Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa hipotiroid kongenital akan meningkatkan risiko kelainan yang berakibat pada penurunan kecerdasan dan tumbuh kembang pada anak.
 

Ia mengatakan, kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai kelainan tiroid masih minim. Berdasarkan pengalamannya saat berpraktik, Dante beberapa kali menemukan pasien dengan penyakit tiroid namun tanpa ada gejala dan baru teridentifikasi setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan (medical check up). 

“Kelainan tumbuh kembang anak, misalnya. Yang anaknya stunting, mungkin anaknya kurang tinggi kecerdasannya atau kecerdasannya rendah di sekolah. Ternyata dia menderita hipotiroid pada anak-anak,” kata Dante dalam acara peluncuran White Paper Thyroid di Jakarta, Selasa.  

Dante mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan deteksi hipotiroid kongenital bekerja sama dengan International Pediatric Association (IPA). Pada tahun 2023, sekitar 1,2 juta bayi telah diskrining untuk mendeteksi hipotiroid kongenital. Jumlah tersebut terus berprogres hingga pada awal November tahun ini, catat Dante, sebanyak 1,7 juta bayi sudah diskrining untuk hipotiroid kongenital.   

Apabila dilakukan studi dalam populasi, Dante menyebutkan bahwa sekitar 50-70 persen populasi tersebut terdeteksi mempunyai benjolan pada kelenjar tiroidnya setelah diskrining menggunakan ultrasonografi (USG). Meski begitu, sebagian besar benjolan pada tiroid bersifat jinak dan hanya 5-10 persen saja yang ganas.

Baca juga: Anggur Shine Muscat terkontaminasi, begini respons Kemenkes dan Kementan

“Studi lain menunjukkan, pada studi cadaver, kalau dilakukan pemeriksaan tiroidnya juga sama. Menunjukkan dari cadaver atau mayat yang diperiksa tiroidnya itu, 50 persennya ada benjolan (pada tiroid) walaupun sebagian besar adalah jinak,” imbuh Dante.  

Ia menjelaskan, secara umum kelainan tiroid dapat dibagi menjadi dua macam yaitu kelainan fungsional dan kelainan anatomi. Pada kelainan fungsional, ada yang disebut hipertiroid atau kelebihan hormon tiroid serta hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid.

Adapun penyakit tiroid yang masuk dalam kategori kelainan anatomi, ada yang berbentuk padat dan ada yang berbentuk kista. Kelainan anatomi berbentuk padat terbagi menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat ganas dan bersifat jinak.

“Untungnya, yang ganas itu hanya kira-kira 5 persen dari seluruh kelainan di populasi benjolan tiroid,” ujar Dante.

Baca juga: Pemerintah alokasikan anggaran kesehatan Rp217,3 triliun

Ia menyebutkan, klaim jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk penyakit tiroid cukup tinggi yakni mencapai Rp750 miliar pada tahun 2023. Tingginya biaya kesehatan ini, ujar Dante, menunjukkan bahwa kelainan tiroid harus diidentifikasi sejak dini untuk mencegah perburukan kualitas hidup pada penderita.

Deteksi dini kelainan tiroid, menurut Dante, masuk sebagai salah satu dari beberapa penyakit dalam program skrining gratis untuk setiap penduduk yang berulang tahun. Ia mengatakan, program tersebut akan segera diluncurkan Kemenkes sebagai kelanjutan dari amanah yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto.

“Salah satu quick win yang disampaikan dan menjadi PR Kemenkes dari Presiden Prabowo adalah melakukan skrining kesehatan. Kita akan launching skrining kesehatan di hari ulang tahun, salah satu di antaranya adalah skrining kelainan tiroid,” kata dia.

Dengan adanya layanan skrining gratis yang disediakan pemerintah, maka diharapkan masyarakat lebih menyadari mengenai pentingnya deteksi dini kelainan tiroid. Selain itu, skrining tersebut juga diharapkan dapat menurunkan beban pembiayaan kelainan tiroid yang selama ini dikeluarkan pemerintah setiap tahunnya.

 

 


Pewarta : Rizka Khaerunnisa
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024