Semarang (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah Agung Budi Margono mengatakan pemerintah harus adaptif dalam mengembangkan ekonomi kreatif, terutama dengan munculnya sektor-sektor pekerjaan baru.
"Pandangan bekerja anak-anak muda sekarang ini berbeda dengan dulu," kata Legislator Agung Budi Margono saat peluncuran buku karyanya berjudul "Menggerakkan Ekonomi Kreatif Kaum Muda" di Semarang, Selasa malam.
Bahkan, kata dia, perbedaan orientasi itu sudah mulai terlihat dari cita-cita anak-anak sekarang yang tidak sama seperti orang dulu yang kebanyakan bercita-cita menjadi dokter, insinyur, dan pilot.
"Dulu, kalau ditanya orang (tentang) cita-cita biasanya kalau enggak insinyur, dokter, tentara. Kalau anak sekarang cita-citanya beda, jadi selebgram, youtuber, gamer, dan sebagainya," katanya.
Artinya, kata dia, harus disadari bahwa pengembangan ekonomi kreatif melahirkan sektor-sektor pekerjaan baru yang harus diperhatikan serius oleh pemerintah, apalagi sasarannya adalah generasi muda.
"Pekerjaan formal yang dulu dicita-citakan banyak orang bukan berarti hilang, tetapi ada (bidang pekerjaan) yang baru. Ini kenapa pemerintah harus lebih serius karena sedang zamannya bonus demografi," katanya.
Menurut dia, kekhawatiran mengenai ketersediaan lapangan pekerjaan masih menjadi persoalan yang dialami generasi muda, sehingga pemerintah harus peduli sebagai bagian dari mengadaptasi perkembangan zaman.
Menurut dia, kampanye tentang peluang pekerjaan baru sebenarnya tidak bisa melulu hanya menyasar anak-anak muda, tetapi juga kalangan orang tua agar mereka juga paham dengan apa yang diinginkan generasi muda.
"Orang tua harus paham bahwa sekarang ini dunianya berbeda. Cita-cita anak zaman now dengan dulu berbeda. Jadi, jangan sampai kemudian orang tua memaksakan anaknya dalam (meraih) cita-citanya," katanya.
Dalam bukunya itu, Agung mengangkat tentang pengalaman dan pandangan pentingnya generasi muda diberikan akses dalam pengembangan ekonomi kreatif yang tercakup dalam 17 subsektor, seperti aplikasi, kuliner, fesyen, dan animasi. Uniknya, dia memilih es teh sebagai gambar dalam sampul buku setebal 92 halaman itu karena dinilai memiliki nilai filosofis yang cukup dalam.
"Pertama, es teh itu sekarang menjadi salah satu simbol ekonomi kreatif berbasis kerakyatan. Di setiap jalan, ada orang berjualan es teh. Ya, kan menjadi salah satu dari 17 subsektor ekonomi kreatif, yakni kuliner," katanya.
Baca juga: Apresiasi karya dan prestasi di industri kreatif digital, Telkomsel umumkan para peraih Telkomsel Awards 2023
Baca juga: BNI dukung Raisa Live in Concert mendorong industri kreatif Tanah Air
Selain itu, kata dia, es teh menyimbolkan sesuatu yang dingin yang diharapkan bisa menjadi pengingat di tahun politik bahwa politik boleh panas, tetapi hati harus tetap adem dalam menyikapinya.
"Pandangan bekerja anak-anak muda sekarang ini berbeda dengan dulu," kata Legislator Agung Budi Margono saat peluncuran buku karyanya berjudul "Menggerakkan Ekonomi Kreatif Kaum Muda" di Semarang, Selasa malam.
Bahkan, kata dia, perbedaan orientasi itu sudah mulai terlihat dari cita-cita anak-anak sekarang yang tidak sama seperti orang dulu yang kebanyakan bercita-cita menjadi dokter, insinyur, dan pilot.
"Dulu, kalau ditanya orang (tentang) cita-cita biasanya kalau enggak insinyur, dokter, tentara. Kalau anak sekarang cita-citanya beda, jadi selebgram, youtuber, gamer, dan sebagainya," katanya.
Artinya, kata dia, harus disadari bahwa pengembangan ekonomi kreatif melahirkan sektor-sektor pekerjaan baru yang harus diperhatikan serius oleh pemerintah, apalagi sasarannya adalah generasi muda.
"Pekerjaan formal yang dulu dicita-citakan banyak orang bukan berarti hilang, tetapi ada (bidang pekerjaan) yang baru. Ini kenapa pemerintah harus lebih serius karena sedang zamannya bonus demografi," katanya.
Menurut dia, kekhawatiran mengenai ketersediaan lapangan pekerjaan masih menjadi persoalan yang dialami generasi muda, sehingga pemerintah harus peduli sebagai bagian dari mengadaptasi perkembangan zaman.
Menurut dia, kampanye tentang peluang pekerjaan baru sebenarnya tidak bisa melulu hanya menyasar anak-anak muda, tetapi juga kalangan orang tua agar mereka juga paham dengan apa yang diinginkan generasi muda.
"Orang tua harus paham bahwa sekarang ini dunianya berbeda. Cita-cita anak zaman now dengan dulu berbeda. Jadi, jangan sampai kemudian orang tua memaksakan anaknya dalam (meraih) cita-citanya," katanya.
Dalam bukunya itu, Agung mengangkat tentang pengalaman dan pandangan pentingnya generasi muda diberikan akses dalam pengembangan ekonomi kreatif yang tercakup dalam 17 subsektor, seperti aplikasi, kuliner, fesyen, dan animasi. Uniknya, dia memilih es teh sebagai gambar dalam sampul buku setebal 92 halaman itu karena dinilai memiliki nilai filosofis yang cukup dalam.
"Pertama, es teh itu sekarang menjadi salah satu simbol ekonomi kreatif berbasis kerakyatan. Di setiap jalan, ada orang berjualan es teh. Ya, kan menjadi salah satu dari 17 subsektor ekonomi kreatif, yakni kuliner," katanya.
Baca juga: Apresiasi karya dan prestasi di industri kreatif digital, Telkomsel umumkan para peraih Telkomsel Awards 2023
Baca juga: BNI dukung Raisa Live in Concert mendorong industri kreatif Tanah Air
Selain itu, kata dia, es teh menyimbolkan sesuatu yang dingin yang diharapkan bisa menjadi pengingat di tahun politik bahwa politik boleh panas, tetapi hati harus tetap adem dalam menyikapinya.