Mataram (ANTARA) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengedukasi mahasiswa dan masyarakat umum di Nusa Tenggara Barat, tentang Surat Berharga Negara (SBN) Ritel yang bisa menjadi alternatif investasi karena memiliki keuntungan bagus dan risikonya rendah.
"Hari ini, kami melakukan sosialisasi terkait dengan SBN Ritel, di mana ini merupakan instrumen yang diterbitkan pemerintah dalam rangka untuk pembiayaan APBN," kata Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), Kemenkeu, Deni Ridwan, di Mataram, Kamis (1/2/2024).
Ia menyebutkan sosialisasi yang dilakukan berupa kuliah umum di Fakultas Ekonomi, Universitas Mataram (Unram), dan nonton bareng film berjudul "Gampang Cuan" dirangkai dengan bedah investasi ORI di Lombok Epicentrum Mall Mataram.
Adapun pemahaman yang diberikan berupa SBN Ritel Seri ORI025T3 dan ORI025T6 yang memberikan perspektif mendalam tentang peluang investasi bagi masyarakat.
Deni juga memberikan gambaran bahwa SBN didesain untuk bisa diakses oleh masyarakat luas, di mana bisa dijual secara daring (online) atau elektronik SBN sehingga mudah dijangkau.
Selain itu, dari sisi minimal investasi sudah sangat rendah, yakni Rp1 juta dan maksimal Rp5 miliar per investor.
Saat ini, pemerintah menawarkan SBN Ritel Seri ORI025T3 dan ORI025T6 dengan tenor tiga tahun dan enam tahun.
"Untuk tenor tiga tahun imbal hasilnya sebesar 6,25 persen, sedangkan tenor enam tahun sebesar 6,40 persen," ujarnya.
Ia menyebutkan syarat untuk berinvestasi SBN Ritel adalah memiliki kartu tanda penduduk (KTP), punya rekening di bank untuk alat bayar bunga setiap bulan.
Ketika sudah memenuhi dua syarat tersebut, tinggal menghubungi mitra distribusi Kemenkeu, yakni bank, perusahaan sekuritas, dan perusahaan fintech.
"SBN Ritel Seri ORI025T3 dan ORI025T6 mulai ditawarkan ditawarkan sejak 29 Januari dan berakhir pada 22 Februari 2024. Ini sifatnya bisa diperjualbeilkan. Artinya kalau butuh dana bisa dijual sewaktu-waktu," ucap Deni.
Pemerintah, lanjut Deni, juga memberikan insentif berupa pajak yang lebih rendah. Bisa dibandingkan dengan bunga deposito pajaknya sebesar 20 persen. Tapi SBN Ritel dikenakan PPh atas bunga obligasi hanya 10 persen.
"Jadi kelihatan lebih menguntungkan untuk berinvestasi di SBN ritel dibandingkan depotiso, meskipun kita tahu sedniri tetap tabungan deposito itu juga penting untuk kita mengelola kebutuhan sehari-hari," katanya.
Menurutnya, informasi terkait alternatif investasi di SBN Ritel belum banyak diketahui oleh masyarakat. Padahal, dengan berinvestasi di SBN ritel memiliki keuntungan yang relatif bagus dan risiko gagal bayar rendah karena merupakan instrumen negara.
"Kita tahu sendiri banyak masyarakat tergiur dengan iming-iming keuntungan yang besar akhirnya terjerumus ke investasi bodong atau ilegal," ucap Deni.
Oleh sebab itu, kata dia, pihaknya memperluas wilayah sosialisasi, khususnya di luar Pulau Jawa, termasuk di NTB, yang memiliki potensi generasi muda cukup besar.
Mahasiswa dan masyarakat umum di NTB, diberikan pemahaman bahwa berinvestasi di SBN Ritel maka turut berpartisipasi dalam pembangunan. Sebab, dana yang didapatkan dari penerbitan SBN akan digunakan untuk pembiayaan APBN yang diarahkan membiayai seluruh kegiatan pembangunan, baik di pusat maupun daerah.
"Hari ini, kami melakukan sosialisasi terkait dengan SBN Ritel, di mana ini merupakan instrumen yang diterbitkan pemerintah dalam rangka untuk pembiayaan APBN," kata Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), Kemenkeu, Deni Ridwan, di Mataram, Kamis (1/2/2024).
Ia menyebutkan sosialisasi yang dilakukan berupa kuliah umum di Fakultas Ekonomi, Universitas Mataram (Unram), dan nonton bareng film berjudul "Gampang Cuan" dirangkai dengan bedah investasi ORI di Lombok Epicentrum Mall Mataram.
Adapun pemahaman yang diberikan berupa SBN Ritel Seri ORI025T3 dan ORI025T6 yang memberikan perspektif mendalam tentang peluang investasi bagi masyarakat.
Deni juga memberikan gambaran bahwa SBN didesain untuk bisa diakses oleh masyarakat luas, di mana bisa dijual secara daring (online) atau elektronik SBN sehingga mudah dijangkau.
Selain itu, dari sisi minimal investasi sudah sangat rendah, yakni Rp1 juta dan maksimal Rp5 miliar per investor.
Saat ini, pemerintah menawarkan SBN Ritel Seri ORI025T3 dan ORI025T6 dengan tenor tiga tahun dan enam tahun.
"Untuk tenor tiga tahun imbal hasilnya sebesar 6,25 persen, sedangkan tenor enam tahun sebesar 6,40 persen," ujarnya.
Ia menyebutkan syarat untuk berinvestasi SBN Ritel adalah memiliki kartu tanda penduduk (KTP), punya rekening di bank untuk alat bayar bunga setiap bulan.
Ketika sudah memenuhi dua syarat tersebut, tinggal menghubungi mitra distribusi Kemenkeu, yakni bank, perusahaan sekuritas, dan perusahaan fintech.
"SBN Ritel Seri ORI025T3 dan ORI025T6 mulai ditawarkan ditawarkan sejak 29 Januari dan berakhir pada 22 Februari 2024. Ini sifatnya bisa diperjualbeilkan. Artinya kalau butuh dana bisa dijual sewaktu-waktu," ucap Deni.
Pemerintah, lanjut Deni, juga memberikan insentif berupa pajak yang lebih rendah. Bisa dibandingkan dengan bunga deposito pajaknya sebesar 20 persen. Tapi SBN Ritel dikenakan PPh atas bunga obligasi hanya 10 persen.
"Jadi kelihatan lebih menguntungkan untuk berinvestasi di SBN ritel dibandingkan depotiso, meskipun kita tahu sedniri tetap tabungan deposito itu juga penting untuk kita mengelola kebutuhan sehari-hari," katanya.
Menurutnya, informasi terkait alternatif investasi di SBN Ritel belum banyak diketahui oleh masyarakat. Padahal, dengan berinvestasi di SBN ritel memiliki keuntungan yang relatif bagus dan risiko gagal bayar rendah karena merupakan instrumen negara.
"Kita tahu sendiri banyak masyarakat tergiur dengan iming-iming keuntungan yang besar akhirnya terjerumus ke investasi bodong atau ilegal," ucap Deni.
Oleh sebab itu, kata dia, pihaknya memperluas wilayah sosialisasi, khususnya di luar Pulau Jawa, termasuk di NTB, yang memiliki potensi generasi muda cukup besar.
Mahasiswa dan masyarakat umum di NTB, diberikan pemahaman bahwa berinvestasi di SBN Ritel maka turut berpartisipasi dalam pembangunan. Sebab, dana yang didapatkan dari penerbitan SBN akan digunakan untuk pembiayaan APBN yang diarahkan membiayai seluruh kegiatan pembangunan, baik di pusat maupun daerah.