Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Yusharto Huntoyungo menegaskan pentingnya optimalisasi peran Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) di daerah sebagai langkah strategis guna mempercepat akselerasi kebijakan publik yang berkualitas.

Dia menyoroti kontribusi yang diberikan JFAK dalam proses penyusunan, implementasi, hingga evaluasi kebijakan.

"Guna mewujudkan kebijakan yang berkualitas, JFAK perlu meningkatkan kompetensi yang dimiliki sekaligus melakukan kolaborasi dengan jabatan fungsional lainnya," kata Yusharto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

JFAK ini meliputi Jabatan Fungsional (JF) Perencana, JF Peneliti, JF Perancang Perundang-undangan, JF Administrator Kesehatan, JF Pengawas Farmasi dan Makanan, JF Statistik, JF Widyaiswara, serta JF Dosen.

"Dengan demikian akan ada kolaborasi yang sangat erat bukan hanya antar-JFAK, tetapi juga akan melibatkan jabatan-jabatan fungsional lain," ujarnya.

Dengan kemampuan analisis yang dimiliki dan kolaborasi dengan berbagai pihak, para analis kebijakan diharapkan dapat memberikan rekomendasi berdasarkan data yang akurat dan pendekatan berbasis bukti. Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan lebih efektif dan efisien.

"Kami di BSKDN terus mendorong daerah untuk memperkuat fungsi dan kapasitas JFAK. Ini sangat penting mengingat tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah semakin kompleks, mulai dari isu ekonomi, sosial, hingga tata kelola pemerintahan," jelas Yusharto.

Sementara itu, Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tri Widodo Wahyu Utomo menegaskan kebijakan publik yang unggul dapat mempercepat akselerasi pelayanan dasar yang inklusif di seluruh daerah.

Dia mengatakan berdasarkan Indeks Kualitas Kebijakan tahun 2023, kualitas kebijakan di tingkat pusat relatif lebih baik dibandingkan di daerah. Ini berarti peran JFAK di daerah perlu terus diperkuat.

"Jadi, kami LAN sebagai instansi pembina sangat senang dihubungkan dengan SKALA dengan teman-teman BSKDN yang punya tangan sampai di tingkat daerah, (yang) kami enggak punya bapak/ibu. Maka kemudian kalau LAN, Kemendagri dengan SKALA bisa berkolaborasi maka cita-cita mendorong kebijakan yang berkualitas itu bisa jauh lebih cepat," ujar Tri.

Hal serupa diungkapkan Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Jacob Fonataba mengenai pentingnya peran JFAK dalam mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Ini misalnya terkait pemanfaatan lahan pangan di Merauke dan kolaborasi dengan masyarakat adat. Terkait hal itu, ia menekankan bahwa salah satu tugas penting JFAK adalah melakukan kajian terhadap kelayakan pembangunan berkelanjutan tersebut.

Namun demikian, Fonataba juga mengakui bahwa jumlah analis kebijakan di daerahnya masih sangat terbatas, dan kompetensi mereka pun perlu ditingkatkan. Tantangan lain yang dihadapi adalah ketidakpastian terkait lembaga pembina di daerah, serta penilaian kerja dan insentif yang belum jelas.

Baca juga: BKSDA mencatat 2.008 telur penyu lekang menetas di Kulon Progo

"Ini semua berdampak pada rendahnya kontribusi JFAK dalam mendorong inovasi daerah dan percepatan penyediaan layanan dasar yang inklusif," tambah Fonataba.

Di lain pihak, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Maluku Anton A. Lailossa mengungkapkan bahwa tantangan serupa juga dihadapi di Maluku.

Baca juga: Langka!! Bunga rafflesia mekar sempurna di Matur Agam

Ia menilai JFAK sangat diperlukan untuk menelaah berbagai faktor yang memengaruhi perkembangan daerah, termasuk masalah kemiskinan dan dampak lingkungan.

"Banyak faktor yang harus ditelaah oleh analis kebijakan. Misalnya, mengapa Maluku masih tergolong miskin? Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap perkembangan daerah kami? Ini semua membutuhkan kajian mendalam yang hanya bisa dilakukan oleh analis kebijakan yang kompeten," kata Anton.



 

Pewarta : Narda Margaretha Sinambela
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024