Mataram (ANTARA) - Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, akan meminta saran KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesenian "marching band" pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) NTB yang tak kunjung tuntas.
"Nanti kita datang ke KPK lagi," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda NTB Kombes Pol Syamsuddin Baharudin di Mataram, Jumat.
Syamsuddin mengungkapkan hal tersebut menanggapi laporan dari penyidik tipikor terkait berkas penanganannya yang kerap kali bolak-balik ke jaksa peneliti.
Materi perkara yang telah diuraikan dalam berkasnya, tak kunjung dinyatakan lengkap karena dinilai masih ada petunjuk yang harus dipenuhi penyidik tipikor. Karenanya, Polda NTB merencanakan untuk berkoordinasi dengan KPK.
Petunjuk yang diminta jaksa peneliti untuk dilengkapi tersebut berkaitan dengan harga pembanding. Hal tersebut diminta untuk pembuktian harga perkiraan sendiri (HPS) yang tidak seimbang dengan realisasinya.
"Jadi penyidik sudah saya perintahkan untuk bersurat ke KPK. Nanti waktu dan tempatnya menyesuaikan," ujarnya.
Sebelumnya, KPK pernah memantau proses penanganan kasus tersebut. Apa yang menjadi kendala penanganannya hingga mengakibatkan kasusnya sempat jalan di tempat, masuk dalam agenda koordinasi dan supervisi (korsup).
Perbedaan pandangan terhadap harga pembanding masih menjadi persoalannya. Menurut pandangan KPK, jaksa memang menginginkan ada daftar harga pembanding untuk membuktikan adanya indikasi pengelembungan anggaran.
Dalam kasus ini, penyidik telah menyeret peran dua tersangka, yakni mantan Kasi Kelembagaan dan Sarpras Bidang Pembinaan SMA Dinas Dikbud Provinsi NTB berinisil MI, yang merupakan PPK proyek tersebut. Selanjutnya, Direktur CV Embun Emas, berinisial LB.
Proyek pengadaan alat kesenian "marching band" dibagi dalam dua paket. Paket pertama dibuat sebagai belanja modal dengan nilai HPS Rp1,68 miliar dari pagu anggaran Rp1,70 miliar.
CV Embun Emas memenangi tender dengan penawaran Rp1,57 miliar. Alat kesenian marching band pada paket pertama ini dibagi ke lima SMA/SMK negeri.
Paket kedua disusun sebagai belanja hibah untuk pengadaan bagi empat sekolah swasta. HPS-nya senilai Rp1,062 miliar. CV Embun Emas kembali menjadi pemenang tendernya dengan harga penawaran Rp982,43 juta.
Dari rangkaian penyelidikannya, penyidik menemukan indikasi PPK dan rekanan melakukan pemufakatan jahat mulai dari tahap perencanaan dengan rekanan yang memberikan katalog spesifikasi barang. HPS pun diduga disusun bersama-sama. Dalam kasus itu kerugian negara berdasarkan hasil hitungan BPKP Perwakilan NTB dengan nilai sebesar Rp702 juta.
"Nanti kita datang ke KPK lagi," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda NTB Kombes Pol Syamsuddin Baharudin di Mataram, Jumat.
Syamsuddin mengungkapkan hal tersebut menanggapi laporan dari penyidik tipikor terkait berkas penanganannya yang kerap kali bolak-balik ke jaksa peneliti.
Materi perkara yang telah diuraikan dalam berkasnya, tak kunjung dinyatakan lengkap karena dinilai masih ada petunjuk yang harus dipenuhi penyidik tipikor. Karenanya, Polda NTB merencanakan untuk berkoordinasi dengan KPK.
Petunjuk yang diminta jaksa peneliti untuk dilengkapi tersebut berkaitan dengan harga pembanding. Hal tersebut diminta untuk pembuktian harga perkiraan sendiri (HPS) yang tidak seimbang dengan realisasinya.
"Jadi penyidik sudah saya perintahkan untuk bersurat ke KPK. Nanti waktu dan tempatnya menyesuaikan," ujarnya.
Sebelumnya, KPK pernah memantau proses penanganan kasus tersebut. Apa yang menjadi kendala penanganannya hingga mengakibatkan kasusnya sempat jalan di tempat, masuk dalam agenda koordinasi dan supervisi (korsup).
Perbedaan pandangan terhadap harga pembanding masih menjadi persoalannya. Menurut pandangan KPK, jaksa memang menginginkan ada daftar harga pembanding untuk membuktikan adanya indikasi pengelembungan anggaran.
Dalam kasus ini, penyidik telah menyeret peran dua tersangka, yakni mantan Kasi Kelembagaan dan Sarpras Bidang Pembinaan SMA Dinas Dikbud Provinsi NTB berinisil MI, yang merupakan PPK proyek tersebut. Selanjutnya, Direktur CV Embun Emas, berinisial LB.
Proyek pengadaan alat kesenian "marching band" dibagi dalam dua paket. Paket pertama dibuat sebagai belanja modal dengan nilai HPS Rp1,68 miliar dari pagu anggaran Rp1,70 miliar.
CV Embun Emas memenangi tender dengan penawaran Rp1,57 miliar. Alat kesenian marching band pada paket pertama ini dibagi ke lima SMA/SMK negeri.
Paket kedua disusun sebagai belanja hibah untuk pengadaan bagi empat sekolah swasta. HPS-nya senilai Rp1,062 miliar. CV Embun Emas kembali menjadi pemenang tendernya dengan harga penawaran Rp982,43 juta.
Dari rangkaian penyelidikannya, penyidik menemukan indikasi PPK dan rekanan melakukan pemufakatan jahat mulai dari tahap perencanaan dengan rekanan yang memberikan katalog spesifikasi barang. HPS pun diduga disusun bersama-sama. Dalam kasus itu kerugian negara berdasarkan hasil hitungan BPKP Perwakilan NTB dengan nilai sebesar Rp702 juta.