Bangkok (ANTARA) - SEA Games Thailand 2025 resmi berakhir. Api obor yang menyala sejak awal Desember akhirnya dipadamkan dalam upacara penutupan di Stadion Nasional Rajamangala, Bangkok, Sabtu malam. 

Berakhir pula rangkaian pesta olahraga Asia Tenggara edisi ke-33 yang selama lebih dari dua pekan menjadi panggung persaingan, pertemuan budaya, dan ujian bagi penyelenggara multievent terbesar di kawasan ini. 

Bagi Indonesia, SEA Games 2025 menjadi ajang yang layak disyukuri. Kontingen Merah Putih melampaui target yang dicanangkan dengan meraih 91 medali emas, 111 perak, dan 131 perunggu, total 333 keping medali. Target 80 emas bukan hanya terpenuhi, tetapi juga terlewati dengan jarak yang cukup meyakinkan.

Hasil tersebut juga memiliki makna historis karena untuk kali pertama dalam 30 tahun terakhir, Indonesia kembali menjadi runner-up SEA Games saat tidak berstatus tuan rumah, menyamai pencapaian dalam SEA Games 1995 di Chiang Mai, Thailand. 

Tuan rumah Thailand, tampil dominan dan menutup SEA Games dengan 233 emas, 154 perak, dan 112 perunggu, untuk berada di puncak klasemen.  Sementara itu, Vietnam harus puas berada di peringkat ketiga dengan 87 emas, 81 perak, dan 110 perunggu. 

Thailand kembali dipercaya menggelar SEA Games untuk ketujuh kalinya sepanjang sejarah. Bangkok dan Chonburi menjadi pusat utama penyelenggaraan. Sebagian besar pertandingan digelar di berbagai fasilitas olahraga yang telah ada, termasuk venue di lingkungan universitas. 

Hal ini sejalan dengan tema Green SEA Games dan Sustainable Paralympics yang diusung panitia, yang menekankan efisiensi anggaran dan keberlanjutan lingkungan.

Pemanfaatan venue yang sudah ada ini memberi dua sisi cerita. 

Di satu sisi, Thailand bisa menekan kebutuhan pembangunan infrastruktur baru dan memaksimalkan fasilitas warisan ajang olahraga sebelumnya.  Di sisi lain, keterbatasan teknis di sejumlah lokasi menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi cabang olahraga dengan kebutuhan spesifik. 

Namun secara umum, kompetisi tetap berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan.

Suasana pesta kembang api saat upacara Penutupan SEA Games 2025 di Stadion Rajamangala, Bangkok, Thailand, Sabtu (20/12/2025). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc. (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

Tantangan

Penyelenggaraan SEA Games 2025 tidak lepas dari ujian di luar rencana. Provinsi Songkhla, yang semula disiapkan sebagai salah satu tuan rumah dicoret dari daftar venue akibat banjir yang dipicu Siklon Senyar menjelang pertandingan. 

Sejumlah cabang olahraga terpaksa dipindahkan ke Bangkok dan Chonburi. Perubahan ini menuntut penyesuaian cepat, baik dari sisi logistik panitia maupun kesiapan atlet dan ofisial.

Pengalaman Thailand sebagai tuan rumah berulang kali menjadi modal penting dalam menghadapi situasi tersebut. 

Perubahan jadwal dan lokasi dapat dikelola tanpa mengganggu kompetisi secara keseluruhan. Meski demikian, perpindahan venue dalam waktu singkat tetap menjadi catatan evaluasi bagi penyelenggaraan ajang serupa di masa depan.

Di arena pertandingan, SEA Games 2025 diwarnai sorotan terhadap kepemimpinan wasit di sejumlah cabang olahraga. Beberapa keputusan memicu protes dari negara peserta, terutama pada cabang-cabang yang minim dukungan teknologi.

Selain aspek teknis pertandingan, masalah nonteknis juga sempat mencuri perhatian. Kesalahan pemutaran lagu kebangsaan dan kekeliruan penampilan bendera negara peserta menjadi pengingat detail administratif memiliki dampak yang besar dalam ajang internasional. 

Salah satu momen yang paling menyita perhatian terjadi pada seremoni medali emas ganda putri tenis SEA Games 2025 yang direbut pasangan Indonesia, Aldila Sutjiadi dan Janice Tjen.

Saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan di National Tennis Development Center, Bangkok, Jumat (19/12), lagu tersebut tiba-tiba terhenti di pertengahan. Dalam situasi yang tidak diharapkan itu, Aldila, Janice, ofisial, serta penonton Indonesia yang hadir tetap berdiri khidmat, menyanyikan sisa lagu Indonesia Raya secara akapela. 

Selain itu, persoalan politik dan diplomatik pun ikut mewarnai. 

Ketegangan di perbatasan Thailand-Kamboja berujung pada keputusan penarikan seluruh atlet Kamboja dari kompetisi, walau Kamboja sempat mengikuti upacara pembukaan. 

Situasi ini menegaskan betapa olahraga, dalam konteks Asia Tenggara, kerap bersinggungan dengan dinamika di luar arena.

Lebih dari kompetisi

Meski memiliki sejumlah catatan, SEA Games 2025  berjalan tuntas. Ribuan atlet dari sepuluh negara Asia Tenggara, setelah Kamboja mundur karena krisis perbatasan dengan tuan rumah,  bertanding pada puluhan cabang olahraga, membawa semangat kompetisi dan sekaligus persaudaraan. 

Bagi sebagian atlet, ajang ini menjadi panggung puncak prestasi. Bagi yang lain, SEA Games menjadi bagian dari proses panjang menuju level lebih tinggi.

Upacara penutupan SEA Games 2025 menjadi penanda berakhirnya seluruh rangkaian kompetisi. Dengan mengusung tema "The Sound of Whistle", Thailand menyajikan konsep yang sarat makna. 

Peluit dimaknai tak hanya sebagai tanda akhir pertandingan, tetapi juga sebagai awal perjalanan baru bagi para atlet setelah SEA Games usai.

Ribuan atlet, ofisial, relawan, dan penonton memadati Stadion Nasional Rajamangala. Parade atlet dari berbagai cabang olahraga mengisi lapangan utama stadion, menciptakan suasana kebersamaan yang hangat. 

Video kilas balik momen-momen terbaik SEA Games 2025 diputar, mengingatkan kembali pada perjuangan, kegembiraan, dan kekecewaan yang menjadi bagian dari kompetisi.

Menteri Pariwisata dan Olahraga Thailand Artthakorn Sirilatthayakorn,  dalam sambutannya, menyampaikan apresiasinya kepada seluruh atlet, ofisial, dan negara peserta. Ia menegaskan SEA Games bukan sekadar ajang perebutan medali, tetapi juga sarana memperkuat persahabatan, sportivitas, dan persatuan negara-negara Asia Tenggara.

Baca juga: SEA Games 2025 resmi berakhir

Puncak seremoni ditandai dengan pemadaman api obor SEA Games. Prosesi tersebut diiringi bunyi peluit yang ditiup serentak oleh penonton di stadion, menciptakan suasana emosional. 

Tepuk tangan mengiringi momen itu, seolah menjadi salam perpisahan bagi seluruh atlet yang telah menuntaskan perjuangan mereka.

Estafet SEA Games selanjutnya resmi diserahkan kepada Malaysia. Penyerahan bendera Federasi SEA Games disambut tepuk tangan seluruh delegasi negara peserta. 

Baca juga: Minister hails Indonesia's second-place finish at 2025 SEA Games

Malaysia kemudian menampilkan pertunjukan budaya bertajuk "Rhythm in Harmony" yang menggambarkan keberagaman etnis dan budaya yang akan menjadi warna SEA Games 2027.

SEA Games 2025 Thailand kini menjadi bagian dari sejarah. Dengan segala keberhasilan dan kekurangannya, ajang ini meninggalkan pelajaran tentang penyelenggaraan, keberlanjutan, dan dinamika olahraga Asia Tenggara. 

Khop khun, Thailand. Sampai jumpa di Malaysia.


 


Pewarta : Muhammad Ramdan
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2025