Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Mataram sejak Januari-April 2023 tercatat sebanyak 215.
"Sementara pada bulan yang sama di tahun 2022 kasus DBD tercatat 258 kasus, sehingga kasus tahun ini cenderung menurun," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram dr H Usman Hadi di Mataram, Rabu.
Sementara, jika melihat kasus per pekan, DBD di Kota Mataram sejak Januari-April atau pekan ke-16 tahun 2023 mengalami fluktuasi. Dengan kasus tertinggi terjadi pada pekan ke-13 dengan jumlah kasus 21, kemudian turun menjadi 11 kasus pada pekan ke-14.
Selanjutnya naik lagi pada pekan ke-15, sebanyak 16 kasus dan turun signifikan pada minggu ke-16 sebanyak tujuh kasus.
"Harapan kami kasus DBD bisa terus turun seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dengan kebersihan lingkungan," katanya.
Terkait dengan itu, untuk mencegah DBD, masyarakat diimbau waspada dan peduli terhadap kebersihan lingkungan dengan menggencarkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Apalagi jika terjadi perubahan cuaca yang tidak menentu (sebentar hujan, sebentar panas-red) bisa berpotensi munculnya jentik nyamuk DBD dan chikungunya.
"Kalau hujan terus menerus itu lebih baik karena jentik nyamuk akan terbawa arus," katanya.
Karenanya, kata Usman, baik DBD maupun chikungunya pencegahan sama yakni kebersihan lingkungan. Seperti DBD, kasus chikungunya di pekan ke-16 tahun 2023, juga turun drastis menjadi hanya dua kasus dari 19 kasus pekan sebelumnya.
"Gejala chikungunya juga mirip dengan penyakit demam berdarah dengue yakni, badan panas, deman, pusing, nyeri pada persendian, dan terjadi penurunan trombosit tapi tidak serendah DBD," katanya menambahkan.*
"Sementara pada bulan yang sama di tahun 2022 kasus DBD tercatat 258 kasus, sehingga kasus tahun ini cenderung menurun," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram dr H Usman Hadi di Mataram, Rabu.
Sementara, jika melihat kasus per pekan, DBD di Kota Mataram sejak Januari-April atau pekan ke-16 tahun 2023 mengalami fluktuasi. Dengan kasus tertinggi terjadi pada pekan ke-13 dengan jumlah kasus 21, kemudian turun menjadi 11 kasus pada pekan ke-14.
Selanjutnya naik lagi pada pekan ke-15, sebanyak 16 kasus dan turun signifikan pada minggu ke-16 sebanyak tujuh kasus.
"Harapan kami kasus DBD bisa terus turun seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dengan kebersihan lingkungan," katanya.
Terkait dengan itu, untuk mencegah DBD, masyarakat diimbau waspada dan peduli terhadap kebersihan lingkungan dengan menggencarkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Apalagi jika terjadi perubahan cuaca yang tidak menentu (sebentar hujan, sebentar panas-red) bisa berpotensi munculnya jentik nyamuk DBD dan chikungunya.
"Kalau hujan terus menerus itu lebih baik karena jentik nyamuk akan terbawa arus," katanya.
Karenanya, kata Usman, baik DBD maupun chikungunya pencegahan sama yakni kebersihan lingkungan. Seperti DBD, kasus chikungunya di pekan ke-16 tahun 2023, juga turun drastis menjadi hanya dua kasus dari 19 kasus pekan sebelumnya.
"Gejala chikungunya juga mirip dengan penyakit demam berdarah dengue yakni, badan panas, deman, pusing, nyeri pada persendian, dan terjadi penurunan trombosit tapi tidak serendah DBD," katanya menambahkan.*