Mataram (Antaranews NTB) - Kedatuan Bayan yang terus berkembang bukan hanya mempengaruhi wilayah Tanjung dan pemenang tapi melebar jauh hingga Karang Bayan, kini masuk wilayah kecamatan Lingsar kabupaten Lombok Barat.
Karang Bayan sebagai daerah penyangga kedatuan Bayan memiliki kemiripan peninggalan dengan Kedatuan Bayan yakni masjid, paon (dapur) dan rumah adat. Bangun-bangunan kuno utu walau sudah berumur ratusan tahun masih berdiri kokoh dan menjadi destinasi wisata.
Layaknya masjid yang dibangun tahun 1600-an, masjid kuno Karang Bayan berdinding bedek bambu, berlantai tanah dan beratap ilalang . "Hingga kini masjid kuno masih difungsikan hanya pemanfaatannya berbeda," jelas tokoh masyarakat Karang Bayan, H Helmi Al Bayani. Helmi menjelaskan sebelum ada masjid besar, masyarakat Karang
Bayan melaksanakan ibadahhnya di masjid kuno. Kemudian dialihkan ke masjid baru Yan ukuran nya lebih besar. "Masjid kuno kini dimanfaatkan sebagai tempat pembelajaran baik kegiatan anak anak atau lainnya,"lainya.
H Helmi menjelaskan sekitar 350 tahun lalu, datanglah utusan dari Kedatuan Bayan ke Karang Bayan. Sesudah diteliti berdasarkan kemampuan para utusan, daerah Karang Bayan yang waktu itu masih berupa hutan dianggap cocok sebagai tempat bermukim. Para utusan kemudian membabat hutan dan mendirikan beberapa bangunan sebagai tempat tinggal.
Sebelum menempati bangunan para utusan membuat batas gaib antara manusia dengan bangsa halus dengan meletakkan batu diiringi lantunan adzan. Batu itu kini dikenal dengan sebutan Bangaran (memberi nama dengan melantunkan azan) atau ina-ina(ibu). Disini, jelas H Helmi ada pemahaman bahwa restu ibu sangat penting bagi kehidupan.
Disamping masjid terdapat paon (dapur). Agak ke timur terdapat rumah adat. Dari paon dan rumah adat inilah acara keagamaan warga Karang Bayan dipersiapkan. "Dulu, paon dan rumah adat menjadi tempat mempersiapkan segala keperluan acara keagamaan, jelas Helmi.
H Helmi tak menampik keberadaan bangunan kuno memberi dampak positif hingga banyak wisatawan berkunjung ke Karang Bayan. Bahkan sebelum bom Bali, banyak artshop yang menjual kerajinan ketak (bambu) sebagai cinderamata bagi wisatawan. Kini, kondisinya jauh berubah. Walau masih ada yang berkunjung namun jumlahnya tidak banyak.
Dari pantauan di lapangan hanya tersisa beberapa artshop yang masih menjual kerajinan ketak.
Karang Bayan sebagai daerah penyangga kedatuan Bayan memiliki kemiripan peninggalan dengan Kedatuan Bayan yakni masjid, paon (dapur) dan rumah adat. Bangun-bangunan kuno utu walau sudah berumur ratusan tahun masih berdiri kokoh dan menjadi destinasi wisata.
Layaknya masjid yang dibangun tahun 1600-an, masjid kuno Karang Bayan berdinding bedek bambu, berlantai tanah dan beratap ilalang . "Hingga kini masjid kuno masih difungsikan hanya pemanfaatannya berbeda," jelas tokoh masyarakat Karang Bayan, H Helmi Al Bayani. Helmi menjelaskan sebelum ada masjid besar, masyarakat Karang
Bayan melaksanakan ibadahhnya di masjid kuno. Kemudian dialihkan ke masjid baru Yan ukuran nya lebih besar. "Masjid kuno kini dimanfaatkan sebagai tempat pembelajaran baik kegiatan anak anak atau lainnya,"lainya.
H Helmi menjelaskan sekitar 350 tahun lalu, datanglah utusan dari Kedatuan Bayan ke Karang Bayan. Sesudah diteliti berdasarkan kemampuan para utusan, daerah Karang Bayan yang waktu itu masih berupa hutan dianggap cocok sebagai tempat bermukim. Para utusan kemudian membabat hutan dan mendirikan beberapa bangunan sebagai tempat tinggal.
Sebelum menempati bangunan para utusan membuat batas gaib antara manusia dengan bangsa halus dengan meletakkan batu diiringi lantunan adzan. Batu itu kini dikenal dengan sebutan Bangaran (memberi nama dengan melantunkan azan) atau ina-ina(ibu). Disini, jelas H Helmi ada pemahaman bahwa restu ibu sangat penting bagi kehidupan.
Disamping masjid terdapat paon (dapur). Agak ke timur terdapat rumah adat. Dari paon dan rumah adat inilah acara keagamaan warga Karang Bayan dipersiapkan. "Dulu, paon dan rumah adat menjadi tempat mempersiapkan segala keperluan acara keagamaan, jelas Helmi.
H Helmi tak menampik keberadaan bangunan kuno memberi dampak positif hingga banyak wisatawan berkunjung ke Karang Bayan. Bahkan sebelum bom Bali, banyak artshop yang menjual kerajinan ketak (bambu) sebagai cinderamata bagi wisatawan. Kini, kondisinya jauh berubah. Walau masih ada yang berkunjung namun jumlahnya tidak banyak.
Dari pantauan di lapangan hanya tersisa beberapa artshop yang masih menjual kerajinan ketak.