Surabaya (ANTARA) - Memasuki tahun 2025, ekonomi Indonesia menghadapi tantangan besar yang memerlukan kesiapan semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat. Berbagai indikator makroekonomi dan kondisi global menunjukkan situasi yang tidak mudah. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), peningkatan utang, depresiasi nilai tukar rupiah, dan perubahan kebijakan fiskal menjadi realitas yang tidak bisa diabaikan. Semua ini menuntut langkah antisipatif untuk menjaga stabilitas ekonomi sekaligus memitigasi dampak terhadap kehidupan rakyat.

 

Realitas Ekonomi: Sinyal untuk Bersiap

Hingga November 2024, defisit APBN mencapai Rp401,8 triliun, angka yang mencerminkan tekanan besar pada anggaran negara. Tantangan ini diperparah dengan beban utang yang harus dilunasi nanti pada tahun 2025 sebesar kurang lebih Rp1.350 triliun. Situasi ini menempatkan pemerintah dalam posisi sulit untuk menjaga kelangsungan program-program pembangunan tanpa meningkatkan beban fiskal.

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada sektor tertentu dan lonjakan pajak kendaraan bermotor hingga 66% yang akan diberlakukan tahun depan, semakin memperberat tekanan ekonomi masyarakat. Hal ini mencerminkan lemahnya sektor keuangan di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

Di sisi lain, rupiah yang melemah hingga Rp16.000 per dolar AS menunjukkan tekanan signifikan pada nilai tukar, yang dapat meningkatkan biaya impor dan memperburuk inflasi. Ironisnya, Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut pada akhir 2024, menandakan lemahnya permintaan domestik. Kombinasi antara tekanan harga dan rendahnya daya beli masyarakat menjadi tantangan nyata yang harus segera diatasi.


Dunia Usaha: Pilar Utama dalam Pemulihan Ekonomi

Di tengah situasi sulit ini, dunia usaha memiliki peran strategis sebagai motor penggerak ekonomi dan menjadi salah satu elemen penting dalam mendukung investasi dan mendorong pertumbuhan. Namun, dunia usaha harus lebih proaktif dalam menghadapi tantangan ini.

Pertama, perusahaan perlu fokus pada efisiensi operasional. Biaya yang tidak produktif harus dikurangi tanpa mengorbankan kualitas produk atau layanan. Langkah ini akan membantu perusahaan tetap kompetitif meskipun berada di tengah tekanan ekonomi.

 

Kedua, diversifikasi pasar dan produk menjadi strategi penting untuk mengimbangi pelemahan permintaan domestik. Eksplorasi pasar internasional dan pengembangan produk inovatif harus menjadi prioritas untuk meningkatkan daya saing.

Ketiga, dunia usaha harus memanfaatkan era "cash is king" dengan menjaga likuiditas yang sehat. Likuiditas yang kuat memberikan fleksibilitas untuk mengatasi gangguan operasional, membayar kewajiban, dan menangkap peluang investasi strategis.

Peran Pemerintah: Menciptakan Iklim Investasi yang Ramah

Tantangan besar ini juga menuntut pemerintah untuk berperan aktif sebagai fasilitator yang menciptakan iklim investasi yang ramah. Kepastian hukum, penyederhanaan regulasi, dan insentif investasi harus menjadi prioritas untuk menarik investor domestik dan asing.

Pemerintah juga perlu memperkuat infrastruktur yang mendukung aktivitas bisnis, mulai dari transportasi, energi, hingga telekomunikasi. Mendorong penyediaan kawasan industri yang terintegrasi dan ramah lingkungan dapat menjadi daya tarik utama bagi investor, terutama di tengah meningkatnya fokus pada keberlanjutan dan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance).

Selain itu, diplomasi ekonomi harus diperkuat untuk mempromosikan Indonesia sebagai destinasi investasi yang kompetitif. Kerja sama internasional dapat menjadi salah satu solusi untuk menghadapi ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik, seperti konflik di Ukraina, Timur Tengah, dan potensi eskalasi di Asia Timur.


Antisipasi dan Adaptasi: Kunci Ketahanan Ekonomi

Menghadapi tahun 2025, semua pihak perlu mengambil langkah antisipatif untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekonomi dan kehidupan masyarakat. Dunia usaha harus menjadi agen perubahan yang mendorong inovasi, efisiensi, dan keberlanjutan. Sementara itu, pemerintah harus memperkuat perannya sebagai fasilitator yang menciptakan kebijakan pro-investasi dan pro-rakyat.

Masyarakat juga perlu diberdayakan untuk meningkatkan daya beli dan produktivitas. Program pelatihan keterampilan, pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta peningkatan akses ke pasar global harus menjadi bagian dari strategi pemulihan.


Bersiap untuk Masa Depan, Winter is Coming

Tantangan ekonomi 2025 adalah ujian nyata bagi ketangguhan bangsa. Namun, melalui kolaborasi yang erat, inovasi yang berkelanjutan, dan langkah strategis yang terukur, Indonesia memiliki peluang besar untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga bangkit lebih kuat. Seperti pesan Lord Eddard Stark dalam Game of Thrones kepada Lady Catelyn saat meminta Bran, putranya, untuk belajar mandiri dengan menunggang kuda di usia 10 tahun: “He [Bran] won’t be a boy forever, and winter is coming.” Pesan ini menjadi pengingat penting bahwa kesiapan dan keberanian adalah kunci untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan.


*) Penulis adalah Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan Mahasiswa Program Doktoral PSDM Pasca Sarjana Universitas Airlangga.


Pewarta : Didik Prasetiyono *)
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024