Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Agama dan Kepercayaan (PRAK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Abdul Jamil Wahab mengatakan bahwa bulan Ramadhan dapat dijadikan sebagai momentum mengurangi polarisasi antaragama ataupun mengatasi berbagai macam konflik.
"Seperti yang bisa kita lihat pada berbagai pemberitaan, bulan Ramadhan ternyata tidak hanya dirayakan oleh umat Islam yang berpuasa, namun juga banyak non Muslim yang membagikan makanan untuk berbuka puasa,” kata Abdul dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut Abdul, hal tersebut menjadi salah satu kehebatan bulan Ramadhan karena bisa menjadi penghubung bagi semua umat beragama ataupun antargolongan.
Selain itu, ia mengatakan bahwa bulan Ramadhan dapat menambah intensitas interaksi antarmasyarakat, terutama hidup bertetangga karena hal ini terdapat buka puasa bersama atau saling memberikan makanan untuk disantap ketika adzan Maghrib berkumandang.
Menurut dia, bulan Ramadhan tidak sebatas mengenai kerukunan dan kebersamaan, melainkan juga dapat menurunkan tensi Islamofobia yang diakibatkan oleh kelompok radikal dan efek negatifnya masih dirasakan hingga saat ini. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa saat ini diperlukan penanganan terhadap Islamofobia secara holistik.
"Pertama-tama, dari pihak Muslim sendiri, penting untuk menghindari tindakan atau sikap yang dapat memberikan alasan bagi pihak lain untuk menilai negatif terhadap Islam," ujarnya.
Kemudian, kata dia, dari pihak Barat yang memerlukan pemahaman lebih objektif terhadap Islam dan umat Muslim. Menurut dia, ketidaktahuan akan karakteristik dan ajaran Islam sering kali menjadi penyebab Islamofobia.
Baca juga: Pembabatan hutan sebabkan Selat Muria jadi daratan
Baca juga: Rainwater harvesting could help tackle water crisis: BRIN
Ia pun berharap agar bulan Ramadhan kali ini tidak hanya dipandang sebagai momen untuk beribadah, tetapi juga sebagai kesempatan untuk menguatkan kerja sama antarumat beragama dalam merespons tantangan radikalisme serta Islamofobia.
"Tantangan umat Islam dengan adanya fenomena Islamofobia harus disikapi secara lebih bijaksana dan toleran. Tidak hanya kita mengharapkan untuk dimengerti oleh pihak lain, namun kita juga harus bisa menyediakan ruang yang sehat bagi semua golongan. Semoga upaya-upaya ini dapat terus dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan damai di Indonesia, dan di seluruh dunia,” katanya.
"Seperti yang bisa kita lihat pada berbagai pemberitaan, bulan Ramadhan ternyata tidak hanya dirayakan oleh umat Islam yang berpuasa, namun juga banyak non Muslim yang membagikan makanan untuk berbuka puasa,” kata Abdul dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut Abdul, hal tersebut menjadi salah satu kehebatan bulan Ramadhan karena bisa menjadi penghubung bagi semua umat beragama ataupun antargolongan.
Selain itu, ia mengatakan bahwa bulan Ramadhan dapat menambah intensitas interaksi antarmasyarakat, terutama hidup bertetangga karena hal ini terdapat buka puasa bersama atau saling memberikan makanan untuk disantap ketika adzan Maghrib berkumandang.
Menurut dia, bulan Ramadhan tidak sebatas mengenai kerukunan dan kebersamaan, melainkan juga dapat menurunkan tensi Islamofobia yang diakibatkan oleh kelompok radikal dan efek negatifnya masih dirasakan hingga saat ini. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa saat ini diperlukan penanganan terhadap Islamofobia secara holistik.
"Pertama-tama, dari pihak Muslim sendiri, penting untuk menghindari tindakan atau sikap yang dapat memberikan alasan bagi pihak lain untuk menilai negatif terhadap Islam," ujarnya.
Kemudian, kata dia, dari pihak Barat yang memerlukan pemahaman lebih objektif terhadap Islam dan umat Muslim. Menurut dia, ketidaktahuan akan karakteristik dan ajaran Islam sering kali menjadi penyebab Islamofobia.
Baca juga: Pembabatan hutan sebabkan Selat Muria jadi daratan
Baca juga: Rainwater harvesting could help tackle water crisis: BRIN
Ia pun berharap agar bulan Ramadhan kali ini tidak hanya dipandang sebagai momen untuk beribadah, tetapi juga sebagai kesempatan untuk menguatkan kerja sama antarumat beragama dalam merespons tantangan radikalisme serta Islamofobia.
"Tantangan umat Islam dengan adanya fenomena Islamofobia harus disikapi secara lebih bijaksana dan toleran. Tidak hanya kita mengharapkan untuk dimengerti oleh pihak lain, namun kita juga harus bisa menyediakan ruang yang sehat bagi semua golongan. Semoga upaya-upaya ini dapat terus dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan damai di Indonesia, dan di seluruh dunia,” katanya.