Mataram (Antaranews NTB) - Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan belasan kepala keluarga korban gempa bumi di kota itu sudah menempati rumah instan sederhana sehat (Risha).
"Sebanyak 15 kepala keluarga (KK) korban gempa bumi, kini sudah bisa pindah dari hunian sementara ke hunian tetap," kata Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Senin.
Ia menyebutkan, sebanyak 15 KK yang sudah menempati Risha tersebut berada didua tempat yakni, empat rumah di Pagesangan dan 11 rumah di Lingkungan Pengempel Kecamatan Sandubaya.
Sementara, saat ini sebanyak 20 rumah sedang dalam proses pengerjakan di Lingkungan Gontoran, begitu juga untuk di Lingkungan Tegal dan Jangkuk bekerja sama dengan Wijaya Karya untuk penyediaan panel 120 unit Risha.
Ia mengatakan selain bekerja sama dengan Wijaya Karya, guna mempercepat proses pembangunan Risha di Kota Mataram, pihaknya juga telah memfasilitasi kelompok masyarakat (pokmas) dalam penyediaan panel bekerja sama dengan PT Pembangunan Rumah Urban yang mencetak panel di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat dan sanggup mengirim sesuai kebutuhan.
"PT Pembangunan Rumah Urban Purwakarta ini telah menyanggupi untuk mengirim panel untuk 200 unit Risha, dengan tipe 36," sebutnya.
Menurut dia, dari ratusan korban gempa bumi yang telah mendapatkan transfer dana pembangunan rumah tahan gempa sebesar Rp50 juta dari pemerintah, sebanyak 460 KK telah menyelesaikan desain dan rencana anggaran biaya (RAB), dengan jenis rumah tahan gempa Risha tipe 36.
Dengan demikian, cepat maupun lambatnya proses pembangunan Risha sangat tergantung dari kecepatan anggota pokmas, sehingga masyarakat bisa cepat pindah dari hunian sementara ke hunian tetap.
"Tugas kami memberikan pendampingan teknis untuk pembuatan desain dan pendampingan administrasi dalam pembuatan RAB. Kami tidak masuk pada hal berkaitan dengan mambangun karena semuanya tergantung pokmas," katanya lagi.
Sementara menyinggung tentng kebutuhan fasilitator, Kemal mengatakan, sampai saat ini pemerintah kota tetap kekurangan fasilitator karena fasilitator yang ada saat ini hanya 40 orang dari kebutuhan 120 orang untuk membantu menangani? proses pembangunan rumah rusak berat sebanyak 13 ribu lebih.
"Karena itu, kita tetap mengusulkan agar pemerintah bisa menganggarkan dan mencari lagi tenaga fasilitator, apalagi pemerintah menargetkan Juli 2019 semua harus tuntas," katanya.
Selain terkendala fasilitator, tambahnya, proses pembangunan rumah tahan gempa di Kota Mataram juag terkendala aplikator yang belum serius melakukan kerja sama dengan Pemerintah Kota Mataram.
"Saat ini baru ada dua aplikator yang sudah mau bekerja sama, sementara kita butuh lebih banyak agar proses pembangunan Risha bisa dipercepat," katanya.
"Sebanyak 15 kepala keluarga (KK) korban gempa bumi, kini sudah bisa pindah dari hunian sementara ke hunian tetap," kata Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Senin.
Ia menyebutkan, sebanyak 15 KK yang sudah menempati Risha tersebut berada didua tempat yakni, empat rumah di Pagesangan dan 11 rumah di Lingkungan Pengempel Kecamatan Sandubaya.
Sementara, saat ini sebanyak 20 rumah sedang dalam proses pengerjakan di Lingkungan Gontoran, begitu juga untuk di Lingkungan Tegal dan Jangkuk bekerja sama dengan Wijaya Karya untuk penyediaan panel 120 unit Risha.
Ia mengatakan selain bekerja sama dengan Wijaya Karya, guna mempercepat proses pembangunan Risha di Kota Mataram, pihaknya juga telah memfasilitasi kelompok masyarakat (pokmas) dalam penyediaan panel bekerja sama dengan PT Pembangunan Rumah Urban yang mencetak panel di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat dan sanggup mengirim sesuai kebutuhan.
"PT Pembangunan Rumah Urban Purwakarta ini telah menyanggupi untuk mengirim panel untuk 200 unit Risha, dengan tipe 36," sebutnya.
Menurut dia, dari ratusan korban gempa bumi yang telah mendapatkan transfer dana pembangunan rumah tahan gempa sebesar Rp50 juta dari pemerintah, sebanyak 460 KK telah menyelesaikan desain dan rencana anggaran biaya (RAB), dengan jenis rumah tahan gempa Risha tipe 36.
Dengan demikian, cepat maupun lambatnya proses pembangunan Risha sangat tergantung dari kecepatan anggota pokmas, sehingga masyarakat bisa cepat pindah dari hunian sementara ke hunian tetap.
"Tugas kami memberikan pendampingan teknis untuk pembuatan desain dan pendampingan administrasi dalam pembuatan RAB. Kami tidak masuk pada hal berkaitan dengan mambangun karena semuanya tergantung pokmas," katanya lagi.
Sementara menyinggung tentng kebutuhan fasilitator, Kemal mengatakan, sampai saat ini pemerintah kota tetap kekurangan fasilitator karena fasilitator yang ada saat ini hanya 40 orang dari kebutuhan 120 orang untuk membantu menangani? proses pembangunan rumah rusak berat sebanyak 13 ribu lebih.
"Karena itu, kita tetap mengusulkan agar pemerintah bisa menganggarkan dan mencari lagi tenaga fasilitator, apalagi pemerintah menargetkan Juli 2019 semua harus tuntas," katanya.
Selain terkendala fasilitator, tambahnya, proses pembangunan rumah tahan gempa di Kota Mataram juag terkendala aplikator yang belum serius melakukan kerja sama dengan Pemerintah Kota Mataram.
"Saat ini baru ada dua aplikator yang sudah mau bekerja sama, sementara kita butuh lebih banyak agar proses pembangunan Risha bisa dipercepat," katanya.