Jakarta (ANTARA) - Peserta aksi Ojol Nusantara Bergerak menuntut dua hal kepada regulator yaitu Kementerian Perhubungan RI dengan fokus tuntutan tarif dan evaluasinya.
Tuntutan pertama para peserta aksi meminta tarif yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 248/2019 tentang biaya jasa atau tarif bagi ojek daring dalam zonasi diubah zonanya untuk provinsi.
"Temen-temen ojol di daerah ingin tarif itu diberikan kepada per-provinsi, jadi diaturnya per-provinsi bukan per zona sesuai tingkat kemampuan pendapatan masyarakat menggunakan ojek daring di provinsi masing-masing," kata Ketua Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) Indonesia Igun Wicaksono yang merupakan koordinator aksi ini di Monas Silang Barat Daya, Rabu.
Baca juga: Ribuan ojol UU unjuk rasa di Istana Merdeka
Lebih lanjut para peserta aksi menginginkan adanya evaluasi tarif yang seharusnya dilakukan per tiga bulan, namun tertunda sejak Maret 2019.
"Kita ke Kemenhub ingin meminta evaluasi tarif yang katanya akan mengevaluasi tarif per tiga bulan tapi belum dilaksanakan dari Maret 2019," kata Igun.
Tuntutan kedua, para peserta aksi meminta legalitas Undang-Undang khusus pengemudi ojek daring sehingga setiap orang yang menjadi pengemudi ojek daring memiliki hak dan kewajiban yang jelas sehingga tidak hanya tergantung dari perusahaan penyedia aplikasi.
"Jadi temen-temen ojek daring ingin meminta kepada pemerintah tentang program yang sempat tertunda 2018 yaitu payung hukum legalitas ojek online," kata Igun.
Menurut Igun, hingga saat ini aturan khusus bagi para mitra ojek online belum ada sehingga tidak ada kejelasan hukum bentuk kerja sama antara pengemudi ojek online dan perusahaan penyedia aplikasi ojek daring.
"Kita pernah diskusi dengan Kemenaker tentang jaminan sosial dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), tapi karena belum ada hukum khusus bagi pengemudi ojol, ya belum terlaksana (jaminan sosial)," kata Igun.
Igun mengatakan aksi ini merupakan upaya pertama kali para pengemudi ojek daring untuk menyampaikan kedua tuntutan yang tertunda hampir dua tahun itu.
Tuntutan pertama para peserta aksi meminta tarif yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 248/2019 tentang biaya jasa atau tarif bagi ojek daring dalam zonasi diubah zonanya untuk provinsi.
"Temen-temen ojol di daerah ingin tarif itu diberikan kepada per-provinsi, jadi diaturnya per-provinsi bukan per zona sesuai tingkat kemampuan pendapatan masyarakat menggunakan ojek daring di provinsi masing-masing," kata Ketua Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) Indonesia Igun Wicaksono yang merupakan koordinator aksi ini di Monas Silang Barat Daya, Rabu.
Baca juga: Ribuan ojol UU unjuk rasa di Istana Merdeka
Lebih lanjut para peserta aksi menginginkan adanya evaluasi tarif yang seharusnya dilakukan per tiga bulan, namun tertunda sejak Maret 2019.
"Kita ke Kemenhub ingin meminta evaluasi tarif yang katanya akan mengevaluasi tarif per tiga bulan tapi belum dilaksanakan dari Maret 2019," kata Igun.
Tuntutan kedua, para peserta aksi meminta legalitas Undang-Undang khusus pengemudi ojek daring sehingga setiap orang yang menjadi pengemudi ojek daring memiliki hak dan kewajiban yang jelas sehingga tidak hanya tergantung dari perusahaan penyedia aplikasi.
"Jadi temen-temen ojek daring ingin meminta kepada pemerintah tentang program yang sempat tertunda 2018 yaitu payung hukum legalitas ojek online," kata Igun.
Menurut Igun, hingga saat ini aturan khusus bagi para mitra ojek online belum ada sehingga tidak ada kejelasan hukum bentuk kerja sama antara pengemudi ojek online dan perusahaan penyedia aplikasi ojek daring.
"Kita pernah diskusi dengan Kemenaker tentang jaminan sosial dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), tapi karena belum ada hukum khusus bagi pengemudi ojol, ya belum terlaksana (jaminan sosial)," kata Igun.
Igun mengatakan aksi ini merupakan upaya pertama kali para pengemudi ojek daring untuk menyampaikan kedua tuntutan yang tertunda hampir dua tahun itu.