Mataram (Antaranews NTB) - Para pengusaha di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, menghentikan untuk sementara pengiriman cabai ke beberapa provinsi akibat biaya kargo pesawat yang mahal.
"Sudah hampir satu bulan kami menghentikan pengiriman karena harga kargo pesawat mengalami kenaikan hingga 150 persen," kata Ketua Asosiasi Cabai Indonesia Provinsi NTB Subhan yang ditemui usai melakukan pertemuan dengan jajaran Dinas Perhubungan NTB, di Mataram, Rabu.
Menurut dia, kenaikan biaya kargo tersebut tentu berdampak terhadap harga beli cabai rawit hijau di tingkat petani. Cabai jenis tersebut yang paling banyak dikirim ke Sumatera dan Batam.
Oleh sebab itu, pengiriman dihentikan untuk sementara dan fokus memenuhi kebutuhan dalam daerah dan pengiriman ke Jakarta untuk jenis cabai rawit lokal.
"Kalau mengirim menggunakan jalur darat ke Batam, relatif sulit. Harus pakai kargo. Beda dengan Jakarta masih aman pakai jalur darat," ujarnya.
Subhan mengaku sudah menyampaikan masalah yang dihadapi para petani yang sekaligus menjadi pengusaha cabai kepada Kepala Dinas Perdagangan NTB Putu Selly Andayani, sebelum melakukan pertemuan dengan jajaran Dinas Perhubungan NTB.
"Kami masih belum mendapatkan titik temu setelah melakukan pertemuan di dua instansi tersebut," ucapnya pula.
Jajaran Dishub NTB, kata dia, mengarahkan untuk dilakukan pertemuan dengan Gubernur NTB bersama dengan seluruh pihak terkait, seperti PT Angkasa Pura, pihak kargo, Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, Dinas Perdagangan NTB, dan Dinas Perhubungan NTB.
Pihaknya juga akan segera menyurati Gubernur NTB Zulkieflimansyah untuk membahas masalah kenaikan biaya kargo pesawat hingga 150 persen.
"Kalau itu tidak bisa ditangani, saya bisa pastikan petani cabai tidak akan menanam jenis cabai rawit yang dipasarkan keluar NTB," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perhubungan Laut dan Udara Dishub NTB Muhammad Syakarudin, menegaskan sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pihaknya tidak memiliki kewenangan terhadap urusan kargo di bandara karena hal tersebut ranahnya PT Angkasa Pura.
"Nanti kami sampaikan ke kepala dinas untuk diteruskan ke sekretaris daerah. Kemudian nanti dibahas lintas sektor untuk dicarikan solusi," ujarnya.
"Sudah hampir satu bulan kami menghentikan pengiriman karena harga kargo pesawat mengalami kenaikan hingga 150 persen," kata Ketua Asosiasi Cabai Indonesia Provinsi NTB Subhan yang ditemui usai melakukan pertemuan dengan jajaran Dinas Perhubungan NTB, di Mataram, Rabu.
Menurut dia, kenaikan biaya kargo tersebut tentu berdampak terhadap harga beli cabai rawit hijau di tingkat petani. Cabai jenis tersebut yang paling banyak dikirim ke Sumatera dan Batam.
Oleh sebab itu, pengiriman dihentikan untuk sementara dan fokus memenuhi kebutuhan dalam daerah dan pengiriman ke Jakarta untuk jenis cabai rawit lokal.
"Kalau mengirim menggunakan jalur darat ke Batam, relatif sulit. Harus pakai kargo. Beda dengan Jakarta masih aman pakai jalur darat," ujarnya.
Subhan mengaku sudah menyampaikan masalah yang dihadapi para petani yang sekaligus menjadi pengusaha cabai kepada Kepala Dinas Perdagangan NTB Putu Selly Andayani, sebelum melakukan pertemuan dengan jajaran Dinas Perhubungan NTB.
"Kami masih belum mendapatkan titik temu setelah melakukan pertemuan di dua instansi tersebut," ucapnya pula.
Jajaran Dishub NTB, kata dia, mengarahkan untuk dilakukan pertemuan dengan Gubernur NTB bersama dengan seluruh pihak terkait, seperti PT Angkasa Pura, pihak kargo, Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, Dinas Perdagangan NTB, dan Dinas Perhubungan NTB.
Pihaknya juga akan segera menyurati Gubernur NTB Zulkieflimansyah untuk membahas masalah kenaikan biaya kargo pesawat hingga 150 persen.
"Kalau itu tidak bisa ditangani, saya bisa pastikan petani cabai tidak akan menanam jenis cabai rawit yang dipasarkan keluar NTB," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perhubungan Laut dan Udara Dishub NTB Muhammad Syakarudin, menegaskan sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pihaknya tidak memiliki kewenangan terhadap urusan kargo di bandara karena hal tersebut ranahnya PT Angkasa Pura.
"Nanti kami sampaikan ke kepala dinas untuk diteruskan ke sekretaris daerah. Kemudian nanti dibahas lintas sektor untuk dicarikan solusi," ujarnya.