Lombok Barat (Antara NTB) - Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat berkomitmen memberantas produksi minuman keras tradisional terbuat dari air pohon aren dengan kebijakan pemberdayaan usaha ekonomi produktif.
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid di Lombok Barat, Kamis mengatakan produksi air pohon nira di daerahnya berlebih, sebagian sudah dimanfaatkan untuk bahan baku gula aren, sebagian lagi diolah menjadi minuman keras (miras) tradisional.
"Produksi air nira berlebih, kalau dibiarkan cepat busuk, makanya ada yang olah jadi miras, itu tidak bisa membabi buta melarang, di sisi lain belum ada alternatif," katanya.
Menurut dia, upaya memberantas produksi dan peredaran miras tradisional tersebut sudah dilakukan polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja Lombok Barat, namun belum bisa menghentikan aktivitasnya secara keseluruhan.
Pemerintah Kota Mataram sebagai daerah yang menjadi korban karena menjadi lokasi perdagangan juga masih kesulitan untuk mengatasi masalah miras tradisional tersebut.
"Lombok Barat sulit, Kota Mataram juga sulit mengatasinya (miras tradisional)," ujarnya.
Salah satu cara yang dianggap efektif, kata Fauzan, adalah mengajak para petani penyadap air pohon nira untuk memproduksi gula aren dari bahan baku air nira.
Gula aren atau disebut gula semut nantinya akan dipasarkan untuk kebutuhan hotel-hotel di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram yang jumlahnya ratusan unit.
Pemkab Lombok Barat, lanjut Fauzan, sudah berkoordinasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, terkait dengan kewajiban menyerap gula aren produksi lokal.
"Kami juga sudah minta tolong kepada Wali Kota Mataram untuk mengarahkan hotel di wilayahnya membeli gula aren lokal, infonya nanti akan ada peraturan wali kota," katanya.
Untuk mewujudkan aksi pemberantasan produksi dan peredaran miras tradisional tersebut, Fauzan mengaku sudah menyiapkan langkah-langkah dalam rangka menggerakkan petani di sentra produksi air nira untuk memproduksi gula aren.
"Kami akan memberikan pelatihan mulai dari hulu hingga hilir, bagaimana kemasan dan higientas produknya, sehingga memenuhi standar hotel," ucapnya.
Menurut dia, hotel merupakan pasar yang potensial untuk gula aren lokal karena jumlahnya mencapai ratusan hotel.
Hotel-hotel tersebut diyakini membutuhkan gula aren untuk dijadikan bahan pemanis produk kulinernya.
Data Badan Pusat Statistik NTB, jumlah hotel kelas bintang di NTB pada 2015 sebanyak 55 hotel, atau bertambah 11 hotel dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 44 hotel.
Hotel-hotel kelas bintang tersebut tersebar di 10 kabupaten/kota, namun dominan di Kabupaten Lombok Barat sebanyak 22 hotel, disusul Kota Mataram 19 hotel.
Sementara jumlah hotel nonbintang hingga akhir 2015, sebanyak 829 hotel dengan sebaran terbanyak di Kabupaten Lombok Utara, mencapai 469 hotel. (*)
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid di Lombok Barat, Kamis mengatakan produksi air pohon nira di daerahnya berlebih, sebagian sudah dimanfaatkan untuk bahan baku gula aren, sebagian lagi diolah menjadi minuman keras (miras) tradisional.
"Produksi air nira berlebih, kalau dibiarkan cepat busuk, makanya ada yang olah jadi miras, itu tidak bisa membabi buta melarang, di sisi lain belum ada alternatif," katanya.
Menurut dia, upaya memberantas produksi dan peredaran miras tradisional tersebut sudah dilakukan polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja Lombok Barat, namun belum bisa menghentikan aktivitasnya secara keseluruhan.
Pemerintah Kota Mataram sebagai daerah yang menjadi korban karena menjadi lokasi perdagangan juga masih kesulitan untuk mengatasi masalah miras tradisional tersebut.
"Lombok Barat sulit, Kota Mataram juga sulit mengatasinya (miras tradisional)," ujarnya.
Salah satu cara yang dianggap efektif, kata Fauzan, adalah mengajak para petani penyadap air pohon nira untuk memproduksi gula aren dari bahan baku air nira.
Gula aren atau disebut gula semut nantinya akan dipasarkan untuk kebutuhan hotel-hotel di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram yang jumlahnya ratusan unit.
Pemkab Lombok Barat, lanjut Fauzan, sudah berkoordinasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, terkait dengan kewajiban menyerap gula aren produksi lokal.
"Kami juga sudah minta tolong kepada Wali Kota Mataram untuk mengarahkan hotel di wilayahnya membeli gula aren lokal, infonya nanti akan ada peraturan wali kota," katanya.
Untuk mewujudkan aksi pemberantasan produksi dan peredaran miras tradisional tersebut, Fauzan mengaku sudah menyiapkan langkah-langkah dalam rangka menggerakkan petani di sentra produksi air nira untuk memproduksi gula aren.
"Kami akan memberikan pelatihan mulai dari hulu hingga hilir, bagaimana kemasan dan higientas produknya, sehingga memenuhi standar hotel," ucapnya.
Menurut dia, hotel merupakan pasar yang potensial untuk gula aren lokal karena jumlahnya mencapai ratusan hotel.
Hotel-hotel tersebut diyakini membutuhkan gula aren untuk dijadikan bahan pemanis produk kulinernya.
Data Badan Pusat Statistik NTB, jumlah hotel kelas bintang di NTB pada 2015 sebanyak 55 hotel, atau bertambah 11 hotel dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 44 hotel.
Hotel-hotel kelas bintang tersebut tersebar di 10 kabupaten/kota, namun dominan di Kabupaten Lombok Barat sebanyak 22 hotel, disusul Kota Mataram 19 hotel.
Sementara jumlah hotel nonbintang hingga akhir 2015, sebanyak 829 hotel dengan sebaran terbanyak di Kabupaten Lombok Utara, mencapai 469 hotel. (*)