Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengingatkan kepada jajarannya tentang etika, tata krama, dan adab sebagai seorang jaksa, salah satunya tidak boleh sembarangan dalam penampilan.
"Menjadi seorang jaksa tidak boleh sembarangan dalam berpenampilan," kata Burhanuddin dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut orang nomor satu di Kejaksaan Agung itu, sejak lulus dan dilantik menjadi seorang jaksa sudah dibekali dengan kode perilaku jaksa seperti tidak boleh bertato, tidak boleh berjenggot, tidak boleh bertindik sembarangan, tidak memakai pewarna rambut yang dilarang, termasuk tidak pamer kemewahan (flexing) karena jaksa itu melekat secara personality pada diri seseorang.
Imbauan, instruksi, dan edaran mengenai kode etik perilaku jaksa, kata Jaksa Agung, sudah beberapa kali disampaikan, baik melalui edaran maupun dalam berbagai kesempatan.
Burhanuddin mengingatkan kembali bahwa kode etik perilaku jaksa, terutama pada masa perkembangan media sosial dan dunia digital yang sangat mengkhawatirkan, terlebih lagi seorang jaksa adalah bagian dari penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh dan teladan.
Dari cara berpakaian, Burhanuddin mengingatkan agar jaksa menggunakan seragam jaksa (gamjak) supaya masyarakat bisa membedakan mana jaksa dan aparat lainnya.
Selain itu, dia juga menegaskan bahwa jaksa tidak boleh mendatangi tempat-tempat tertentu yang dapat merugikan institusi seperti tempat hiburan malam dan sejenisnya.
"Menjadi seorang jaksa itu tidak mudah karena kerap mendapat sorotan di tengah masyarakat, apalagi pada era yang rentan viral, cara bertutur di tengah masyarakat juga harus mengutamakan tata krama, adab, dan etika," ujarnya.
Baca juga: Pensiunan TNI dapat bantuan setelah kasus Asabri rampung
Baca juga: Cegah kejahatan laut, Jaksa Agung optimalkan peran intelijen kejaksaan
Etika, tata krama, adab, dan etika jaksa, lanjut dia, menjadi bagian dari hukum yang hidup di tengah masyarakat. Ketika jaksa memiliki kepribadian dan penampilan yang buruk, menurut dia, akan berpengaruh pada kinerja, terlebih lagi tentang penilaian seseorang yang negatif. Dengan demikian, apa pun perbuatan baik yang dilakukan kejaksaan menjadi tidak bernilai.
Burhanuddin menekankan bahwa jaksa harus memiliki kepekaan sosial, rasa empati, dan yang paling penting adalah good character (karakter yang baik) sehingga jaksa sebagai penegak hukum yang humanis adalah cerminan jaksa masa kini dan pada masa mendatang.
"Tidak ada larangan bermain media sosial yang bisa memperkenalkan jaksa humanis dan kinerja kejaksaan di mata masyarakat. Jadilah jaksa yang dicintai dan dipercaya masyarakat dalam segala hal," kata Burhanuddin.