Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan bahwa tujuh desk bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan akan menghadapi banyak tantangan dalam menjalankan tugas.
Tantangan tersebut, kata Khairul Fahmi, muncul karena desk tersebut mengharuskan beragam kementerian dan lembaga untuk saling bekerja sama menyelesaikan setiap permasalahan yang ada di desk.
"Tantangan pertama adalah peran leading sector di masing-masing desk, yang dipimpin oleh kementerian atau lembaga tertentu sesuai fokus tugasnya," kata Fahmi kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Menurut dia, setiap kementerian yang menjadi koordinator desk harus mampu bersinergi dengan kementerian lain agar setiap kerjanya bisa berjalan dengan efektif.
Fahmi mencontohkan Kementerian Dalam Negeri yang mengoordinasikan pada desk pilkada atau Kemenko Polkam pada yang menjadi koordinator desk pencegahan penyelundupan.
Tantangan selanjutnya, kata dia, adalah munculnya egosektoral antarlembaga ketika menangani sebuah permasalahan dalam desk. Misalnya, pada desk pemberantasan narkoba, yang dipimpin oleh BNN tetapi membutuhkan kerja sama Polri dan TNI untuk operasional di lapangan.
"Sinergi ini dapat terganggu jika masing-masing instansi lebih mementingkan kepentingan sektoralnya," kata dia.
Egosektoral ini, menurut Fahmi, harus dipangkas agar setiap lembaga ataupun kementerian memiliki tujuan yang sama dalam kinerja desk masing-masing.
Tantangan lainnya adalah setiap desk harus mampu merespons permasalahan dengan cepat. Respons cepat itu tidak boleh terhambat dengan mekanisme keputusan rapat yang umumnya memakan waktu relatif cukup lama.
Salah satu yang harus mengedepankan respons cepat, lanjut dia, adalah desk di bidang pertahanan dan keamanan. Desk tersebut harus bergerak secara fleksibel dan mampu berkoordinasi dengan TNI, Polri, BSSN, dan badan lain yang ada di bidang pertahanan.
"Dengan kerangka kerja yang lebih sinergis dan fokus pada respons cepat, desk dapat menjadi garda depan dalam menangani tantangan yang memerlukan tindakan terpadu dan segera," jelas Fahmi.
Baca juga: Menko Polkam Budi Gunawan antisipasi pelantikan gubernur mundur dari Februari 2025
Tantangan terakhir yang harus dihadapi desk desk tersebut, lanjut dia, adalah bersinergi dengan elemen masyarakat sipil. Fahmi berpendapat bahwa pendekatan terhadap masyarakat sipil suatu keharusan untuk mempercepat respons setiap desk dalam menindaklanjuti ragam persoalan, terutama di bidang keamanan dan pertahanan.
Ia optimistis Kemenko Polkam beserta jajarannya mampu menghadapi tantangan tantangan tersebut dalam 100 hari kerja pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga: Pemerintah sudah memetakan wilayah rawan pilkada
Sebelumnya, Menko Polkam Budi Gunawan membentuk tujuh desk yang akan menangani beragam isu di bidang politik, hukum dan keamanan.
Tujuh desk tersebut mencakup Desk Pilkada, Desk Pencegahan Penyeludupan, Desk Pemberantasan Narkoba, Desk Penanganan Judi Online, Desk Koordinasi Peningkatan Penerimaan Devisa Negara, Desk Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, dan Desk Keamanan Siber dan Perlindungan Data.
Tantangan tersebut, kata Khairul Fahmi, muncul karena desk tersebut mengharuskan beragam kementerian dan lembaga untuk saling bekerja sama menyelesaikan setiap permasalahan yang ada di desk.
"Tantangan pertama adalah peran leading sector di masing-masing desk, yang dipimpin oleh kementerian atau lembaga tertentu sesuai fokus tugasnya," kata Fahmi kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Menurut dia, setiap kementerian yang menjadi koordinator desk harus mampu bersinergi dengan kementerian lain agar setiap kerjanya bisa berjalan dengan efektif.
Fahmi mencontohkan Kementerian Dalam Negeri yang mengoordinasikan pada desk pilkada atau Kemenko Polkam pada yang menjadi koordinator desk pencegahan penyelundupan.
Tantangan selanjutnya, kata dia, adalah munculnya egosektoral antarlembaga ketika menangani sebuah permasalahan dalam desk. Misalnya, pada desk pemberantasan narkoba, yang dipimpin oleh BNN tetapi membutuhkan kerja sama Polri dan TNI untuk operasional di lapangan.
"Sinergi ini dapat terganggu jika masing-masing instansi lebih mementingkan kepentingan sektoralnya," kata dia.
Egosektoral ini, menurut Fahmi, harus dipangkas agar setiap lembaga ataupun kementerian memiliki tujuan yang sama dalam kinerja desk masing-masing.
Tantangan lainnya adalah setiap desk harus mampu merespons permasalahan dengan cepat. Respons cepat itu tidak boleh terhambat dengan mekanisme keputusan rapat yang umumnya memakan waktu relatif cukup lama.
Salah satu yang harus mengedepankan respons cepat, lanjut dia, adalah desk di bidang pertahanan dan keamanan. Desk tersebut harus bergerak secara fleksibel dan mampu berkoordinasi dengan TNI, Polri, BSSN, dan badan lain yang ada di bidang pertahanan.
"Dengan kerangka kerja yang lebih sinergis dan fokus pada respons cepat, desk dapat menjadi garda depan dalam menangani tantangan yang memerlukan tindakan terpadu dan segera," jelas Fahmi.
Baca juga: Menko Polkam Budi Gunawan antisipasi pelantikan gubernur mundur dari Februari 2025
Tantangan terakhir yang harus dihadapi desk desk tersebut, lanjut dia, adalah bersinergi dengan elemen masyarakat sipil. Fahmi berpendapat bahwa pendekatan terhadap masyarakat sipil suatu keharusan untuk mempercepat respons setiap desk dalam menindaklanjuti ragam persoalan, terutama di bidang keamanan dan pertahanan.
Ia optimistis Kemenko Polkam beserta jajarannya mampu menghadapi tantangan tantangan tersebut dalam 100 hari kerja pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga: Pemerintah sudah memetakan wilayah rawan pilkada
Sebelumnya, Menko Polkam Budi Gunawan membentuk tujuh desk yang akan menangani beragam isu di bidang politik, hukum dan keamanan.
Tujuh desk tersebut mencakup Desk Pilkada, Desk Pencegahan Penyeludupan, Desk Pemberantasan Narkoba, Desk Penanganan Judi Online, Desk Koordinasi Peningkatan Penerimaan Devisa Negara, Desk Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, dan Desk Keamanan Siber dan Perlindungan Data.