Mataram (ANTARA) - Antusiasme warga Kampung Selagolong untuk menggunakan hak pilih tidak susut meski mereka harus menempuh perjalanan jauh menuju tempat pemungutan suara di depan kantor Desa Sajang, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Warga kaki Gunung Rinjani itu harus berjalan kaki satu sampai 1,5 jam menembus hutan lebat, melewati jalan setapak berkelok naik turun, serta melintasi sungai kecil dan Kali Besar atau Sungai Belanting yang kadang banjir saat hujan untuk mencapai Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Demi keamanan kampung, orang-orang yang datang dari Bangli, Bali, pada tahun 1997 untuk membuka kebun kopi di kawasan Rinjani itu juga harus menerapkan sistem sif untuk mengikuti pemungutan suara di TPS saat pemilihan umum.
"Kami biasa mencoblos secara bergiliran ke TPS untuk menjaga rumah," kata I Wayan Suasana, Ketua Rukun Tetangga di Selagolong, kepada Antara, Jumat (22/3).
Saat pemilihan umum, ia menuturkan, biasanya sekelompok warga Selagolong berangkat ke TPS lebih dulu untuk menggunakan hak pilih dan setelah mereka kembali ke rumah, kelompok warga yang lain akan berangkat ke tempat penyaluran hak pilih.
Mereka menerapkan sistem itu karena perkampungan mereka berada di tengah hutan dan jarak antar satu rumah dengan rumah warga di sana tidak berdekatan, antara 100 sampai 150 meter.
"Benar kita di tengah hutan, namun tetap saja harus waspada," kata I Wayan Suasana.
Baca juga: Pengawal pemilu raya di Kampung Laut
Meski harus berjalan jauh dan melakukan penyesuaian supaya bisa mengikuti pemungutan suara, semangat warga Selagolong untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum tidak lantas turun.
Pelaksana Tugas Kepala Dusun Longken Abdul Wahid menuturkan warga kampung itu berpartisipasi aktif dalam setiap pemilihan umum sejak mereka awal mereka datang tahun 1997.
"Sepengetahuan saya mereka tidak pernah golput," kata Abdul Wahid, yang wilayahnya meliputi Kampung Selagolong, menggunakan akronim golongan putih untuk menggambarkan orang-orang yang tidak menggunakan hak pilih.
Kecuali sakit, ia menuturkan, warga Selagolong selalu berusaha menggunakan hak pilih mereka dalam setiap pemilihan umum.
Fahrudin, seorang warga Sajang, memuji keaktifan warga Selagolong dalam berbagai kegiatan, khususnya pemilihan umum.
"Seumur-umur saya belum pernah mendengar ada warga Selagolong yang golput," katanya.
Kepala Desa Sajang Lalu Kanahan juga memuji partisipasi warga kampung itu dalam pemilihan umum, termasuk pemilihan kepada desa.
"Contohnya, Pilkades selalu diikuti oleh 70 persen dari warga yang berhak memilih," katanya.
Perayaan Wajib
Kampung Selagolong merupakan tempat tinggal 31 keluarga yang terdiri atas 112 orang.
Warga kampung ini menganggap pemilihan umum sebagai perayaan yang setara dengan perayaan keagamaan, sama-sama wajib disambut dengan suka cita.
Pada pemilihan umum tahun ini, sebagaimana warga Selagolong lainnya I Wayan Suasana bersemangat mengikuti pemungutan suara.
"Meski kami harus berjuang untuk ke luar dari kampung dengan akses jalan belukar, kami akan tetap memilih dan tidak akan golput," kata Wayan.
"Golput sama saja tidak memberikan kontribusi," ia menambahkan.
Baca juga: Datang ke TPS sebagai bukti sayang warga Talang Mamak
Warga Selagolong lainnya, I Made Astina, mengatakan tidak menggunakan hak pilih sama dengan merugikan diri sendiri.
"Itu sama saja dengan merugikan diri sendiri, artinya tidak memberikan aspirasi yang sudah menjadi haknya," katanya.
Dia berharap hujan tidak turun pada hari pemungutan suara tanggal 17 April 2019 sehingga perjalanan menuju ke TPS di depan kantor Desa Sajang bisa lebih mudah.
"Saya berharap pemilu itu berjalan aman, jujur dan adil. Kita tidak perlu menjelek-jelekkan orang yang berbeda pilihan," katanya.
Meski bersemangat menggunakan hak pilih, dia mengaku belum memahami tata cara pemungutan suara karena belum mengikuti sosialisasi mengenai pelaksanaan pemilihan presiden-wakil presiden, anggota legislatif, mau pun anggota dewan perwakilan daerah.
"Sampai sekarang kami masih bingung bagaimana mencoblosnya," katanya.
Baca juga: Pemilu di Madura; berharap tuah dari kalangan pesantren
Teladan Selagolong
Laku warga Selagolong bisa menjadi teladan bagi warga kampung lainnya yang berada dekat dengan TPS, dan menjadi sindiran bagi mereka yang berniat tidak menggunakan hak pilih.
"Bagi mereka yang hendak golput, pasti akan terkena sindiran. Kok kalah dengan warga Selagolong, mereka harus berjalan kaki satu jam lebih tapi tetap memilih," kata Abdul Wahid.
Laku warga kampung itu, menurut dia, juga bisa menjadi contoh bagi warga kampung yang lain, bahkan warga daerah lain.
"Mungkin buat warga lainnya di luar Lombok," katanya.
Kepala Desa Sajang yakin pada pemilihan umum April mendatang sebagian besar warganya akan mendatangi tempat pemungutan suara untuk menggunakan hak pilih, termasuk warga Selagolong yang permukimannya berada hampir tiga kilometer dari jalan raya.
"Mereka ini selalu menyalurkan hak pilihnya, apalagi kali ini pemilihan presiden," kata Lalu Kanahan.
Guna memudahkan warga Selagolong menggunakan hak pilih, aparat desa biasanya memberi mereka kesempatan lebih dulu untuk mencoblos di TPS.
"Rumah mereka cukup jauh, jadi warga yang berada dekat jalan raya belakangan saja," kata Abdul Wahid, menambahkan panitia pemilihan tidak bisa menyediakan TPS tersendiri bagi warga Selagolong karena warga kampung itu terbilang sedikit.
Selain itu, aparat desa berusaha meningkatkan partisipasi warga dalam pemilihan umum dengan selalu mengingatkan warga untuk menggunakan hak pilih.
"Karena ini untuk menentukan nasib bangsa ini lima tahun ke depannya. Jangan abaikan," kata Lalu Kanahan.
Jangan kalah semangat dengan warga Selagolong.
Warga kaki Gunung Rinjani itu harus berjalan kaki satu sampai 1,5 jam menembus hutan lebat, melewati jalan setapak berkelok naik turun, serta melintasi sungai kecil dan Kali Besar atau Sungai Belanting yang kadang banjir saat hujan untuk mencapai Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Demi keamanan kampung, orang-orang yang datang dari Bangli, Bali, pada tahun 1997 untuk membuka kebun kopi di kawasan Rinjani itu juga harus menerapkan sistem sif untuk mengikuti pemungutan suara di TPS saat pemilihan umum.
"Kami biasa mencoblos secara bergiliran ke TPS untuk menjaga rumah," kata I Wayan Suasana, Ketua Rukun Tetangga di Selagolong, kepada Antara, Jumat (22/3).
Saat pemilihan umum, ia menuturkan, biasanya sekelompok warga Selagolong berangkat ke TPS lebih dulu untuk menggunakan hak pilih dan setelah mereka kembali ke rumah, kelompok warga yang lain akan berangkat ke tempat penyaluran hak pilih.
Mereka menerapkan sistem itu karena perkampungan mereka berada di tengah hutan dan jarak antar satu rumah dengan rumah warga di sana tidak berdekatan, antara 100 sampai 150 meter.
"Benar kita di tengah hutan, namun tetap saja harus waspada," kata I Wayan Suasana.
Baca juga: Pengawal pemilu raya di Kampung Laut
Meski harus berjalan jauh dan melakukan penyesuaian supaya bisa mengikuti pemungutan suara, semangat warga Selagolong untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum tidak lantas turun.
Pelaksana Tugas Kepala Dusun Longken Abdul Wahid menuturkan warga kampung itu berpartisipasi aktif dalam setiap pemilihan umum sejak mereka awal mereka datang tahun 1997.
"Sepengetahuan saya mereka tidak pernah golput," kata Abdul Wahid, yang wilayahnya meliputi Kampung Selagolong, menggunakan akronim golongan putih untuk menggambarkan orang-orang yang tidak menggunakan hak pilih.
Kecuali sakit, ia menuturkan, warga Selagolong selalu berusaha menggunakan hak pilih mereka dalam setiap pemilihan umum.
Fahrudin, seorang warga Sajang, memuji keaktifan warga Selagolong dalam berbagai kegiatan, khususnya pemilihan umum.
"Seumur-umur saya belum pernah mendengar ada warga Selagolong yang golput," katanya.
Kepala Desa Sajang Lalu Kanahan juga memuji partisipasi warga kampung itu dalam pemilihan umum, termasuk pemilihan kepada desa.
"Contohnya, Pilkades selalu diikuti oleh 70 persen dari warga yang berhak memilih," katanya.
Perayaan Wajib
Kampung Selagolong merupakan tempat tinggal 31 keluarga yang terdiri atas 112 orang.
Warga kampung ini menganggap pemilihan umum sebagai perayaan yang setara dengan perayaan keagamaan, sama-sama wajib disambut dengan suka cita.
Pada pemilihan umum tahun ini, sebagaimana warga Selagolong lainnya I Wayan Suasana bersemangat mengikuti pemungutan suara.
"Meski kami harus berjuang untuk ke luar dari kampung dengan akses jalan belukar, kami akan tetap memilih dan tidak akan golput," kata Wayan.
"Golput sama saja tidak memberikan kontribusi," ia menambahkan.
Baca juga: Datang ke TPS sebagai bukti sayang warga Talang Mamak
Warga Selagolong lainnya, I Made Astina, mengatakan tidak menggunakan hak pilih sama dengan merugikan diri sendiri.
"Itu sama saja dengan merugikan diri sendiri, artinya tidak memberikan aspirasi yang sudah menjadi haknya," katanya.
Dia berharap hujan tidak turun pada hari pemungutan suara tanggal 17 April 2019 sehingga perjalanan menuju ke TPS di depan kantor Desa Sajang bisa lebih mudah.
"Saya berharap pemilu itu berjalan aman, jujur dan adil. Kita tidak perlu menjelek-jelekkan orang yang berbeda pilihan," katanya.
Meski bersemangat menggunakan hak pilih, dia mengaku belum memahami tata cara pemungutan suara karena belum mengikuti sosialisasi mengenai pelaksanaan pemilihan presiden-wakil presiden, anggota legislatif, mau pun anggota dewan perwakilan daerah.
"Sampai sekarang kami masih bingung bagaimana mencoblosnya," katanya.
Baca juga: Pemilu di Madura; berharap tuah dari kalangan pesantren
Teladan Selagolong
Laku warga Selagolong bisa menjadi teladan bagi warga kampung lainnya yang berada dekat dengan TPS, dan menjadi sindiran bagi mereka yang berniat tidak menggunakan hak pilih.
"Bagi mereka yang hendak golput, pasti akan terkena sindiran. Kok kalah dengan warga Selagolong, mereka harus berjalan kaki satu jam lebih tapi tetap memilih," kata Abdul Wahid.
Laku warga kampung itu, menurut dia, juga bisa menjadi contoh bagi warga kampung yang lain, bahkan warga daerah lain.
"Mungkin buat warga lainnya di luar Lombok," katanya.
Kepala Desa Sajang yakin pada pemilihan umum April mendatang sebagian besar warganya akan mendatangi tempat pemungutan suara untuk menggunakan hak pilih, termasuk warga Selagolong yang permukimannya berada hampir tiga kilometer dari jalan raya.
"Mereka ini selalu menyalurkan hak pilihnya, apalagi kali ini pemilihan presiden," kata Lalu Kanahan.
Guna memudahkan warga Selagolong menggunakan hak pilih, aparat desa biasanya memberi mereka kesempatan lebih dulu untuk mencoblos di TPS.
"Rumah mereka cukup jauh, jadi warga yang berada dekat jalan raya belakangan saja," kata Abdul Wahid, menambahkan panitia pemilihan tidak bisa menyediakan TPS tersendiri bagi warga Selagolong karena warga kampung itu terbilang sedikit.
Selain itu, aparat desa berusaha meningkatkan partisipasi warga dalam pemilihan umum dengan selalu mengingatkan warga untuk menggunakan hak pilih.
"Karena ini untuk menentukan nasib bangsa ini lima tahun ke depannya. Jangan abaikan," kata Lalu Kanahan.
Jangan kalah semangat dengan warga Selagolong.