SPKT/Polda NTB pada tanggal 23 Februari 2023, terdapat 5 korban yang berasal dari Pulau Sumbawa.

"Korban ini berinisial EF, RW, JM, dan NA, mereka dari Kabupaten Sumbawa. Sedangkan, satu lagi dari Kabupaten Sumbawa Barat berinisial AR," ujarnya.

Dari laporan itu terungkap lima tersangka dengan peran berbeda-beda yang salah satunya kini masih dalam pencarian di lapangan.

"Jadi, dari lima yang ditetapkan sebagai tersangka, empat berhasil ditangkap, satu orang masih dalam pengejaran," ucap dia.

Djoko pun menyampaikan inisial dan peran dari lima tersangka tersebut. Tiga tersangka berinisial CR, AW, dan IM terungkap berperan sebagai pekerja lapangan.

"Kemudian satu tersangka berinisial YH berperan sebagai sponsor lokal dan satu lagi IS yang masih dalam pencarian," kata Djoko.
Selanjutnya, laporan kedua nomor: LP/B/22/II/2023/SPKT/Polda NTB pada tanggal 23 Februari 2023, dengan jumlah korban sebanyak tiga orang berinisial JM dan SH asal Kabupaten Lombok Tengah dan dari Kabupaten Sumbawa berinisial SR.

"Dari laporan kedua ini, terungkap peran tiga tersangka yang salah satunya masih berkaitan dengan laporan pertama, yang berinisial IS yang berperan sebagai penampung dan pemodal dari Jakarta," ujarnya.

Sedangkan, untuk dua tersangka lain berinisial IZ sebagai pekerja lapangan dan MS yang berperan sebagai sponsor lokal.

Dia pun menegaskan bahwa penyidik menetapkan para tersangka ini berdasarkan hasil gelar perkara yang menguatkan adanya dugaan pidana dalam proses pemberangkatan pekerja migran.

"Dalam hal ini korban berangkat tidak secara legal, tidak menguasai keterampilan untuk bekerja di luar, tidak mendapatkan informasi yang benar tentang proses perekrutan dan perlu diingat kembali bahwa Kementerian Tenaga Kerja telah menerbitkan moratorium bagi pekerja domestik untuk tujuan negara Timur Tengah, termasuk Turki," ucap dia.

Dengan kesimpulan gelar perkara demikian, Djoko meyakinkan bahwa penyidik menetapkan para tersangka melanggar Pasal 10, Pasal 11 juncto Pasal 14 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 81 jo. Pasal 69 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Sesuai aturan, para tersangka kini terancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun penjara. Untuk denda, sedikitnya Rp120 juta, paling banyak Rp600 juta," imbuhnya.

Dari adanya penetapan, Djoko meyakinkan bahwa penyidikan telah melakukan penahanan terhadap para tersangka di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda NTB.

 

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024