Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Azyumardi Azra mempertanyakan pengaturan isi khutbah Jumat dan mengatakan bahwa kebijakan semacam itu justru akan kontraproduktif.

"Untuk apa...? Kementerian Agama kan memiliki penyuluh agama," katanya di sela Rapat Pleno ke-48 Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, Kementerian Agama bisa memberdayakan penyuluh agama untuk mendatangi masjid dan berdialog dengan pengurus dan jamaah masjid kalau ingin mencegah penyampaian khutbah Jumat yang dinilai "radikal". Khatib atau ustadz yang materi ceramahnya dianggap "radikal" bisa diajak berdialog. 

Menurut dia, penanganan masalah semacam itu harus dilakukan per kasus, bukan dengan menerapkan pengaturan isi khutbah, mengingat sebagian besar khatib dan penceramah di Indonesia memiliki latar belakang moderat dan isi ceramahnya damai.

"Satu dua saja yang 'keras-keras', jadi jangan hanya karena ada kasus seperti itu dibikin kebijakan. Jadi saya kira negara tidak punya kapasitas, tidak punya kemampuan untuk melakukan itu," kata dia.

"Caranya bukan dengan menyeragamkan khutbah, lakukan lah lokakarya kebangsaan, ke-Islaman kebangsaan, itu yang harus dilakukan. Panggil semua ustadz-ustadz, kumpul-kumpul sambil makan-makan, bikin suasana yang enak, diskusi mengenai kebangsaan, hubul wathan minal iman itu yang harus dilakukan," katanya.

Kesalahpahaman

Menteri Agama Fachrul Razi menegaskan bahwa pemerintah tidak berencana mengatur isi khutbah Jumat.

Kalau ada yang menganggap Kementerian Agama akan menerapkan kebijakan semacam itu, menurut dia, itu hanya karena kesalahpahaman.

Fachrul mengatakan, selama ini dia hanya mencontohkan bahwa ada pengaturan isi khutbah di Uni Emirat Arab.

"Enggak ada. Saya cerita apa yang ada di negara-negara Arab. Tapi kita belum pernah mengadakan perubahan apapun... Apakah kita akan ubah? Saya enggak pernah bilang untuk mengubah kok," katanya.

"Saya cerita apa yang ada di negara Arab, tempat lahirnya nabi-nabi, Rasulullah, apa yang ada di negara Arab lainnya, apa yang ada di Emirat Arab, silakan pahami itu. Enggak pernah saya katakan nanti di Indonesia akan begini," katanya.
 

Pewarta : Anom Prihantoro
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024