Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendapat "tantangan" dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menaikkan pertumbuhan ekonominya di angka 7 persen, dari angka pada triwulan I-2019 yang sebesar 5,14 persen.
Untuk mencapai target 7 persen tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang, Selasa, mengaku akan mengajak seluruh pihak untuk ambil peran memberikan kontribusinya.
"Saat Jateng mendapat penghargaan juara satu perencanaan pembangunan, Bu Sri Mulyani 'nyolek' saya, beliau sampaikan bahwa 'Pak Gub ndak cukup dong pertumbuhannya cuma sekian (5,14 persen) janganlah, 7 persen bisa tidak," cerita Ganjar di sela acara halal bihalal di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jateng.
Ganjar mengaku akan segera melakukan komunikasi terkait target pertumbuhan ekonomi tersebut dengan seluruh pihak termasuk di antaranya upaya yang perlu dilakukan seperti perlu tidaknya regulasi khusus yang berpihak untuk Jateng.
"Nanti akan dihitung, dianalisis investasi apa saja yang bisa masuk, tempatnya di mana, insentif apa yang bisa diberikan, regulasi apa yang bisa mengcover, kemudahan perizinan, atau tata ruang yang bisa diberikan teman-teman di kabupaten/kota," katanya.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Jateng, Ganjar menilai sektor terbesar yang paling memungkinkan adalah investasi dengan menggandeng pihak swasta, karena sangat sulit jika hanya mengandalkan dari APBD dan APBN.
Dalam kesempatan sama Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3 Jateng & DIY Aman Santosa menilai target pertumbuhan 7 persen tersebut bisa diraih dari investasi yang bersumber di antaranya dari kredit perbankan, APBD, obligasi daerah, dan masyarakat langsung.
"OJK bagian dari institusi yang mengawasi jasa keuangan harus memastikan bank sehat. Bank harus sehat dulu, sehingga bisa digenjot untuk terus tumbuh. Selain itu, juga harus dihitung terlebih dahulu diperlukan dukungan kredit perbankan seberapa besar tiap tahunnya," katanya.
Apalagi, lanjut Aman, saat ini kredit perbankan di Jateng tertinggal dari nasional dengan angka 8,56 persen, sedangkan nasional berada di angka 11 persen.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Tengah Sukowardoyo menambahkan bahwa target pertumbuhan ekonomi 7 persen akan sangat sulit tercapai dalam jangka pendek.
"Jangka pendek (satu sampai dua tahun) tentunya belum, tapi dalam jangka menengah-panjang tiga sampai lima tahun saya rasa bisa. Paling tidak kita samakan dengan Jawa (DKI, Jabar, dan Jatim) yang 5,7 persen sedangkan Jateng 5,1 persen atau masih kurang 0,6 persen dan itu cukup besar," katanya.
Untuk mengenjot pertumbuhan ekonomi tersebut, lanjut Suko, BI akan mencari industri yang paling cocok untuk menanamkan investasinya di Jateng, sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan.
Untuk mencapai target 7 persen tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang, Selasa, mengaku akan mengajak seluruh pihak untuk ambil peran memberikan kontribusinya.
"Saat Jateng mendapat penghargaan juara satu perencanaan pembangunan, Bu Sri Mulyani 'nyolek' saya, beliau sampaikan bahwa 'Pak Gub ndak cukup dong pertumbuhannya cuma sekian (5,14 persen) janganlah, 7 persen bisa tidak," cerita Ganjar di sela acara halal bihalal di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jateng.
Ganjar mengaku akan segera melakukan komunikasi terkait target pertumbuhan ekonomi tersebut dengan seluruh pihak termasuk di antaranya upaya yang perlu dilakukan seperti perlu tidaknya regulasi khusus yang berpihak untuk Jateng.
"Nanti akan dihitung, dianalisis investasi apa saja yang bisa masuk, tempatnya di mana, insentif apa yang bisa diberikan, regulasi apa yang bisa mengcover, kemudahan perizinan, atau tata ruang yang bisa diberikan teman-teman di kabupaten/kota," katanya.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Jateng, Ganjar menilai sektor terbesar yang paling memungkinkan adalah investasi dengan menggandeng pihak swasta, karena sangat sulit jika hanya mengandalkan dari APBD dan APBN.
Dalam kesempatan sama Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3 Jateng & DIY Aman Santosa menilai target pertumbuhan 7 persen tersebut bisa diraih dari investasi yang bersumber di antaranya dari kredit perbankan, APBD, obligasi daerah, dan masyarakat langsung.
"OJK bagian dari institusi yang mengawasi jasa keuangan harus memastikan bank sehat. Bank harus sehat dulu, sehingga bisa digenjot untuk terus tumbuh. Selain itu, juga harus dihitung terlebih dahulu diperlukan dukungan kredit perbankan seberapa besar tiap tahunnya," katanya.
Apalagi, lanjut Aman, saat ini kredit perbankan di Jateng tertinggal dari nasional dengan angka 8,56 persen, sedangkan nasional berada di angka 11 persen.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Tengah Sukowardoyo menambahkan bahwa target pertumbuhan ekonomi 7 persen akan sangat sulit tercapai dalam jangka pendek.
"Jangka pendek (satu sampai dua tahun) tentunya belum, tapi dalam jangka menengah-panjang tiga sampai lima tahun saya rasa bisa. Paling tidak kita samakan dengan Jawa (DKI, Jabar, dan Jatim) yang 5,7 persen sedangkan Jateng 5,1 persen atau masih kurang 0,6 persen dan itu cukup besar," katanya.
Untuk mengenjot pertumbuhan ekonomi tersebut, lanjut Suko, BI akan mencari industri yang paling cocok untuk menanamkan investasinya di Jateng, sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan.