Ambon (ANTARA) - DPRD Maluku menyatakan target penurunan angka stunting di Maluku telah ditetapkan sebesar 23 persen dengan konsekuensi penyediaan dukungan anggaran yang cukup besar.
"Sebelum menyusun APBD 2022 sudah ditetapkan target penurunan stunting harus 23 persen, itu berarti konsekuensi disediakan anggaran yang cukup besar untuk penurunan stunting, gizi buruk dan gizi kurang sehingga bisa sampai turun menjadi 23 persen," kata Ketua Komisi IV DPRD Maluku Samson Atapary di Ambon, Rabu.
Ia meminta setiap organisasi perangkat daerah (OPD) sesuai regulasi mengalokasikan anggaran minimal 9 persen untuk program penanganan stunting, gizi buruk dan gizi kurang.
Ia mengungkap, di akhir tahun 2021 sampai awal tahun 2022 ada dana segar lewat pinjaman SMI untuk penanganan pemulihan ekonomi sehingga mestinya berdampak besar terhadap penurunan stunting, gizi buruk, gizi kurang serta penurunan jumlah orang miskin.
"Namun faktanya itu tidak terjadi yang berarti ada kekeliruan dari koordinasi dalam penanganan penurunan stunting, dan inilah tugas kita Komisi IV mempertanyakan hal tersebut karena targetnya memang tidak tercapai," jelas Samson.
Perlu diingat juga semenjak tahun 2020 dan 2021, anggaran yang dikelola untuk penurunan stunting juga besar sehingga penurunan per tahun yang hanya kurang lebih dua persen, itu pun termasuk lambat.
"Hasil pengawasan komisi pada lokus-lokus stunting, bantuan yang diberikan juga banyak yang salah sasaran dan tidak terbangun sistem Kerja di tingkat desa sebagai tempat yang dekat dengan lokus stunting," ucap Samson.
Sejak awal pihaknya telah menyampaikan bahwa efektifnya penanganan stunting jika PKK Provinsi mengundang para ketua PKK Desa (istri kepala desa) kemudian latih mereka untuk bagaimana cara menurunkan angka stunting, gizi buruk dan gizi kurang.
Kemudian mereka ditetapkan sebagai duta parenting di tingkat desa yang dekat dengan lokus stunting, selanjutnya PKK membuat program untuk para ketua PKK Desa sebagai kader penurunan stunting yang berkolaborasi dengan Posyandu dan Pustu serta Puskesmas untuk kerja kolaborasi penurunan stunting.
Sehingga kalau membutuhkan anggaran bisa juga dialokasi lewat APBDesa selain dari APBD provinsi dan kabupaten/kota.
Baca juga: MPR minta semua pihak fokus atasi faktor penyebab stunting
"Sebelum menyusun APBD 2022 sudah ditetapkan target penurunan stunting harus 23 persen, itu berarti konsekuensi disediakan anggaran yang cukup besar untuk penurunan stunting, gizi buruk dan gizi kurang sehingga bisa sampai turun menjadi 23 persen," kata Ketua Komisi IV DPRD Maluku Samson Atapary di Ambon, Rabu.
Ia meminta setiap organisasi perangkat daerah (OPD) sesuai regulasi mengalokasikan anggaran minimal 9 persen untuk program penanganan stunting, gizi buruk dan gizi kurang.
Ia mengungkap, di akhir tahun 2021 sampai awal tahun 2022 ada dana segar lewat pinjaman SMI untuk penanganan pemulihan ekonomi sehingga mestinya berdampak besar terhadap penurunan stunting, gizi buruk, gizi kurang serta penurunan jumlah orang miskin.
"Namun faktanya itu tidak terjadi yang berarti ada kekeliruan dari koordinasi dalam penanganan penurunan stunting, dan inilah tugas kita Komisi IV mempertanyakan hal tersebut karena targetnya memang tidak tercapai," jelas Samson.
Perlu diingat juga semenjak tahun 2020 dan 2021, anggaran yang dikelola untuk penurunan stunting juga besar sehingga penurunan per tahun yang hanya kurang lebih dua persen, itu pun termasuk lambat.
"Hasil pengawasan komisi pada lokus-lokus stunting, bantuan yang diberikan juga banyak yang salah sasaran dan tidak terbangun sistem Kerja di tingkat desa sebagai tempat yang dekat dengan lokus stunting," ucap Samson.
Sejak awal pihaknya telah menyampaikan bahwa efektifnya penanganan stunting jika PKK Provinsi mengundang para ketua PKK Desa (istri kepala desa) kemudian latih mereka untuk bagaimana cara menurunkan angka stunting, gizi buruk dan gizi kurang.
Kemudian mereka ditetapkan sebagai duta parenting di tingkat desa yang dekat dengan lokus stunting, selanjutnya PKK membuat program untuk para ketua PKK Desa sebagai kader penurunan stunting yang berkolaborasi dengan Posyandu dan Pustu serta Puskesmas untuk kerja kolaborasi penurunan stunting.
Sehingga kalau membutuhkan anggaran bisa juga dialokasi lewat APBDesa selain dari APBD provinsi dan kabupaten/kota.
Baca juga: MPR minta semua pihak fokus atasi faktor penyebab stunting
Baca juga: Penyediaan antropometri salah satu upaya cegah stunting
Ia meminta Gubernur untuk membuat kebijakan mengkoordinir hal tersebut dengan para Bupati dan Walikota yang kemudian dikoordinir oleh Bappeda provinsi.
Ia meminta Gubernur untuk membuat kebijakan mengkoordinir hal tersebut dengan para Bupati dan Walikota yang kemudian dikoordinir oleh Bappeda provinsi.