Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah membuka kesempatan lebih besar bagi partai dan pasangan calon (paslon) untuk ikut berkontestasi pada pilkada.
"Paslon yang akan bertarung tentunya akan lebih banyak, dan masyarakat juga mempunyai ruang aspirasi dan pilihan yang lebih beragam dalam menentukan pilihannya untuk memilih calon kepala daerah," kata Guspardi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Sebab, kata dia, selama ini ambang batas pengajuan pasangan calon pada pilkada sebesar 20 persen, namun putusan MK terbaru mengubahnya menjadi mulai dari 6,5 persen hingga 10 persen yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) masing-masing provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
"Keputusan MK yang di keluarkan pada hari Selasa 20 Agustus 2024 ini, menegaskan bahwa partai politik atau gabungan partai politik bisa mengusung paslon dalam pemilihan kepala daerah tingkat provinsi sampai kabupaten dan kota didasarkan persentase dari jumlah daftar pemilih tetap," tuturnya.
Dia menilai putusan MK tersebut merupakan terobosan yang luar biasa dalam upaya menciptakan pemilu yang lebih demokratis dalam berbagai aspek.
Putusan tersebut, lanjut dia, juga meminimalkan kemungkinan calon yang berkontestasi pada pilkada menghadapi kotak kosong sehingga Pilkada 2024 akan lebih akuntabel dan demokratis.
Dia pun mendorong agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menyiapkan rancangan peraturan KPU (PKPU) guna menyesuaikan dengan putusan MK tersebut, dan setelahnya melakukan konsultasi dengan Komisi II DPR RI.
Terkait hal tersebut, dia mengatakan bahwa Komisi II DPR mengagendakan rapat konsinyering dengan KPU pada akhir pekan ini, yang di dalamnya akan membahas pula soal putusan MK soal pengubahan ambang pencalonan kepala daerah.
"Kami di Komisi II siap mengadakan rapat dengan KPU dan pemerintah dalam rangka merubah PKPU. Insyaalah hari Sabtu 24 Agustus, Komisi II sudah mengagendakan konsinyering dengan KPU membahas PKPU tentang logistik pemilu. Kita akan langsung membahas putusan MK terbaru ini," kata dia.
Sebelumnya, MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan ini merupakan hasil dari gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Gelora.
Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Baca juga: Putusan MK soal ambang batas pencalonan ubah politik di daerah
Baca juga: PDIP: Putusan MK ubah ambang batas pencalonan jadi angin segar
Lewat putusan ini, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.
“Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.
"Paslon yang akan bertarung tentunya akan lebih banyak, dan masyarakat juga mempunyai ruang aspirasi dan pilihan yang lebih beragam dalam menentukan pilihannya untuk memilih calon kepala daerah," kata Guspardi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Sebab, kata dia, selama ini ambang batas pengajuan pasangan calon pada pilkada sebesar 20 persen, namun putusan MK terbaru mengubahnya menjadi mulai dari 6,5 persen hingga 10 persen yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) masing-masing provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
"Keputusan MK yang di keluarkan pada hari Selasa 20 Agustus 2024 ini, menegaskan bahwa partai politik atau gabungan partai politik bisa mengusung paslon dalam pemilihan kepala daerah tingkat provinsi sampai kabupaten dan kota didasarkan persentase dari jumlah daftar pemilih tetap," tuturnya.
Dia menilai putusan MK tersebut merupakan terobosan yang luar biasa dalam upaya menciptakan pemilu yang lebih demokratis dalam berbagai aspek.
Putusan tersebut, lanjut dia, juga meminimalkan kemungkinan calon yang berkontestasi pada pilkada menghadapi kotak kosong sehingga Pilkada 2024 akan lebih akuntabel dan demokratis.
Dia pun mendorong agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menyiapkan rancangan peraturan KPU (PKPU) guna menyesuaikan dengan putusan MK tersebut, dan setelahnya melakukan konsultasi dengan Komisi II DPR RI.
Terkait hal tersebut, dia mengatakan bahwa Komisi II DPR mengagendakan rapat konsinyering dengan KPU pada akhir pekan ini, yang di dalamnya akan membahas pula soal putusan MK soal pengubahan ambang pencalonan kepala daerah.
"Kami di Komisi II siap mengadakan rapat dengan KPU dan pemerintah dalam rangka merubah PKPU. Insyaalah hari Sabtu 24 Agustus, Komisi II sudah mengagendakan konsinyering dengan KPU membahas PKPU tentang logistik pemilu. Kita akan langsung membahas putusan MK terbaru ini," kata dia.
Sebelumnya, MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan ini merupakan hasil dari gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Gelora.
Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Baca juga: Putusan MK soal ambang batas pencalonan ubah politik di daerah
Baca juga: PDIP: Putusan MK ubah ambang batas pencalonan jadi angin segar
Lewat putusan ini, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.
“Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.