Lombok Barat (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan desa wisata menjadi sumber pendapatan baru bagi daerah sekaligus sarana untuk melestarikan budaya dan kearifan lokal.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi NTB Fathurrahman mengatakan paradigma pembangunan tidak lagi sepenuhnya berorientasi kepada kota melainkan kini sudah bergeser menjadi pembangunan berorientasi desa.
"Desa wisata merupakan salah satu instrumen penting dalam mewujudkan perekonomian desa," ujarnya dalam diskusi kelompok terpimpin terkait pengembangan desa wisata di Lombok Barat, Selasa.
Fathurrahman menuturkan potensi yang dimiliki desa berupa alam, budaya, maupun kearifan lokal sangat berharga dan memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Menurut dia, potensi itu hanya akan berharga jika bisa dikelola secara bijaksana dan berkelanjutan.
"Kita perlu menggali lebih dalam potensi tersebut dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, kualitas layanan, serta inovasi yang dapat menarik wisatawan. Kolaborasi antarsektor sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama," kata Fathurrahman.
Baca juga: NTB kembangkan destinasi wisata agar mendunia
Dia menyampaikan bahwa Nusa Tenggara Barat memiliki 99 desa wisata yang tersebar di 10 kabupaten/kota di wilayah tersebut.
"Keunikan dan keindahan membuat para wisatawan menggandrungi desa-desa wisata di Nusa Tenggara Barat," ujarnya.
Arah tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) mengharuskan adanya konsep pembangunan yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan di setiap desa. Bila target SDGs di tingkatan desa bisa terwujud, maka hal itu secara langsung berkontribusi terhadap pencapaian SDGs secara nasional.
"Desain pembangunan saat ini mengedepankan partisipatif aktif masyarakat desa mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Partisipasi ini tidak hanya bersifat normatif melalui forum, tetapi lebih pada kualitas keterlibatan masyarakat," kata Fathurrahman.
Baca juga: Desa Wisata Aik Berik di Kaki Gunung Rinjani Masuk 50 Besar ADWI 2024
Kementerian Desa PDTT mencatat selama 10 tahun terakhir pemerintah pusat telah menggelontorkan dana desa sebanyak Rp610 triliun untuk seluruh desa di Indonesia yang jumlahnya mencapai 75.265 desa.
Pada awal APBDes tahun 2014, rata-rata pendapatan desa hanya Rp329 juta. Kemudian masuknya dana desa yang digelontorkan selama satu dekade terakhir membuat rata-rata pendapatan desa naik lima kali lipat atau sekitar Rp1,7 miliar per desa.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Kementerian Desa PDTT Harlina Sulistyorini mengatakan keberadaan dana desa meningkatkan profil atau status desa.
Baca juga: Taman Loang Baloq Mataram masuk nominasi desa wisata berkelanjutan
Dari 2014 hingga 2024, jumlah desa sangat tertinggal berkurang 90.000 desa dan desa tertinggal berkurang hingga 27.000 desa. Sedangkan desa berkembang bertambah menjadi 1.660 desa, desa maju bertambah menjadi 19.000 desa, dan desa mandiri bertambah 17.029 desa.
"Artinya memang dana desa yang dipakai masyarakat desa sebagian besar sudah sesuai dengan peruntukannya, ditandai dengan peningkatan status perkembangan," kata Harlina.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi NTB Fathurrahman mengatakan paradigma pembangunan tidak lagi sepenuhnya berorientasi kepada kota melainkan kini sudah bergeser menjadi pembangunan berorientasi desa.
"Desa wisata merupakan salah satu instrumen penting dalam mewujudkan perekonomian desa," ujarnya dalam diskusi kelompok terpimpin terkait pengembangan desa wisata di Lombok Barat, Selasa.
Fathurrahman menuturkan potensi yang dimiliki desa berupa alam, budaya, maupun kearifan lokal sangat berharga dan memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Menurut dia, potensi itu hanya akan berharga jika bisa dikelola secara bijaksana dan berkelanjutan.
"Kita perlu menggali lebih dalam potensi tersebut dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, kualitas layanan, serta inovasi yang dapat menarik wisatawan. Kolaborasi antarsektor sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama," kata Fathurrahman.
Baca juga: NTB kembangkan destinasi wisata agar mendunia
Dia menyampaikan bahwa Nusa Tenggara Barat memiliki 99 desa wisata yang tersebar di 10 kabupaten/kota di wilayah tersebut.
"Keunikan dan keindahan membuat para wisatawan menggandrungi desa-desa wisata di Nusa Tenggara Barat," ujarnya.
Arah tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) mengharuskan adanya konsep pembangunan yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan di setiap desa. Bila target SDGs di tingkatan desa bisa terwujud, maka hal itu secara langsung berkontribusi terhadap pencapaian SDGs secara nasional.
"Desain pembangunan saat ini mengedepankan partisipatif aktif masyarakat desa mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Partisipasi ini tidak hanya bersifat normatif melalui forum, tetapi lebih pada kualitas keterlibatan masyarakat," kata Fathurrahman.
Baca juga: Desa Wisata Aik Berik di Kaki Gunung Rinjani Masuk 50 Besar ADWI 2024
Kementerian Desa PDTT mencatat selama 10 tahun terakhir pemerintah pusat telah menggelontorkan dana desa sebanyak Rp610 triliun untuk seluruh desa di Indonesia yang jumlahnya mencapai 75.265 desa.
Pada awal APBDes tahun 2014, rata-rata pendapatan desa hanya Rp329 juta. Kemudian masuknya dana desa yang digelontorkan selama satu dekade terakhir membuat rata-rata pendapatan desa naik lima kali lipat atau sekitar Rp1,7 miliar per desa.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Kementerian Desa PDTT Harlina Sulistyorini mengatakan keberadaan dana desa meningkatkan profil atau status desa.
Baca juga: Taman Loang Baloq Mataram masuk nominasi desa wisata berkelanjutan
Dari 2014 hingga 2024, jumlah desa sangat tertinggal berkurang 90.000 desa dan desa tertinggal berkurang hingga 27.000 desa. Sedangkan desa berkembang bertambah menjadi 1.660 desa, desa maju bertambah menjadi 19.000 desa, dan desa mandiri bertambah 17.029 desa.
"Artinya memang dana desa yang dipakai masyarakat desa sebagian besar sudah sesuai dengan peruntukannya, ditandai dengan peningkatan status perkembangan," kata Harlina.