Mataram (Antara) - Satuan Tugas Khusus Pangan Nusa Tenggara Barat masih menunggu petunjuk dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia terkait kasus beras premium merek tertentu yang beredar di pasar modern.
"Kalau masalah beras premiun yang banyak beredar di retail modern, kami masih menunggu petunjuk karena proses hukum di pusat sedang berlangsung," kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pangan Nusa Tenggara Barat (NTB) Kombes Pol Anom Wibowo, di Mataram, Selasa (25/7).
Hal itu dikatakan usai mengikuti rapat koordinasi dan sosialisasi Satgas Pangan NTB bersama Dinas Perdagangan NTB, dan Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) NTB serta para pengusaha beras di Pulau Lombok.
Menurut Anom, harga beras di NTB saat ini relatif normal atau tidak terjadi disparitas relatif tinggi yang menyebabkan masyarakat sebagai konsumen rugi.
Namun yang menjadi permasalahan adalah adanya temuan beras jenis premium merek tertentu yang harganya tergolong mahal. Kasus tersebut saat ini sedang ditangani Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
"Tentunya kami tidak mau langsung melakukan tindakan hukum sebelum tau dengan pasti apa yang menjadi keputusan pusat," ujarnya.
Pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan, Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, serta Bulog Divre NTB, terkait dengan persoalan distribusi dan harga pangan.
Dari hasil koordinasi, persediaan beras yang ada di gudang Bulog Divre NTB sebanyak 61.000 ton dan cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk NTB hingga Maret 2018.
Menurut Anom, dengan adanya kelebihan persediaan beras yang diikuti dengan stabilnya harga di pasaran, tentu tidak perlu ada intervesi dari Satgas Pangan.
"Kecuali kalau ada harga beras curah melebihi harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah baru kami koordinasi, apakah perlu intervensi atau langkah lainnya," ucapnya pula.
Ia juga memastikan bahwa tidak ada aktivitas penimbunan bahan pangan di NTB yang bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan disertai harga yang mahal sehingga membebani masyarakat.
Namun upaya pengawasan tetap terus dilakukan. Sebab, jika terjadi kelangkaan diikuti harga melambung tinggi bisa menyebabkan inflasi dan kegoncangan ekonomi.
Menurut Anom, dampak dari masalah harga bahan pangan yang mahal bisa meluas, termasuk pada gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Tapi kami bersyukur bahwa Tim Pengendali Inflasi Daerah NTB sudah bekerja dengan baik. Makanya kondisi ketersediaan dan harga bahan pangan di NTB, baik-baik saja saat ini," katanya. (*)
"Kalau masalah beras premiun yang banyak beredar di retail modern, kami masih menunggu petunjuk karena proses hukum di pusat sedang berlangsung," kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pangan Nusa Tenggara Barat (NTB) Kombes Pol Anom Wibowo, di Mataram, Selasa (25/7).
Hal itu dikatakan usai mengikuti rapat koordinasi dan sosialisasi Satgas Pangan NTB bersama Dinas Perdagangan NTB, dan Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) NTB serta para pengusaha beras di Pulau Lombok.
Menurut Anom, harga beras di NTB saat ini relatif normal atau tidak terjadi disparitas relatif tinggi yang menyebabkan masyarakat sebagai konsumen rugi.
Namun yang menjadi permasalahan adalah adanya temuan beras jenis premium merek tertentu yang harganya tergolong mahal. Kasus tersebut saat ini sedang ditangani Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
"Tentunya kami tidak mau langsung melakukan tindakan hukum sebelum tau dengan pasti apa yang menjadi keputusan pusat," ujarnya.
Pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan, Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, serta Bulog Divre NTB, terkait dengan persoalan distribusi dan harga pangan.
Dari hasil koordinasi, persediaan beras yang ada di gudang Bulog Divre NTB sebanyak 61.000 ton dan cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk NTB hingga Maret 2018.
Menurut Anom, dengan adanya kelebihan persediaan beras yang diikuti dengan stabilnya harga di pasaran, tentu tidak perlu ada intervesi dari Satgas Pangan.
"Kecuali kalau ada harga beras curah melebihi harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah baru kami koordinasi, apakah perlu intervensi atau langkah lainnya," ucapnya pula.
Ia juga memastikan bahwa tidak ada aktivitas penimbunan bahan pangan di NTB yang bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan disertai harga yang mahal sehingga membebani masyarakat.
Namun upaya pengawasan tetap terus dilakukan. Sebab, jika terjadi kelangkaan diikuti harga melambung tinggi bisa menyebabkan inflasi dan kegoncangan ekonomi.
Menurut Anom, dampak dari masalah harga bahan pangan yang mahal bisa meluas, termasuk pada gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Tapi kami bersyukur bahwa Tim Pengendali Inflasi Daerah NTB sudah bekerja dengan baik. Makanya kondisi ketersediaan dan harga bahan pangan di NTB, baik-baik saja saat ini," katanya. (*)