Mataram (Antaranews NTB) - Sebanyak 200 mahasiswa dari 78 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) peserta "Youth Camp Lombok for Peace Leaders" mengunjungi sejumlah rumah ibadah lintas agama guna memupuk sikap toleransi di Nusa Tenggara Barat.
"Kunjungan ke sejumlah rumah ibadah dan tempat-tempat bersejarah di Pulau Lombok, sebagai bagian dari agenda `Youth Camp Lombok for Peace Leaders` 2018," kata Penanggungjawab "Youth Camp Lombok for Peace Leaders" sekaligus Direktur Nusatenggara Center Prof Suprapto, di Mataram.
Ia mengatakan ratusan mahasiswa se-Indonesia itu dibagi dalam lima kelompok, di mana satu kelompok beranggotakan 40 orang.
Kelompok pertama berkunjung ke Kemaliq, Pura Lingsar atau tempat peribadatan umat Hindu. Selain itu, berkunjung ke makam salah seorang ulama di Loang Baloq, Tanjung Karang, Kota Mataram.
Untuk kelompok dua diarahkan berkunjung ke Vihara Bentek (tempat peribadatan umat Buddha) dan masyarakat Lenek, di Kabupaten Lombok Utara.
Lebih lanjut, Suprapto menambahkan kelompok tiga berkunjung ke Museum Negeri NTB, dan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (Gereja Immanuel) Ampenan, Kota Mataram.
Kelompok empat berkunjung ke Taman Mayura, peninggalan Kerajaan Karang Asem, Bali di Kota Mataram. Selanjutnya, mereka menuju Klenteng Ampenan yang merupakan salah satu tempat peribadatan warga Khonghocu di Kota Mataram.
"Sedangkan kelompok lima berkunjung ke Taman Narmada, yang juga peninggalan Kerajaan Karang Asem, Bali. Setelah itu, ke Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Narmada, Kabupaten Lombok Barat," ujarnya.
Kunjungan ke rumah ibadah, kata dia, berlangsung atas kerja sama PPIM Universitas Islam Negeri Jakarta dengan Nusatenggara Center NTB.
Kegiatan tersebut bertujuan memupuk silaturahim dengan penganut agama lainnya. Di samping itu juga memperkenalkan ke para peserta keberagaman dan nilai-nilai toleransi.
"Hal demikian sebagai wujud praktik atas nilai-nilai universalitas yang dimiliki agama Islam," katanya.
Ketua II Bidang Gereja Masyarakat dan Agama GPIB Immanuel Mataram Daniel Rosang menyambut baik kedatangan para mahasiswa peserta "Youth Camp Lombok for Peace Leaders".
Ia berharap agar keberagaman antarpemeluk agama di Indonesia, khususnya di NTB bisa terjaga sehingga bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sudah kokoh akan terus terjaga.
Sementara itu, Komisi Germasa Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)/Gereja Immanuel Ampenan, Frederick S Saboe, meminta mahasiswa mampu menjadi agen penggerak perubahan dan penjaga kedamaian umat beragama. "Jadilah tenaga penggerak perdamaian. Meski banyak masalah dan tantangan," katanya.
Menurut dia, antara Kristen dengan agama lainnya ada titik temu. Salah satunya adalah ajaran kasih sayang. Kristen juga mengajarkan untuk membawa kedamaian bagi alam semesta.
Selain itu, antara Islam dan Kristen mempunyai satu visi yang sama terkait dengan misi cinta kasih dan kedamaian, tanpa membeda-bedakan satu sama lain.
"Tetapi cinta kasih itu diperuntukkan untuk umat manusia. Perdamaian harus jadi kebutuhan," ujarnya.
Lebih lanjut, Frederick menambahkan sebagai umat Kristen sama sekali tidak mengajarkan kekerasan, melainkan mengajarkan kedamaian antar setiap orang dan pemeluk agama lain.
Untuk itu, ia mengajak semua umat beragama untuk membangun komunikasi yang baik sehingga kedamaian di Indonesia, khususnya di NTB, akan terus terpelihara.
"Komunikasi itu lahir ketika ada perjumpaan. Bangunlah perjumpaan seperti ini. Saling menerima dan saling menghormati," ucapnya pula.
Selama ini, kata dia, umat Kristen di NTB, senantiasa duduk bersama dengan umat agama yang lain. Baik dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda, hadir dalam bentuk interaksi dan dialog yang baik.
"Mari jadikan diri kita orang yang berarti dan bermakna bagi siapa saja," kata Frederick, berpesan kepada puluhan mahasiswa peserta "Youth Camp Lombok for Peace Leaders". (*)
"Kunjungan ke sejumlah rumah ibadah dan tempat-tempat bersejarah di Pulau Lombok, sebagai bagian dari agenda `Youth Camp Lombok for Peace Leaders` 2018," kata Penanggungjawab "Youth Camp Lombok for Peace Leaders" sekaligus Direktur Nusatenggara Center Prof Suprapto, di Mataram.
Ia mengatakan ratusan mahasiswa se-Indonesia itu dibagi dalam lima kelompok, di mana satu kelompok beranggotakan 40 orang.
Kelompok pertama berkunjung ke Kemaliq, Pura Lingsar atau tempat peribadatan umat Hindu. Selain itu, berkunjung ke makam salah seorang ulama di Loang Baloq, Tanjung Karang, Kota Mataram.
Untuk kelompok dua diarahkan berkunjung ke Vihara Bentek (tempat peribadatan umat Buddha) dan masyarakat Lenek, di Kabupaten Lombok Utara.
Lebih lanjut, Suprapto menambahkan kelompok tiga berkunjung ke Museum Negeri NTB, dan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (Gereja Immanuel) Ampenan, Kota Mataram.
Kelompok empat berkunjung ke Taman Mayura, peninggalan Kerajaan Karang Asem, Bali di Kota Mataram. Selanjutnya, mereka menuju Klenteng Ampenan yang merupakan salah satu tempat peribadatan warga Khonghocu di Kota Mataram.
"Sedangkan kelompok lima berkunjung ke Taman Narmada, yang juga peninggalan Kerajaan Karang Asem, Bali. Setelah itu, ke Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Narmada, Kabupaten Lombok Barat," ujarnya.
Kunjungan ke rumah ibadah, kata dia, berlangsung atas kerja sama PPIM Universitas Islam Negeri Jakarta dengan Nusatenggara Center NTB.
Kegiatan tersebut bertujuan memupuk silaturahim dengan penganut agama lainnya. Di samping itu juga memperkenalkan ke para peserta keberagaman dan nilai-nilai toleransi.
"Hal demikian sebagai wujud praktik atas nilai-nilai universalitas yang dimiliki agama Islam," katanya.
Ketua II Bidang Gereja Masyarakat dan Agama GPIB Immanuel Mataram Daniel Rosang menyambut baik kedatangan para mahasiswa peserta "Youth Camp Lombok for Peace Leaders".
Ia berharap agar keberagaman antarpemeluk agama di Indonesia, khususnya di NTB bisa terjaga sehingga bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sudah kokoh akan terus terjaga.
Sementara itu, Komisi Germasa Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)/Gereja Immanuel Ampenan, Frederick S Saboe, meminta mahasiswa mampu menjadi agen penggerak perubahan dan penjaga kedamaian umat beragama. "Jadilah tenaga penggerak perdamaian. Meski banyak masalah dan tantangan," katanya.
Menurut dia, antara Kristen dengan agama lainnya ada titik temu. Salah satunya adalah ajaran kasih sayang. Kristen juga mengajarkan untuk membawa kedamaian bagi alam semesta.
Selain itu, antara Islam dan Kristen mempunyai satu visi yang sama terkait dengan misi cinta kasih dan kedamaian, tanpa membeda-bedakan satu sama lain.
"Tetapi cinta kasih itu diperuntukkan untuk umat manusia. Perdamaian harus jadi kebutuhan," ujarnya.
Lebih lanjut, Frederick menambahkan sebagai umat Kristen sama sekali tidak mengajarkan kekerasan, melainkan mengajarkan kedamaian antar setiap orang dan pemeluk agama lain.
Untuk itu, ia mengajak semua umat beragama untuk membangun komunikasi yang baik sehingga kedamaian di Indonesia, khususnya di NTB, akan terus terpelihara.
"Komunikasi itu lahir ketika ada perjumpaan. Bangunlah perjumpaan seperti ini. Saling menerima dan saling menghormati," ucapnya pula.
Selama ini, kata dia, umat Kristen di NTB, senantiasa duduk bersama dengan umat agama yang lain. Baik dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda, hadir dalam bentuk interaksi dan dialog yang baik.
"Mari jadikan diri kita orang yang berarti dan bermakna bagi siapa saja," kata Frederick, berpesan kepada puluhan mahasiswa peserta "Youth Camp Lombok for Peace Leaders". (*)