Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum pidana Universitas Padjadjaran Sigid Suseno mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset perlu segera disahkan agar dapat mendukung penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang.
"Perampasan aset itu menjadi sarana efektif untuk pencucian uang. Jadi, kalau pencucian uang itu sebagai follow up crime dengan metode follow the money, maka kalau ada Undang-Undang Perampasan Aset itu akan sangat mendukung penegak hukum untuk bisa menelusuri uang-uang hasil kejahatan, bisa merampas dulu untuk melakukan penegakan atau kepentingan penegakan hukum," kata Sigid saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Menurut ia, penguatan regulasi memang diperlukan karena saat ini tidak ada regulasi yang memadai sehingga menyulitkan penegakan hukum TPPU.
"Jadi, dari sisi regulasinya perlu diperkuat, dari sisi SDM (sumber daya manusia) penegakan hukumnya juga itu perlu diperkuat terkait dengan perspektif organised criminal group, terkait dengan TPPU yang menggunakan sarana-sarana teknologi informasi atau cryptocurrency, dan lain-lain," jelasnya.
Oleh sebab itu, Sigit mendorong DPR RI untuk segera membahas RUU Pembahasan Aset dalam masa sidang berikutnya, yakni mulai 14 Mei 2024 berdasarkan laman resmi DPR RI.
"Jadi, ini menurut saya penting untuk dibahas dan itu akan menjadi landasan hukum yang kuat buat penegak hukum," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan pada acara "22 Tahun Gerakan Nasional Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme" di Istana Negara Jakarta, Rabu (17/4), menyinggung Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang telah diajukan ke DPR untuk dapat segera disahkan.
Baca juga: Pertemuan Rosan dengan Megawati sekadar silaturahim
Baca juga: Usulan Kapolri jadi saksi di MK tergantung kebutuhan hakim
Menurut Jokowi, pelaku TPPU harus bertanggung jawab dan mengembalikan uang negara atas tindak pidana yang dilakukan dengan diperkuat melalui UU Perampasan Aset.
"Kita harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara. Kita harus mengembalikan apa yang menjadi hak rakyat. Pihak yang melakukan pelanggaran semuanya harus bertanggung jawab atas kerugian negara yang diakibatkan," kata Presiden.
"Perampasan aset itu menjadi sarana efektif untuk pencucian uang. Jadi, kalau pencucian uang itu sebagai follow up crime dengan metode follow the money, maka kalau ada Undang-Undang Perampasan Aset itu akan sangat mendukung penegak hukum untuk bisa menelusuri uang-uang hasil kejahatan, bisa merampas dulu untuk melakukan penegakan atau kepentingan penegakan hukum," kata Sigid saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Menurut ia, penguatan regulasi memang diperlukan karena saat ini tidak ada regulasi yang memadai sehingga menyulitkan penegakan hukum TPPU.
"Jadi, dari sisi regulasinya perlu diperkuat, dari sisi SDM (sumber daya manusia) penegakan hukumnya juga itu perlu diperkuat terkait dengan perspektif organised criminal group, terkait dengan TPPU yang menggunakan sarana-sarana teknologi informasi atau cryptocurrency, dan lain-lain," jelasnya.
Oleh sebab itu, Sigit mendorong DPR RI untuk segera membahas RUU Pembahasan Aset dalam masa sidang berikutnya, yakni mulai 14 Mei 2024 berdasarkan laman resmi DPR RI.
"Jadi, ini menurut saya penting untuk dibahas dan itu akan menjadi landasan hukum yang kuat buat penegak hukum," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan pada acara "22 Tahun Gerakan Nasional Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme" di Istana Negara Jakarta, Rabu (17/4), menyinggung Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang telah diajukan ke DPR untuk dapat segera disahkan.
Baca juga: Pertemuan Rosan dengan Megawati sekadar silaturahim
Baca juga: Usulan Kapolri jadi saksi di MK tergantung kebutuhan hakim
Menurut Jokowi, pelaku TPPU harus bertanggung jawab dan mengembalikan uang negara atas tindak pidana yang dilakukan dengan diperkuat melalui UU Perampasan Aset.
"Kita harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara. Kita harus mengembalikan apa yang menjadi hak rakyat. Pihak yang melakukan pelanggaran semuanya harus bertanggung jawab atas kerugian negara yang diakibatkan," kata Presiden.