BKD Mataram: Realisasi penerimaan pajak hotel masih di bawah target

id pajak,hotel,mataram

BKD Mataram: Realisasi penerimaan pajak hotel masih di bawah target

Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Mataram HM Syakirin Hukmi. (Foto: ANTARA News/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Badan Keuangan Daerah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan realisasi pajak hotel pada Januari-Februari 2020 mencapai Rp2,6 miliar, atau baru mencapai sekitar 10 persen dari target tahun 2020 sebesar Rp26 miliar.

"Untuk Januari-Februari realisasinya kami targetkan 16 persen. Tapi realisasinya saat ini masih sekitar 10-12 persen," kata Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Mataram HM Syakirin Hukmi di Mataram, Jumat.

Realisasi pajak hotel dua bulan pertama ini memang relatif kecil jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2019. Apalagi, saat ini, adanya isu Covid-19 yang bisa mengancam realisasi target hingga beberapa bulan ke depan.

"Kita memprediksi itu, karena akibat virus corona orang-orang cenderung tidak ingin ke mana-mana," katanya.

Kendati demikian, pihaknya berharap kondisi ini bisa segera membaik agar sektor pariwisata dan jasa di Mataram kembali stabil termasuk tingkat hunian hotel.

Sementara menyinggung tentang rencana pemerintah pusat untuk menghapus pajak hotel di 10 destinasi wisata utama di Indonesia, selama enam bulan ke depan untuk mengatasi dampak Covid 19, Syakirin mengatakan, pihaknya masih membutuhkan kejelasan.

"Kami butuh kejelasan karena sampai saat ini kita belum diundang untuk membahas hal tersebut oleh pemerintah pusat, yang diundang hanya Kabupaten Lombok Tengah," ujarnya.

Terkait dengan itu, sejauh ini pihaknya tetap melakukan pemungutan pajak hotel dan restoran sesuai dengan aturan Undang-Undang 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Kalaupun ada rencana penghapusan selama enam bulan ke depan seperti yang dibertiakan di beberapa media "online" dan elektronik, maka pemerintah juga perlu mengeluarkan regulasi terkait larangan pemungutan pajak hotel.

"Kita pungut pajak hotel bersadarkan UU, jadi kalau ada kebijakan pembebasan maka harus ada UU juga yang jelas sebagai dasar pelaksanaanya," kata Syakirin.