Surabaya (ANTARA) - Hari ini, dunia sedang dihadapkan pada krisis multidimensi. Krisis ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, ketidakstabilan geopolitik, krisis iklim yang semakin parah, serta konflik yang terus berlangsung menjadi tekanan luar biasa bagi kehidupan rakyat, khususnya mereka yang berada di lapisan terbawah.

Negara-negara di seluruh dunia dituntut untuk tidak hanya tangguh secara ekonomi, tetapi juga mampu menghadirkan kebijakan yang berpihak pada rakyatnya. Indonesia bukan pengecualian. Sebagai negara dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia turut menghadapi tantangan kompleks seperti ketimpangan antar daerah, kemiskinan struktural, stunting, hingga pengangguran di kalangan usia produktif. Semua ini menjadi pekerjaan rumah yang mendesak untuk diselesaikan.

Dalam situasi tersebut, muncul kembali kebutuhan akan pendekatan populisme dalam makna yang konstruktif, yakni negara menempatkan rakyat sebagai akar dari pengambilan kebijakan. Kebijakan populis dapat dimaknai sebagai pendekatan yang berpihak pada rakyat dan memastikan kehadiran negara dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Presiden Prabowo Subianto mengadopsi pendekatan ini dalam berbagai kebijakan politiknya. Ia berupaya menghadirkan strategi kebijakan populis yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat, terutama kelas bawah dan menengah. Beberapa program unggulan yang menjadi simbol utama dari pendekatan ini antara lain: Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, dan Koperasi Desa Merah Putih.

Program Makan Bergizi Gratis bukan sekadar menyediakan makan siang bagi anak-anak, tetapi juga bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan gizi. Dalam jangka panjang, program ini diharapkan mendorong pembangunan ekonomi daerah dan mewujudkan SDM unggul.

Sementara itu, Sekolah Rakyat dirancang untuk menjamin akses pendidikan yang inklusif bagi seluruh anak bangsa, tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi. Tujuan utamanya adalah menyediakan pendidikan berkualitas dan mengurangi angka putus sekolah.

Adapun Koperasi Desa Merah Putih dibentuk atas dasar kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa. Pendekatannya berbasis ekonomi kerakyatan yang menekankan prinsip gotong royong, kekeluargaan, dan saling membantu antarwarga.

Yang menarik, arah kebijakan populis Presiden Prabowo tidak berdiri sendiri. Semangat dari seluruh program tersebut dirumuskan secara strategis dalam Asta Cita, delapan cita-cita nasional yang menjadi panduan pemerintahan Prabowo-Gibran. Dalam dokumen itu, keberpihakan kepada rakyat kecil, penguatan ekonomi desa, akses pendidikan dan kesehatan yang merata, serta pembangunan SDM menjadi pondasi utama. Asta Cita bukan hanya dokumen politik, melainkan peta jalan bagi pelaksanaan visi populisme yang terukur dan sistematis.

Namun, kebijakan yang menyasar rakyat luas tentu tidak lepas dari tantangan. Pertama, keterbatasan anggaran misalnya, Program Makan Bergizi Gratis membutuhkan pendanaan besar dan sistem logistik yang kompleks. Kedua, tantangan birokrasi—implementasi di lapangan dapat terhambat oleh aparatur yang belum siap atau tidak responsif. Ketiga, resistensi dari kelompok elit yang merasa terganggu oleh distribusi kekuasaan dan sumber daya.

Selain itu, kebijakan populis juga berisiko jika terlalu fokus pada satu kelompok saja, terutama kelompok bawah. Jika tidak diimbangi dengan pendekatan yang adil dan menyeluruh, hal ini bisa menimbulkan ketimpangan baru. Pemerintah tetap bertanggung jawab menghadirkan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat baik kelompok bawah, menengah, maupun atas. Dalam kerangka negara demokratis, keberpihakan harus dibarengi dengan inklusivitas agar tidak menimbulkan polarisasi sosial yang memperparah masalah.

Meski demikian, keberanian mengambil langkah populis patut diapresiasi. Dalam konteks Indonesia yang masih menghadapi ketimpangan ekonomi dan sosial, keberpihakan terhadap rakyat bukan hanya penting, tetapi mendesak. Kebijakan populis yang dijalankan secara konsisten dan diawasi dengan transparansi dapat menjadi jembatan antara idealisme dan realitas.

Kepemimpinan Prabowo menandai babak baru hadirnya negara dalam wujud kebijakan inklusif yang nyata dirasakan melalui piring makan siswa, ruang kelas Sekolah Rakyat, dan kios kecil milik anggota koperasi. Populisme yang diusung bukanlah tentang membenturkan “kepentingan rakyat” dengan “kepentingan elit”, melainkan upaya mengembalikan keadilan sosial sebagai roh dari pembangunan nasional.

*) Penulis adalah Peneliti Sygma Research and Consulting


Pewarta : Akhmad Abdul Muhyi, S.I.P., M.I.Kom. *)
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025