Jakarta (ANTARA) - Pakar Pendidikan Susanto mengatakan pentingnya edukasi stop perundungan di sekolah guna mencegah perilaku perundungan kembali terjadi di sekolah. "Harus ada perbaikan sistem sekolah. Edukasi stop bullying harus dilakukan dengan baik di sekolah, baik melalui standing banner, literasi oleh guru, project anak, dan lain sebagainya," kata Susanto dalam keterangan, di Jakarta, Selasa.
Edukasi mengenai bahaya perundungan ini juga harus diiringi dengan penunjukan duta-duta anti perundungan dari anak. "Termasuk penting menumbuhkan duta-duta anti bullying dari anak untuk mencegah bullying di sekolah," katanya.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar Perkominfo Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik, direvisi. Menurut Susanto, regulasi ini cenderung melihat permainan kekerasan dengan pendekatan klasifikasi usia. "Padahal seharusnya usia berapapun, selagi masih usia anak tetap tak dibenarkan mengakses konten kekerasan apalagi sadisme agar anak tidak terimitasi," katanya.
Susanto menambahkan game berkonten kekerasan dan sadisme, harus dipandang bukan materi permainan tapi materi negatif yang tidak boleh dilihat, apalagi dimainkan usia anak. "Saya optimistis Pak Menkominfo memiliki perhatian dan keberanian melakukan revisi tersebut," katanya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2017 - 2022 ini mengatakan deteksi dini juga penting untuk mencegah anak menjadi korban atau pelaku perundungan. "Deteksi dini agar anak tidak menjadi korban dan pelaku bullying oleh orang tua dan guru perlu dilakukan agar pola pencegahan bisa dilakukan sedini mungkin," kata Dosen Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta.
Baca juga: KPAI berikan rekomendasi atas revisi kedua UU ITE
Baca juga: KPAI dukung wacana WFH lindungi anak dari polusi
Menurut Susanto, kasus perundungan di Cilacap, Jawa Tengah, merupakan bagian dari perundungan yang terlihat di permukaan. Sejati-nya, perundungan terjadi di sejumlah sekolah yang kadang tidak diketahui publik. Sejumlah kasus perundungan juga terjadi mulai dari tingkat PAUD, Sekolah Dasar, SMP, bahkan SMA/SMK.
Edukasi mengenai bahaya perundungan ini juga harus diiringi dengan penunjukan duta-duta anti perundungan dari anak. "Termasuk penting menumbuhkan duta-duta anti bullying dari anak untuk mencegah bullying di sekolah," katanya.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar Perkominfo Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik, direvisi. Menurut Susanto, regulasi ini cenderung melihat permainan kekerasan dengan pendekatan klasifikasi usia. "Padahal seharusnya usia berapapun, selagi masih usia anak tetap tak dibenarkan mengakses konten kekerasan apalagi sadisme agar anak tidak terimitasi," katanya.
Susanto menambahkan game berkonten kekerasan dan sadisme, harus dipandang bukan materi permainan tapi materi negatif yang tidak boleh dilihat, apalagi dimainkan usia anak. "Saya optimistis Pak Menkominfo memiliki perhatian dan keberanian melakukan revisi tersebut," katanya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2017 - 2022 ini mengatakan deteksi dini juga penting untuk mencegah anak menjadi korban atau pelaku perundungan. "Deteksi dini agar anak tidak menjadi korban dan pelaku bullying oleh orang tua dan guru perlu dilakukan agar pola pencegahan bisa dilakukan sedini mungkin," kata Dosen Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta.
Baca juga: KPAI berikan rekomendasi atas revisi kedua UU ITE
Baca juga: KPAI dukung wacana WFH lindungi anak dari polusi
Menurut Susanto, kasus perundungan di Cilacap, Jawa Tengah, merupakan bagian dari perundungan yang terlihat di permukaan. Sejati-nya, perundungan terjadi di sejumlah sekolah yang kadang tidak diketahui publik. Sejumlah kasus perundungan juga terjadi mulai dari tingkat PAUD, Sekolah Dasar, SMP, bahkan SMA/SMK.