Surabaya (ANTARA) - Bukan isapan jempol belaka, Indonesia Darurat Hacker memang nyata adanya. Meski, viralnya peretasan Pusat Data Nasional (PDN), kini menemukan titik terang pasca geng hacker Brain Cipher Ransomware resmi memberikan kunci deskripsi untuk membuka akses sistem Pusat Data Nasional Sementara 2 Surabaya kepada pihak kedua dari sisi Pemerintah Indonesia. 

Adalah Lia Istifhama, politisi cantik yang semula dikenal sebagai aktivis sosial, mengaku belum menemukan titik terang atas peretasan akun googlenya yang terjadi bersamaan dengan serangan ramsoware terhadap PDN 20 Juni 2024 lalu.

“Hingga kini, terhitung dua pekan, akun google belum bisa pulih. Laporan via email maupun ke kantor google resmi Indonesia juga nihil hasilnya. Yang ada justru channel youtube masih saja digunakan posting oleh link https://www.donationalerts.com/r/lifeanimal yang beralamat di Belanda, yaitu Prof. J.H. Bavincklaan 7, Amstelveen, 1183 AT, the Netherlands. Sekalipun, channel youtube saat ini menunjukkan posisi di Uni Emirat Arab,” jelasnya.

Menanggapi kunci akses yang diterima PDN dari geng hacker Brain Cipher Ransomware, ning Lia, sapaan akrab anggota DPD RI Terpilih asal Jatim periode 2024-2029 itu, mengaku tidak menaruh harapan besar.

“Saya tidak terlalu yakin apakah peretasan akun google saya, liaistifhama@gmail.com, ada kaitan dengan PDN. Karena sekalipun tanggal kejadian sama, saya tidak mengalami pemerasan apapun dan akun google saya murni perseorangan. Termasuk, pengolahan google adsense dalam channel youtube, murni usaha pribadi tanpa ada kaitan instansi apapun. Begitupun google drive yang resmi berlangganan 2 TB, tidak ada kaitan dengan instansi pemerintahan, melainkan hanya data pekerjaan pribadi dan dokumentasi foto keluarga,” terangnya.

Pasca penetapan sebagai senator terpilih, ‘ujian’ menghadapi cyber crime memang menjadi langganan si peran ‘CANTIK’ asal Surabaya itu. 

“Saya lihat memang serius banget hacker melakukan pembobolan. Beberapa akun gmail berafiliansi dengan saya, berusaha diretas, namun ketika akun utama berhasil diretas, upaya pembobolan pada akun lainnya terhenti. Ini sih memang kejadian kesekian setelah Wikipedia, Instagram, dan whatsapp yang juga mengalami cyber crime. Namun persoalan google ini sangat utama karena berkaitan dokumentasi tumbuh kembang anak yang terlanjur dipercaya dalam google foto dan tidak bisa diakses lagi,” terang Lia Istifhama.

Namun, meski mengakui getolnya oknum tertentu menjadikan dia sasaran tembak cyber crime, ning Lia mengaku tidak patah arang.

“Namanya kehidupan, pasti penuh dinamika dan kita kan tidak boleh putus asa ataupun patah arang. Namun andai ungkapan saya ini bisa dibaca oleh pihak terkait, maka semoga jadi pesan bijak saja, ya?”

“Bahwa apapun motif hacker, saya kira tidak mungkin ada kepentingan dengan foto pribadi dokumentasi tumbuh kembang anak dari seorang ibu. Jadi terlalu tidak logis, jika hanya ingin mengetahui data pekerjaan ataupun ingin menguasai akun sosial media seseorang, namun kemudian turut menutup akses seorang ibu untuk melihat kembali foto lama anak-anaknya yang terlanjur dipercayakan di google foto yang berlangganan resmi,” ungkapnya.

Menyampaikan pesan menyentuh, Doktoral UINSA itu pun meyakini bahwa anak-anaknya tidak akan kehilangan memori indah sekalipun banyak kenangan indah tidak bisa mereka lihat kelak saat dewasa.

“Insya Allah, anak-anak saya tetap mengingat setiap kenangan indah yang dilalui mereka, sejak masa kecil hingga remaja. Memang ada dokumentasi yang masih tersimpan di gadget, namun begitu banyak yang tersimpannya di google foto. Itu kenapa sampai berlangganan 2 TB. Tujuan saya agar anak-anak kelak bisa melihat semua foto itu saat beranjak dewasa. Namun karena yang ada seperti ini, ya saya hanya bisa meyakini bahwa memori indah tidak sebatas foto, tapi memang tersimpan di hati mereka yang terdalam,” imbuhnya.

“Namun sebagai seorang ibu, saya hanya ingin menyampaikan, bahwa kita semua memiliki masa lalu dan kehidupan pribadi. Maka buat apa menghilangkan bagian penting dalam kehidupan pribadi seseorang? Jikalau memang alasan politis, saya kira tidak logis dengan kaitan masa lalu anak-anak. Dan jika tidak ada kaitan politis, misalnya random alias saya ini korban acak saja, maka kok serius banget ya sekian bulan tidak terhenti?”, pungkasnya dengan tersenyum.

Pewarta : Abdul Hakim
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024