Jakarta (ANTARA) - Komunikasi dalam diplomasi internasional memiliki banyak bentuk, salah satunya adalah melalui kuliner. Konsep ini dikenal sebagai gastrodiplomasi, dimana makanan tradisional menjadi sarana untuk memperkuat citra suatu negara.
Indonesia memiliki peluang besar untuk mempromosikan kekayaan kuliner secara global. Ibu pertiwi ini kaya akan makanan tradisional dengan aneka rempah-rempah khas Indonesia. Rawon, misalnya, merupakan salah satu kuliner Nusantara terbaik. Dilansir dari akun Instagram Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Rawon dinobatkan sebagai sup paling enak di dunia versi Taste Atlas.
Indonesia boleh dibilang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dalam upaya gastrodiplomasi. Data dari Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri menunjukkan bahwa jumlah restoran Indonesia di luar negeri hingga akhir 2023 hanya mencapai 1.177, jauh di bawah Thailand dan Vietnam yang telah mencapai lebih dari 15.000.
Sejak tahun 2020, Indonesia sebenarnya telah mengimplementasikan program gastrodiplomasi "Indonesia Spice Up the World" (ISUTW). Program ini tidak hanya bertujuan untuk mempromosikan kuliner Indonesia, tetapi juga untuk mendorong investasi dalam bumbu-bumbu lokal. Pada tahun 2024, ISUTW menargetkan adanya 4.000 restoran Indonesia di berbagai negara dan nilai ekspor bumbu serta rempah-rempah mencapai 2 juta dolar Amerika Serikat.
Australia menjadi salah satu negara yang menjadi target utama ISUTW. Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional menjelaskan bahwa Australia memiliki potensi yang cukup besar untuk menyukseskan program ISUTW. Hasil risetnya menunjukkan adanya peningkatan jumlah diaspora Indonesia yang sejalan dengan pertumbuhan jumlah restoran di Australia.
Tentunya, kesuksesan implementasi gastrodiplomasi Indonesia di Australia memerlukan kolaborasi antara aktor negara dan non-negara. Negara tentu menjadi pemain utama dalam mempromosikan makanan Indonesia, namun aktor non-negara, seperti pelaku bisnis, komunitas daerah, bahkan mahasiswa, memiliki peran yang signifikan dalam menciptakan strategi gastrodiplomasi yang inklusif, khususnya di Australia.
Mahasiswa
Joseph Nye dalam publikasi "Soft Power: The means to success in world politics" menjelaskan hubungan antarnegara semakin kompleks dan dinamis. Dalam konsep "soft power", aktor-aktor yang terlibat dalam upaya diplomasi tidak hanya terbatas pada negara, tetapi juga mencakup aktor non-negara.
Dalam konteks gastrodiplomasi, salah satu aktor non-negara yang memiliki peranan penting adalah mahasiswa. Mahasiswa menjadi "diplomat budaya" dengan menginisiasi kegiatan-kegiatan yang menghadirkan makanan asli Indonesia.
Kegiatan yang melibatkan mahasiswa telah dilakukan melalui Program Pertukaran Pemuda Australia Indonesia (AIYEP), dengan inisiatif, seperti MASAMO "Masak Bersama Master" yang difasilitasi oleh Kemenparekraf.
Kegiatan semacam itu sebelumnya dilakukan di Jakarta pada tahun 2023. Saat ini, mahasiswa yang sedang menempuh studi di Australia memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan serupa di berbagai wilayah Australia.
Melihat besarnya jumlah mahasiswa di Indonesia, hal ini menjadi potensi yang sangat besar dalam konteks gastrodiplomasi, terutama mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di Australia, yang merupakan salah satu tujuan studi paling diminati.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Canberra Mukhamad Najib mengungkapkan bahwa jumlah mahasiswa Indonesia di Australia pada tahun 2023 mencapai 20.350 orang. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan sekitar 15.000 orang dibandingkan tahun sebelumnya.
Mahasiswa di Australia
Organisasi mahasiswa memiliki peran yang signifikan dalam eskalasi promosi makanan Indonesia di Australia.
Pertama, dengan kreativitas dan akses teknologi digital, organisasi mahasiswa dapat merancang kegiatan yang membawa citra positif Indonesia melalui makanan, salah satu contohnya adalah berpartisipasi dalam acara festival makanan internasional di berbagai kampus.
Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) menjadi organisasi mahasiswa terbesar di Australia, dengan 8 cabang di setiap negara bagian dan 33 chapter di berbagai universitas.
Dengan afiliasi bersama kedutaan dan konsulat Indonesia, PPIA memiliki potensi besar untuk menjadi wadah promosi gastrodiplomasi. Mereka dapat mengadakan kegiatan luring di kampus-kampus maupun memanfaatkan platform media digital mereka untuk meningkatkan kesadaran akan kekayaan kuliner Indonesia di Australia.
Kedua, mahasiswa yang menerima beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) memiliki potensi besar untuk turut serta dalam promosi kuliner Indonesia. Penerima beasiswa LPDP memiliki kelurahan di masing-masing kampus atau daerah di seluruh Australia.
Sebagai contoh, di Australia Barat, Kelurahan LPDP Perth bisa menjadi pusat kegiatan bagi para penerima beasiswa untuk berperan sebagai "diplomat budaya". Mereka dapat aktif dalam mendukung kegiatan-kegiatan yang bertujuan memperkuat strategi gastrodiplomasi di Kota Perth.
Ketiga, mahasiswa memiliki kemampuan untuk melakukan riset dan berinovasi yang dapat berkontribusi secara signifikan dalam pengembangan gastrodiplomasi.
Mahasiswa dapat berperan dalam melakukan riset dengan fokus pada topik gastrodiplomasi. Saat ini, kajian ilmiah tentang strategi gastrodiplomasi Indonesia masih sangat terbatas.
Di Australia sendiri, terdapat "Association of Indonesian Postgraduate Student and Scholar in Australia" (AIPSSA) yang menjadi wadah bagi mahasiswa pascasarjana dan peneliti Indonesia.
AIPSSA memiliki potensi besar untuk menjadi tempat berkumpulnya kegiatan berbasis riset yang bertujuan menciptakan inovasi dalam gastrodiplomasi. Melalui kerja sama antara mahasiswa, peneliti, dan praktisi, diharapkan akan tercipta pemahaman yang lebih mendalam dan strategi yang lebih efektif dalam mempromosikan kuliner Indonesia di kancah internasional.
Keterlibatan mahasiswa Indonesia di Australia, dengan kreativitas dan inovasinya, diharapkan mampu untuk mendorong percepatan implementasi program "Indonesia Spice Up the World".
*) La Ode Rifaldi Nedan Prakasa merupakan lulusan jurusan hubungan internasional yang sedang menempuh studi Master of Strategic Communication di "University of Western Australia"
Indonesia memiliki peluang besar untuk mempromosikan kekayaan kuliner secara global. Ibu pertiwi ini kaya akan makanan tradisional dengan aneka rempah-rempah khas Indonesia. Rawon, misalnya, merupakan salah satu kuliner Nusantara terbaik. Dilansir dari akun Instagram Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Rawon dinobatkan sebagai sup paling enak di dunia versi Taste Atlas.
Indonesia boleh dibilang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dalam upaya gastrodiplomasi. Data dari Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri menunjukkan bahwa jumlah restoran Indonesia di luar negeri hingga akhir 2023 hanya mencapai 1.177, jauh di bawah Thailand dan Vietnam yang telah mencapai lebih dari 15.000.
Sejak tahun 2020, Indonesia sebenarnya telah mengimplementasikan program gastrodiplomasi "Indonesia Spice Up the World" (ISUTW). Program ini tidak hanya bertujuan untuk mempromosikan kuliner Indonesia, tetapi juga untuk mendorong investasi dalam bumbu-bumbu lokal. Pada tahun 2024, ISUTW menargetkan adanya 4.000 restoran Indonesia di berbagai negara dan nilai ekspor bumbu serta rempah-rempah mencapai 2 juta dolar Amerika Serikat.
Australia menjadi salah satu negara yang menjadi target utama ISUTW. Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional menjelaskan bahwa Australia memiliki potensi yang cukup besar untuk menyukseskan program ISUTW. Hasil risetnya menunjukkan adanya peningkatan jumlah diaspora Indonesia yang sejalan dengan pertumbuhan jumlah restoran di Australia.
Tentunya, kesuksesan implementasi gastrodiplomasi Indonesia di Australia memerlukan kolaborasi antara aktor negara dan non-negara. Negara tentu menjadi pemain utama dalam mempromosikan makanan Indonesia, namun aktor non-negara, seperti pelaku bisnis, komunitas daerah, bahkan mahasiswa, memiliki peran yang signifikan dalam menciptakan strategi gastrodiplomasi yang inklusif, khususnya di Australia.
Mahasiswa
Joseph Nye dalam publikasi "Soft Power: The means to success in world politics" menjelaskan hubungan antarnegara semakin kompleks dan dinamis. Dalam konsep "soft power", aktor-aktor yang terlibat dalam upaya diplomasi tidak hanya terbatas pada negara, tetapi juga mencakup aktor non-negara.
Dalam konteks gastrodiplomasi, salah satu aktor non-negara yang memiliki peranan penting adalah mahasiswa. Mahasiswa menjadi "diplomat budaya" dengan menginisiasi kegiatan-kegiatan yang menghadirkan makanan asli Indonesia.
Kegiatan yang melibatkan mahasiswa telah dilakukan melalui Program Pertukaran Pemuda Australia Indonesia (AIYEP), dengan inisiatif, seperti MASAMO "Masak Bersama Master" yang difasilitasi oleh Kemenparekraf.
Kegiatan semacam itu sebelumnya dilakukan di Jakarta pada tahun 2023. Saat ini, mahasiswa yang sedang menempuh studi di Australia memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan serupa di berbagai wilayah Australia.
Melihat besarnya jumlah mahasiswa di Indonesia, hal ini menjadi potensi yang sangat besar dalam konteks gastrodiplomasi, terutama mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di Australia, yang merupakan salah satu tujuan studi paling diminati.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Canberra Mukhamad Najib mengungkapkan bahwa jumlah mahasiswa Indonesia di Australia pada tahun 2023 mencapai 20.350 orang. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan sekitar 15.000 orang dibandingkan tahun sebelumnya.
Mahasiswa di Australia
Organisasi mahasiswa memiliki peran yang signifikan dalam eskalasi promosi makanan Indonesia di Australia.
Pertama, dengan kreativitas dan akses teknologi digital, organisasi mahasiswa dapat merancang kegiatan yang membawa citra positif Indonesia melalui makanan, salah satu contohnya adalah berpartisipasi dalam acara festival makanan internasional di berbagai kampus.
Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) menjadi organisasi mahasiswa terbesar di Australia, dengan 8 cabang di setiap negara bagian dan 33 chapter di berbagai universitas.
Dengan afiliasi bersama kedutaan dan konsulat Indonesia, PPIA memiliki potensi besar untuk menjadi wadah promosi gastrodiplomasi. Mereka dapat mengadakan kegiatan luring di kampus-kampus maupun memanfaatkan platform media digital mereka untuk meningkatkan kesadaran akan kekayaan kuliner Indonesia di Australia.
Kedua, mahasiswa yang menerima beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) memiliki potensi besar untuk turut serta dalam promosi kuliner Indonesia. Penerima beasiswa LPDP memiliki kelurahan di masing-masing kampus atau daerah di seluruh Australia.
Sebagai contoh, di Australia Barat, Kelurahan LPDP Perth bisa menjadi pusat kegiatan bagi para penerima beasiswa untuk berperan sebagai "diplomat budaya". Mereka dapat aktif dalam mendukung kegiatan-kegiatan yang bertujuan memperkuat strategi gastrodiplomasi di Kota Perth.
Ketiga, mahasiswa memiliki kemampuan untuk melakukan riset dan berinovasi yang dapat berkontribusi secara signifikan dalam pengembangan gastrodiplomasi.
Mahasiswa dapat berperan dalam melakukan riset dengan fokus pada topik gastrodiplomasi. Saat ini, kajian ilmiah tentang strategi gastrodiplomasi Indonesia masih sangat terbatas.
Di Australia sendiri, terdapat "Association of Indonesian Postgraduate Student and Scholar in Australia" (AIPSSA) yang menjadi wadah bagi mahasiswa pascasarjana dan peneliti Indonesia.
AIPSSA memiliki potensi besar untuk menjadi tempat berkumpulnya kegiatan berbasis riset yang bertujuan menciptakan inovasi dalam gastrodiplomasi. Melalui kerja sama antara mahasiswa, peneliti, dan praktisi, diharapkan akan tercipta pemahaman yang lebih mendalam dan strategi yang lebih efektif dalam mempromosikan kuliner Indonesia di kancah internasional.
Keterlibatan mahasiswa Indonesia di Australia, dengan kreativitas dan inovasinya, diharapkan mampu untuk mendorong percepatan implementasi program "Indonesia Spice Up the World".
*) La Ode Rifaldi Nedan Prakasa merupakan lulusan jurusan hubungan internasional yang sedang menempuh studi Master of Strategic Communication di "University of Western Australia"