Jakarta (ANTARA) - Wanita paruh baya itu tersenyum tipis. Berkali-kali ia menengok ke arah sosok spesifik di tengah barisan anak di depannya. Sekali-sekali ia juga sumringah melihat tingkah buah hati kesayangannya itu.

 

Wanita itu bernama Suryati. Ia, seperti ibu-ibu lainnya, duduk bersila di halaman Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 5 Jakarta di Slipi, Palmerah, Jakarta Barat.

Ibu-ibu itu tengah mendampingi anak-anak mereka yang mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pada hari pertama.

Berbeda dengan MPLS sekolah-sekolah reguler, MPLS SLBN 5 Jakarta menunjukkan pemandangan berbeda.

Puluhan murid berkebutuhan khusus mulai dari SD sampai dengan SMA itu mengikuti MPLS secara bersamaan dengan didampingi oleh ibu mereka. Mereka duduk bersila di halaman sekolah dengan orang tua mereka mendampingi dari belakang.

Sementara itu, para guru juga sibuk mengawasi murid-murid barunya. Ada yang menerjemahkan pesan-pesan yang disampaikan dalam pembukaan MPLS ke dalam bahasa isyarat. Ada juga yang menuntun para murid untuk menjawab "cakep" ketika pantun dibacakan.

Selain itu, ada pula yang bersama-sama para murid mengikuti gerakan senam ringan yang dipimpin pemberi sambutan. Dan ada juga yang merapikan seragam para murid sambil meminta mereka untuk tenang selama MPLS berlangsung.

Para guru itu duduk tepat di samping para murid. Dari tatapan mata mereka, guru-guru SLB itu paham betul kebutuhan khusus dari murid-murid spesialnya. Wajah-wajah para orang tua pun menampilkan kesan tenang. Mereka tahu, anak-anaknya dititipkan di tangan yang tepat.

Meskipun tidak paham dengan apa yang disampaikan oleh para pemberi sambutan, anak-anak itu pun tidak gaduh. Dengan pandangan ke mana-mana, mereka kerasan untuk tetap duduk. Sesekali anak-anak itu melihat ke belakang untuk memeriksa keberadaan orang tua mereka.

Mereka menyahut "cakep" ketika pemberi sambutan membacakan pantun. Mereka bertepuk tangan ketika para guru bertepuk tangan. Mereka juga bergoyang ketiga Wakil Wali Kota Jakarta Barat, Yuli Hartono meminta para peserta MPLS untuk berjoget di awal sambutannya.

Sambil memantau anaknya yang bernama Fahri, Suryati memulai ceritanya. Fahri adalah anak penyandang down syndrome. Ia merupakan murid baru kelas 1 SMA di SLBN 5 Jakarta. Sebelumnya, Fahri juga telah menamatkan pendidikan SD dan SMP di SLBN 5 Jakarta.

Senyum sumringah Suryati sedari tadi ternyata menyimpan kisah yang menyayat hati. Ia sangat bersyukur kini anaknya bersekolah di sekolah yang tepat, SLB.

Sebelum sampai di titik ini, putranya yang memiliki disabilitas tuna grahita (kemampuan kognitif di bawah rata-rata), rupanya sempat mendapat perlakuan tak menyenangkan dari teman-temannya saat masih bersekolah di madrasah umum di wilayah Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Fahri sering kali dibuli oleh teman-temannya di sekolah reguler. Hal itu kemudian membuat Suryati memutuskan untuk membawa putra bungsunya ke SLBN 5 Jakarta.

Pendidikan yang tepat

Dalam ceritanya, Fahri memiliki keterbelakangan dalam hal intelektual, sehingga perkembangan kemampuan baca dan tulisnya lebih lambat dari pada anak-anak seusianya.

Namun demikian, keterbelakangan putranya yang telah menginjak 15 tahun itu tidak menghalanginya beraktivitas. Semenjak belajar di SLB, perkembangan motorik Fahri semakin membaik dibandingkan di ketika masih di sekolah umum sebelumnya.

Menurutnya, perkembangan itu muncul karena Fahri telah belajar di lingkungan pendidikan yang tepat dan sehat.

Bagaimana tidak, ketika masih belajar di sekolah umum, Fahri sering diisengi temannya. Bahkan ketika pulang sekolah, wajah Fahri sering kali berlumuran lumpur dan masih banyak tanda-tanda perundungan yang dialami oleh Fahri.

Fahri pun hanya bertahan sampai dengan kelas 3 SD karena kerap mengeluh sakit ke ibunya.

Suryati pun dengan besar hati tidak berniat menghakimi siapa pun atas apa yang terjadi pada putranya. Ia justru berinisiatif memindahkan Fahri ke SLB.

Sejak mulai belajar di SLBN 5 Jakarta, Suryati pelan-pelan menyadari keputusannya adalah keputusan yang tepat.

Baca juga: Pj Bupati Lombok Timur rayakan hari anak bersama siswa SLB

Dengan kegiatan pembelajaran spesifik serta berbagai ekstrakulikuler yang disediakan sekolah itu, Fahri kini memiliki kemampuan di bidang otomotif.

Selain itu, Fahri juga telah sadar untuk mengenakan seragam putih abu-abu layaknya anak SMA. Menurut Suryati, kesadaran itu adalah perkembangan yang berarti bagi putranya.

Suryati semakin yakin, sekolah itu bagaikan rumah yang menyajikan kasih dan pendidikan yang tepat untuk perkembangan anaknya.

Menurutnya, kasih terhadap anaknya itu kini bisa diwakilkan oleh sekolah yang tepat.

Setidaknya, hati Suryati tidak perlu tersayat lagi atas apa yang dialami putranya di sekolah sebelumnya.

Kolaborasi orang tua - sekolah

Sementara itu, Hani Rustisiani selaku Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 5 Jakarta menekankan kolaborasi orang tua dalam mendidik anak berkebutuhan khusus.

Menurut Hani, tanpa peran dan kontribusi orang tua dalam mendukung proses pembelajaran di sekolah, maka murid berkebutuhan khusus akan sulit mencapai kemajuan.

Hal itu termasuk perpanjangan pendidikan di dalam rumah. Dalam hal ini, orang tua berperan besar untuk mendampingi anak-anaknya. Oleh karena itu, kehadiran orang tua dalam kegiatan MPLS menjadi penting.

Baca juga: Bandara Lombok bantu perlengkapan sekolah di SLB Negeri 1 Lombok Tengah

Hani mengungkapkan, bagi murid-murid berkebutuhan khusus, kemajuan yang paling sederhana akan kelihatan dari perubahan perilaku para murid.

Salah satunya adalah posisi duduk yang terkondisikan di dalam kelas. Perubahan perilaku seperti merupakan hal berharga bagi Hani dan para guru.

Kini, dengan hadirnya 59 murid yang mengikuti MPLS, total terdapat 196 murid yang belajar di SLBN 5 Jakarta.

Lebih lanjut, Hani mengatakan bahwa pembinaan di SLB lebih fokus pada revitalisasi vokasi, mulai dari tingkat SD sampai SMA.

Pada tingkat SD, revitalisasi vokasi difokuskan pada peningkatan skill, khususnya di bidang seni kebudayaan.

Kemudian memasuki kelas 7, para murid disajikan sejumlah program vokasi, yakni tata boga, membuat souvenir, desain grafis, sablon, tata graha dan kecantikan.

Menginjak kelas 7, para murid akan menjalani dua program vokasi. Lalu mulai kelas 8 sampai dengan kelas 12, mereka akan fokus dengan satu program vokasi.

Selain program vokasi, pihaknya juga menyediakan program ekstakulikuler di beberapa bidang, seperti otomotif, olahraga, seni musik, seni pentas, budidaya tanaman dan beberapa bidang lainnya.

Pada Rabu (16/7) besok, pihak sekolah akan melaksanakan demonstrasi ekstrakulikuler, masih dalam rangkaian MPLS.

Hani menyatakan, para lulusan dari sekolah itu sudah ada yang bisa bekerja meskipun jumlahnya masih sedikit, misalnya di toko roti dan pengemasan barang.

Hani berharap nantinya ada kebijakan dari pemerintah untuk menjamin tersedianya lapangan kerja bagi kalangan berkebutuhan khusus, terutama para lulusan SLB.

"Jadi setelah tamat mereka bisa mandiri begitu. Itu mimpi di hati kecil saya dan guru-guru di sini," tutup Hani.


Pewarta : Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2025