Isu virus corona menjadi perbincangan hangat warganet di media sosial

id Virus Corona, perbincangan, warganet, media sosial

Isu virus corona menjadi perbincangan hangat warganet di media sosial

Seorang warga membaca pamflet sosialisasi pencegahan virus Corona yang dibagikan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) di Kota Tua Penagi, Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (6/2/2020). Sosialisasi kesehatan tersebut sebagai bentuk kepedulian bagi warga yang tinggal berjarak sekitar satu kilometer dari tempat diobservasinya 238 WNI pascaevakuasi dari Wuhan, Hubei, China yang memasuki hari kelima dalam keadaan sehat dan baik. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ama.

Jakarta (ANTARA) - Isu virus corona jenis baru (2019-nCov) yang tengah menghangat di masyarakat China, ternyata juga memberikan perhatian publik di Tanah Air, khususnya warganet (netizen) di media sosial.

Indonesia Indicator (I2) sebuah perusahaan Intelijen Media dengan menggunakan piranti lunak Artificial Intelligence (AI), di Jakarta, Kamis, mencatat, isu virus corona menjadi perbincangan hangat dan masif warganet di media sosial, seperti Facebook dan Twitter.

"Kekhawatiran dan harapan kepada pemerintah menjadi salah satu isu terbesar di kalangan warganet di kedua platform tersebut," kata Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang, di Jakarta, Kamis.

Menurut Rustika, masifnya pembicaraan terkait isu virus corona di Indonesia dipicu oleh gencarnya pemberitaan di media online (daring).

Sepanjang 2 Januari hingga 5 Februari 2020, isu tentang virus corona yang diberitakan 1.339 media daring jumlahnya mencapai mencapai 53 ribu berita.

"Presiden Jokowi, Menkes Terawan, serta Menlu Retno Marsudi, menjadi influencer terbesar isu virus corona di Indonesia," ungkap Rustika.

Menurut dia, media juga mem-framing isu corona yang cukup berdampak dalam perekonomian di Indonesia hingga tingkat paling bawah.

Pasar-pasar tradisional cukup waspada terhadap virus tersebut, di antaranya tidak lagi menjual ular dan kelelawar atau binatang yang dianggap akan menularkan virus corona. Demikian juga dengan pada harga bawang putih yang melonjak karena tidak adanya pasokan bawang dari China.

"Demikian juga dengan nilai tukar uang yang fluktuatif menyusul berbagai perkembangan corona di Indonesia," ujarnya menjelaskan.

Dari sisi persebaran isu, kata Rustika, virus corona merupakan isu yang dibicarakan di berbagai wilayah di Indonesia.

"Ini artinya bahwa isu ini merupakan isu yang dianggap sangat dekat dan menjadi perhatian masyarakat Indonesia," ucapnya.

Di media sosial Twitter, papar Rustika, warganet merespon isu virus corona dengan emosi anticipation, yang menunjukkan kekhawatiran atas penyebaran virus dan sangat mengharapkan pemerintah bisa memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat Indonesia.

Menurut dia, warganet milenial paling banyak bereaksi atas isu ini, yakni sebesar 83,7 persen. Dari sisi jenis kelamin, terdapat 43,3 persen perempuan, dan 56,7 persen laki-laki.

Isu virus corona, lanjut dia, dipercakapkan sebanyak 124.175 dari 73.534 akun. Dengan menggunakan metode Social Network Analysis (SNA), isu kesehatan ini terbagi dalam empat kelompok percakapan, dengan 28,43 persen mengaitkan isu corona dengan isu politik, dan 71,57 persen tidak mengaitkan dengan isu politik.

"Secara umum, kekhawatiran menjadi isu yang memicu percakapan di kalangan kelompok ini," ujar Rustika.

Percakapan dan perdebatan warganet terkait isu virus corona di Facebook juga cukup menarik.

Rustika mengungkapkan, terdapat 65.782 aktivitas di Facebook dari 18.580 akun. Sedikit berbeda dengan situasi di media sosial Twitter, warganet Facebook dari Indonesia dan Malaysia saling merespons perkembangan isu corona di wilayah kedua negara.

Pada awalnya, warganet Facebook Indonesia turut merespons kebijakan pemerintah Malaysia yang berpedoman bahwa pemerintah tidak bisa begitu saja menghentikan warga China untuk memasuki Malaysia karena tidak semua warga China berasal dari Wuhan.

Hal ini terjadi karena pada saat itu warga Malaysia masih melihat bahwa untuk mencegah setiap orang asing masuk ke Malaysia dengan alasan wabah penyakit harus disampaikan sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) oleh badan kesehatan dunia (WHO).

"Meski terlihat ada tekanan dari masyarakat Malaysia, pemerintah Malaysia dipercakapkan masih perlu mengikuti pedoman secara profesional, bukan berdasarkan sentimen, emosi, apalagi tekanan warganet," kata Rustika.

Namun, dalam beberapa hari terakhir Pemerintah Malaysia sudah menolak mengeluarkan visa untuk warga RRC yang berasal Kota Wuhan, dan Provinsi Hubei tempat virus corona muncul.

Selain itu, dalam jejaring percakapan terpisah, terlihat adanya saling memberi informasi di kalangan warganet Facebook untuk menghindari virus corona, di antaranya dengan menggunakan air wudlu, harapan agar pemerintah lebih serius menanggapi persebaran virus, serta antisipasi yang telah dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah.

Isu lain yang mengemuka di Facebook adalah pertemuan Gubernur Sumatera Barat dengan turis asal China, serta pemberitahuan dari Kementerian Kesehatan tentang metode pencegahan influenza akibat virus corona yaitu dengan menjaga tenggorokan tetap lembab.

Sementara itu, tambah Rustika, sebanyak 48,28 persen warganet di Facebook lebih banyak berkonsentrasi pada berbagai perkembangan isu corona di media, memberikan komentar, kekhawatiran, dan harapan pada masyarakat dan pemerintah agar lebih waspada pada persebaran virus corona yang mematikan tersebut.