Mataram (ANTARA) - Perguruan tinggi adalah salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu bangsa. Mempersiapkan generasi muda dengan pengetahuan dan keterampilan yang tepat serta mumpuni adalah kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan masa depan. Namun dalam beberapa tahun terakhir, dunia perguruan tinggi telah menghadapi berbagai kritik terkait kualitas pendidikan yang dianggap tidak berkembang dan malah semakin menurun kualitasnya.
Kemudian salah satu solusi yang diusulkan pemerintah adalah penghapusan skripsi yang menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa sarjana. Dengan demikian, salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah penghapusan skripsi dapat menjadi solusi untuk membangun jalan menuju pendidikan berkualitas yang lebih baik?.
Skripsi atau dikenal sebagai tugas akhir mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana merupakan sebuah syarat yang sudah ada sejak lama. Sedikit banyak, skripsi dianggap sebagai suatu ritual yang harus dan pasti akan dijalani mahasiswa sebelum dilepas lulus untuk kembali ke masyarakat. Eksistensinya sendiri sudah menjadi semacam urban legend yang ditakuti mahasiswa sebab banyak rumor-rumor buruk beredar disekitar kata ‘skripsi’ itu sendiri.
Akan tetapi, akhir-akhir ini beredar kabar bahwa skripsi dikatakan akan dihapuskan dari tugas akhir mahasiswa. Hal ini menimbulkan banyak pro dan kontra terkait banyak hal mengenai perubahan sistem kelulusan ini, apakah penghapusan skripsi memang ini perlu dilakukan dan menjadi solusi menuju pendikakan yang lebih berkualitas?
Diketahui bahwa tugas akhir mahasiswa yang berupa skripsi harus melewati banyak penelitian, observasi, penyusunan laporan, sidang, dan revisi yang tak ada habisnya. Penyusunan skripsi juga dapat memakan waktu yang cukup lama untuk selesai dan dinyatakan selesai, bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tergantung pada bagaimana penyelesaiannya.
Selain kerumitan dan banyaknya waktu yang terkuras habis, skripsi juga membutuhkan tenaga dan mental yang kuat untuk bisa selesai hingga sidang terakhir. Banyak mahasiswa menganggap skripsi sebagai sebuah beban dari kelulusan. Namun dengan sistem yang serumit itu dan keluhan yang tak ada habisnya, masih banyak mahasiswa yang selesai dan lulus dengan gemilang.
Saat ini, dikatakan bahwa mahasiswa bisa lebih tenang karena adanya penghapusan syarat kelulusan mahasiswa sarjana perguruan tinggi yang sebelumnya wajib menggunakan skripsi. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memberikan perguruan tinggi kemerdekaan untuk memberikan tugas akhir kepada mahasiswa program sarjana dalam bentuk lain.
Kabar baik ini disambut dengan sangat gembira oleh para mahasiswa dari berbagai kalangan semester, bahkan dari orang-orang yang belum memasuki dunia perkuliahan. Mereka berasumsi bahwa dengan tiadanya skripsi maka beban tugas akhir akan hilang sepenuhnya dan kelulusan akan menjadi lebih mudah.
Sayangnya kebijakan penghapusan skripsi ini menjadi tanda tanya besar untuk banyak orang tentang apakah penghapusan skripsi ini adalah langkah yang tepat untuk diambil. Skripsi memang menantang, tapi bukannya mustahil untuk selesai. Skripsi dapat memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memperdalam pemahaman mereka tentang subjek tertentu dan mengembangkan keterampilan penelitian yang sangat berharga di masa depan. Penghapusan skripsi bisa menimbulkan dampak negatif pada kualitas pendidikan, karena siswa akan kehilangan pengalaman dalam menulis karya ilmiah dan melakukan penelitian independen yang penting untuk karir akademik dan profesional mereka.
Kemudian pula, tidak dapat dipungkiri bahwa evaluasi akhir dalam perguruan tinggi memiliki peran yang sangat penting. Skripsi adalah salah satu bentuk evaluasi akhir yang digunakan oleh perguruan tinggi untuk mengukur pemahaman dan kemampuan mahasiswa dalam bidang studi yang mereka jalani. Penghapusan skripsi akan menghadirkan pertanyaan penting mengenai bagaimana perguruan tinggi akan menilai pemahaman dan kualifikasi mahasiswa tanpa instrumen evaluasi semacam itu. Oleh karena itu, sebelum mengambil langkah sebesar itu, kita harus memastikan bahwa ada alternatif yang layak, adil, serta sepadan dengan bobot yang dimiliki skripsi.
Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa skripsi tidak selalu berkorelasi dengan kualitas pendidikan. Terlalu sering, mahasiswa merasa terbebani oleh tugas ini dan melihatnya sebagai hambatan dalam perjalanan pendidikan mereka. Fokus terlalu besar pada penyelesaian skripsi dapat mengaburkan tujuan utama pendidikan pada perguruan tinggi, yaitu memberikan pemahaman yang mendalam tentang subjek tertentu dan mengembangkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja.
Apalagi ada banyak kasus yang menunjukkan bahwa skripsi sering menjadi lebih tentang ‘menyelesaikan tugas’ daripada tentang eksplorasi pengetahuan yang sebenarnya. Mahasiswa mungkin terburu-buru untuk menyelesaikan skripsi mereka, berlomba-lomba menjadi yang tercepat untuk lulus, dan prosesnya bisa diiringi dengan tekanan stress yang akhirnya menciptakan hasil yang kurang produktif. Ini mungkin berdampak negatif pada kualitas hasil penelitian mereka dan tidak akan memiliki banyak dampak untuk kehidupan mereka ke depannya.
Dengan adanya rencanya penghapusan skripsi ini, beberapa perguruan tinggi telah mulai membuat tugas akhir alternatif dengan proyek-proyek penelitian atau kerja lapangan yang lebih terkait dengan dunia kerja nyata. Pendekatan ini dapat memberikan mahasiswa pengalaman praktis yang lebih berharga dan memungkinkan mereka untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang lebih relevan dengan kehidupan.
Misalnya, seorang mahasiswa program studi agroteknologi mungkin akan lebih bermanfaat dengan mengembangkan rencana penanaman yang lebih efektif terhadap pertumbuhan tanaman serta kesuburan tanah daripada menulis makalah panjang tentang topik yang mungkin tidak pernah mereka terapkan dalam praktik pertanian. Proyek-proyek penelitian yang relevan dengan industri juga dapat membuka peluang kolaborasi antara perguruan tinggi dan perusahaan-perusahaan lokal, menciptakan hubungan yang lebih kuat antara dunia akademik dan dunia kerja. Ini adalah salah satu cara untuk mengatasi kesenjangan yang seringkali ada antara apa yang diajarkan di kelas dan apa yang diperlukan dalam karier profesional.
Penghapusan skripsi sebagai evaluasi akhir bukanlah langkah yang sederhana. Hal ini akan melibatkan banyak tantangan praktis yang perlu diatasi untuk jangka panjang baik dari sisi mahasiswa dan dosen penilai. Salah satunya adalah bagaimana mengukur pengetahuan dan kualifikasi mahasiswa tanpa evaluasi yang selama ini sudah dilakukan. Pengembangan alternatif yang cermat dan adil akan menjadi kunci keberhasilan jika penghapusan skripsi benar-benar diimplementasikan.
Penggantian skripsi dengan proyek-proyek penelitian atau bentuk evaluasi lainnya juga akan memerlukan perubahan dalam kurikulum dan metode pengajaran. Penilaian yang akan dilakukan juga pasti mengalami perubahan dari yang biasanya sudah dilakukan sepajang waktu dan perlu penyesuaian lebih lanjut terkait variable yang akan dinilai. Fakultas dan dosen harus diberi pelatihan untuk mengembangkan proyek-proyek yang relevan dengan industri dan memfasilitasi pengalaman belajar yang lebih praktis. Penting untuk diingat bahwa skripsi tidak hanya tentang menyelesaikan tugas akademik. Ini juga tentang mengembangkan kemampuan penelitian yang berharga.
Oleh karena itu dari pada menghapus skipsi yang tidak perlu, solusi yang lebih baik adalah meningkatkan pendidikan dan dukungan untuk mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi dan tugas akhir mereka. Dalam hal ini, institusi pendidikan harus memberikan bantuan yang memadai dan mendukung mahasiswa selama proses penulisan skripsi atau tugas akhir mereka.
Selain itu, pihak akademik juga harus memberikan pelatihan dan bimbingan yang lebih baik dalam penulisan skripsi dan penelitian, sehingga mahasiswa dapat menyelesaikan tugas akhir mereka dengan lebih baik dan mencapai hasil yang optimal. Dengan cara ini, mahasiswa akan lebih siap untuk menghadapi dunia kerja di masa depan serta dapat mengamalkan ilmu yang telah didapatkan selama bertahun-tahun berkuliah.
Kemudian salah satu solusi yang diusulkan pemerintah adalah penghapusan skripsi yang menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa sarjana. Dengan demikian, salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah penghapusan skripsi dapat menjadi solusi untuk membangun jalan menuju pendidikan berkualitas yang lebih baik?.
Skripsi atau dikenal sebagai tugas akhir mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana merupakan sebuah syarat yang sudah ada sejak lama. Sedikit banyak, skripsi dianggap sebagai suatu ritual yang harus dan pasti akan dijalani mahasiswa sebelum dilepas lulus untuk kembali ke masyarakat. Eksistensinya sendiri sudah menjadi semacam urban legend yang ditakuti mahasiswa sebab banyak rumor-rumor buruk beredar disekitar kata ‘skripsi’ itu sendiri.
Akan tetapi, akhir-akhir ini beredar kabar bahwa skripsi dikatakan akan dihapuskan dari tugas akhir mahasiswa. Hal ini menimbulkan banyak pro dan kontra terkait banyak hal mengenai perubahan sistem kelulusan ini, apakah penghapusan skripsi memang ini perlu dilakukan dan menjadi solusi menuju pendikakan yang lebih berkualitas?
Diketahui bahwa tugas akhir mahasiswa yang berupa skripsi harus melewati banyak penelitian, observasi, penyusunan laporan, sidang, dan revisi yang tak ada habisnya. Penyusunan skripsi juga dapat memakan waktu yang cukup lama untuk selesai dan dinyatakan selesai, bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tergantung pada bagaimana penyelesaiannya.
Selain kerumitan dan banyaknya waktu yang terkuras habis, skripsi juga membutuhkan tenaga dan mental yang kuat untuk bisa selesai hingga sidang terakhir. Banyak mahasiswa menganggap skripsi sebagai sebuah beban dari kelulusan. Namun dengan sistem yang serumit itu dan keluhan yang tak ada habisnya, masih banyak mahasiswa yang selesai dan lulus dengan gemilang.
Saat ini, dikatakan bahwa mahasiswa bisa lebih tenang karena adanya penghapusan syarat kelulusan mahasiswa sarjana perguruan tinggi yang sebelumnya wajib menggunakan skripsi. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memberikan perguruan tinggi kemerdekaan untuk memberikan tugas akhir kepada mahasiswa program sarjana dalam bentuk lain.
Kabar baik ini disambut dengan sangat gembira oleh para mahasiswa dari berbagai kalangan semester, bahkan dari orang-orang yang belum memasuki dunia perkuliahan. Mereka berasumsi bahwa dengan tiadanya skripsi maka beban tugas akhir akan hilang sepenuhnya dan kelulusan akan menjadi lebih mudah.
Sayangnya kebijakan penghapusan skripsi ini menjadi tanda tanya besar untuk banyak orang tentang apakah penghapusan skripsi ini adalah langkah yang tepat untuk diambil. Skripsi memang menantang, tapi bukannya mustahil untuk selesai. Skripsi dapat memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memperdalam pemahaman mereka tentang subjek tertentu dan mengembangkan keterampilan penelitian yang sangat berharga di masa depan. Penghapusan skripsi bisa menimbulkan dampak negatif pada kualitas pendidikan, karena siswa akan kehilangan pengalaman dalam menulis karya ilmiah dan melakukan penelitian independen yang penting untuk karir akademik dan profesional mereka.
Kemudian pula, tidak dapat dipungkiri bahwa evaluasi akhir dalam perguruan tinggi memiliki peran yang sangat penting. Skripsi adalah salah satu bentuk evaluasi akhir yang digunakan oleh perguruan tinggi untuk mengukur pemahaman dan kemampuan mahasiswa dalam bidang studi yang mereka jalani. Penghapusan skripsi akan menghadirkan pertanyaan penting mengenai bagaimana perguruan tinggi akan menilai pemahaman dan kualifikasi mahasiswa tanpa instrumen evaluasi semacam itu. Oleh karena itu, sebelum mengambil langkah sebesar itu, kita harus memastikan bahwa ada alternatif yang layak, adil, serta sepadan dengan bobot yang dimiliki skripsi.
Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa skripsi tidak selalu berkorelasi dengan kualitas pendidikan. Terlalu sering, mahasiswa merasa terbebani oleh tugas ini dan melihatnya sebagai hambatan dalam perjalanan pendidikan mereka. Fokus terlalu besar pada penyelesaian skripsi dapat mengaburkan tujuan utama pendidikan pada perguruan tinggi, yaitu memberikan pemahaman yang mendalam tentang subjek tertentu dan mengembangkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja.
Apalagi ada banyak kasus yang menunjukkan bahwa skripsi sering menjadi lebih tentang ‘menyelesaikan tugas’ daripada tentang eksplorasi pengetahuan yang sebenarnya. Mahasiswa mungkin terburu-buru untuk menyelesaikan skripsi mereka, berlomba-lomba menjadi yang tercepat untuk lulus, dan prosesnya bisa diiringi dengan tekanan stress yang akhirnya menciptakan hasil yang kurang produktif. Ini mungkin berdampak negatif pada kualitas hasil penelitian mereka dan tidak akan memiliki banyak dampak untuk kehidupan mereka ke depannya.
Dengan adanya rencanya penghapusan skripsi ini, beberapa perguruan tinggi telah mulai membuat tugas akhir alternatif dengan proyek-proyek penelitian atau kerja lapangan yang lebih terkait dengan dunia kerja nyata. Pendekatan ini dapat memberikan mahasiswa pengalaman praktis yang lebih berharga dan memungkinkan mereka untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang lebih relevan dengan kehidupan.
Misalnya, seorang mahasiswa program studi agroteknologi mungkin akan lebih bermanfaat dengan mengembangkan rencana penanaman yang lebih efektif terhadap pertumbuhan tanaman serta kesuburan tanah daripada menulis makalah panjang tentang topik yang mungkin tidak pernah mereka terapkan dalam praktik pertanian. Proyek-proyek penelitian yang relevan dengan industri juga dapat membuka peluang kolaborasi antara perguruan tinggi dan perusahaan-perusahaan lokal, menciptakan hubungan yang lebih kuat antara dunia akademik dan dunia kerja. Ini adalah salah satu cara untuk mengatasi kesenjangan yang seringkali ada antara apa yang diajarkan di kelas dan apa yang diperlukan dalam karier profesional.
Penghapusan skripsi sebagai evaluasi akhir bukanlah langkah yang sederhana. Hal ini akan melibatkan banyak tantangan praktis yang perlu diatasi untuk jangka panjang baik dari sisi mahasiswa dan dosen penilai. Salah satunya adalah bagaimana mengukur pengetahuan dan kualifikasi mahasiswa tanpa evaluasi yang selama ini sudah dilakukan. Pengembangan alternatif yang cermat dan adil akan menjadi kunci keberhasilan jika penghapusan skripsi benar-benar diimplementasikan.
Penggantian skripsi dengan proyek-proyek penelitian atau bentuk evaluasi lainnya juga akan memerlukan perubahan dalam kurikulum dan metode pengajaran. Penilaian yang akan dilakukan juga pasti mengalami perubahan dari yang biasanya sudah dilakukan sepajang waktu dan perlu penyesuaian lebih lanjut terkait variable yang akan dinilai. Fakultas dan dosen harus diberi pelatihan untuk mengembangkan proyek-proyek yang relevan dengan industri dan memfasilitasi pengalaman belajar yang lebih praktis. Penting untuk diingat bahwa skripsi tidak hanya tentang menyelesaikan tugas akademik. Ini juga tentang mengembangkan kemampuan penelitian yang berharga.
Oleh karena itu dari pada menghapus skipsi yang tidak perlu, solusi yang lebih baik adalah meningkatkan pendidikan dan dukungan untuk mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi dan tugas akhir mereka. Dalam hal ini, institusi pendidikan harus memberikan bantuan yang memadai dan mendukung mahasiswa selama proses penulisan skripsi atau tugas akhir mereka.
Selain itu, pihak akademik juga harus memberikan pelatihan dan bimbingan yang lebih baik dalam penulisan skripsi dan penelitian, sehingga mahasiswa dapat menyelesaikan tugas akhir mereka dengan lebih baik dan mencapai hasil yang optimal. Dengan cara ini, mahasiswa akan lebih siap untuk menghadapi dunia kerja di masa depan serta dapat mengamalkan ilmu yang telah didapatkan selama bertahun-tahun berkuliah.